Sugar D 63

1.6K 160 42
                                    

NOTE: “Gaes, kata Frederick, kenapa harus beli yang murah kalau bisa beli yang mahal?“

🌸🌸🌸

Suara iring-iringan motor yang terdengar dari jarak puluhan meter—pun satu per satu memarkirkan motornya masing-masing di halaman rumah. Halaman yang tidak terlalu luas memaksa mereka untuk memarkirkan motornya secara teratur tanpa ada yang berdesak-desakan agar tersisa sedikit ruang untuk motor-motor yang lain—atau hanya sekedar memberi jalan untuk berlalu-lalang. Sebagai tuan rumah: Beno dan Jodi pun menyambut mereka dengan hangat disertai senyuman, lalu bersalam-salaman secara bergantian.

Seluruh anggota keluarga Beno yang tinggal di Selorejo pun berdatangan ke rumah mungilnya. Suasana rumah yang ramai akan kehadiran anggota keluarga jauh yang begitu sangat dirindukan—pun membuat hatinya menghangat. Jodi merasa begitu dicintai saat ia diberi perhatian lebih dari keluarga calon suaminya—yang rela jauh-jauh datang kemari untuk mempersiapkan pernikahan Beno dan Jodi yang tinggal hitungan minggu. Jodi pun mempersilahkan mereka untuk segera masuk, tetapi anak-anak malah berbondong-bondong masuk ke dalam lebih dulu sambil lari sana lari sini.

“Hati-hati, dek. Jangan lari—“ ucap Jodi memperingati anak-anak agar selalu berhati-hati.

Tubuhnya seketika membeku tatkala melihat lensa kamera se-harga belasan juta miliknya jatuh dan pecah. Lensa kamera yang merupakan separuh jiwanya itu seakan membuat separuh jiwanya pergi entah ke mana. Dasar bocil tengil! Demi apa pun Jodi tidak supa jikalau ada banyak anak kecil di rumah seperti ini. Jodi telah bersusah payah menyisihkan uang sedikit demi sedipit dari lomba fotografi yang ia ikuti agar dapat membeli lensa kamera impiannya, dan sekarang malah pecah?

“Intan!“ seru seorang wanita dewasa pang sepertinya adalah ibunda dari anak yang bernama Intan.

Dia lah yang sudah menghancurkan kamera kesayangannya!

Jodi tak ingin berbicara sepatah kata pun, dan hanya diam membisu sembari memungut kepingan lensanya—yang sudah pasti tak dapat digunakan lagi. Indriana yang merupakan ibunda si anak pun langsung meminta maaf.

“Jodi? Biar mba ganti, ya? Kasih tau aja harganya berapa,“

“18 juta.“

“Hah?“

Indriana pias setelah mendengar nominal yang disebut. Delapan belas juta? Lalu, dari mana Indriana bisa mendapatkan uang se-besar itu untuk mengganti rugi, sementara gaji ia dan suaminya pun tak akan mungkin bisa mencukupi? Jodi yang dapat menebak semuanya dari raut wajah Indriana pun mendengus pelan. Beno pun menghampirinya yang di mana ia tak sengaja melihat Indriana yang terus meminta maaf pada Jodi. “Eh? Jod? Kenapa?“ tanya Beno. Jodi tak menyahut, melainkan Indriana lah yang menyahut. “Itu Ben.. Lensa kamera punya Jodi pecah gara-gara anak mba,“ sahut Indriana.

“Udah, Jod. Paafin aja lah, nanti bisa beli lagi juga,“ ucap Beno.

Jodi pesal.

“Bisa beli lagi lu bilang? Gue nabung dua tahun demi beli lensa ini tau, nggak? Lu pira gue ngemis ama bonyok gue apa? Gue ikut lomba sana sini, bang!“

“Jod? Dia masih anak kecil. Lagian dia nggak sengaja. Biar abang beliin yang baru nanti beres, kan?“

“Lu ngomong kek gini, karna lu nggak ngerti usaha gue selama ini buat bisa beli ini lensa kek gimana. Lu nggak tau! Lu mungkin bisa aja beliin yang baru, tapi asal lu tau ini tuh yang gue dapetin dari hasil jerih payah gue sendiri. Jangan mentang-mentang dia ponakan lu, lu malah belain dia.“

“Jod—“

Ucapan Beno pun langsung dipotong oleh Jodi.

“Bang! Lu musti inget satu hal. Lu nggak tau apa-apa tentang gue selama tiga tahun ini!“

Sugar D [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang