Bab 1b

2.4K 458 35
                                    


Suara dengkusan kasar membuat Dani dan Tanya menoleh. Mereka terkesiap kaget saat melihat Dara berdiri kaku.

"Sayang, kamu sedang apa di situ?" Dani melepaskan pelukannya pada tubuh Tanya dan menghampiri Dara. "Kamu mencariku?"

Tanya mengikuti langkah Dani, berdiri menghadap Dara. "Kamu istri Dani? Kenalkan aku Tanya, sahabat suamimu dari kecil. Kami berteman, jangan berpikiran aneh-aneh, ya?"

"Kamu pasti berasumsi yang berlebihan. Tidak ada apa apa antara aku dan Tanya, tadi kami mengobrol karena sudah lama tidak bertemu."

"Berapa tahun, Dani?"

"Sekitar tiga tahun."

"Waktu yang lama."

"Itulah kenapa kita bicara berdua di tempat seperti ini, karena rindu sebagai sahabat."

Dara tidak mengatakan apa pun, menatap dua orang di depannya dengan bergantian. Semakin banyak alasan yang tercetus dari mulut mereka, semakin ia tidak percaya. Dani, boleh jadi sahabat Tanya tapi tetap saja berbicara berdua di tempat sepi dan gelap sangat mencurigakan.

"Kamu baik-baik saja, Dara?" Wanita itu bertanya dengan lembut.

"Tenang, Dara memang ada gangguan kecemasan atau panik berlebihan. Tapi, aku rasa dia sudah membaik. Ayo, Sayang. Kita temui tamu-tamu lain."

Dani meraih tangan Dara dan menggenggamnya, mengabaikan fakta betapa dingin telapak tangan itu. Istrinya tentu saja shock melihatnya berduaan dengan Tanya, tapi seharusnya penjelasan yang ia berikan sudah cukup untuk mengusir rasa curiga. Mereka baru menikah satu tahun, banyak hal yang harus dipelajari satu sama lain. Dani mengerti ketakutan istrinya yang tidak pernah bergaul dan meninggalkan rumah besar itu. Dara hidup dalam cangkang kaca bagaikan boneka, tidak heran kalau tidak punya teman.

"Dani, kamu ke mana saja?" Teguran dari Lewis membuat langkah mereka terhenti.

"Ada apa, Paman?" jawab Dani dengan nada tidak suka.

Lewis menatap Dani tajam, lalu beralih pada Dara dan Tanya. "Banyak orang penting di sini, kalian malah menghilang! Tidak tahu sopan santun!"

"Jangan mengatur-aturku!" sentak Dani.

"Kalian memang harus diatur, karena tidak becus melakukan apa pun, terutama kamu, Dani!" Lewis menunjuk dada Dani dan mendesis. "Cepat, temui para tamu. Jangan membuat kami malu."

Dani menyentakkan tangan Dara lalu melangkah dengan wajah kaku. Kemarahan terlihat jelas bahkan di malam yang temaram. Tanya mengikuti Dani dan keduanya menghilang di keramaian.

Lewis menatap Dara dari ujung rambut sampai kaki. Berdecak pelan seolah tidak puas dengan sesuatu. "Kamu, nyonya rumah tapi seperti patung yang tidak bernyawa. Apa kamu tidak bisa berbaur dan menyapa para tamu?"

Dana menelan ludah. "Paman tahu, aku tidak bisa."

"Panik? Alasan konyol!"

"Bu-bukan begitu, Paman. Tapi—"

"Dengar Dara." Lewis menatap tajam mata ponakannya. "Di vila ini, kamu yang berkuasa, bukan suamimu. Di perusahaan pun sama. Aku sudah banyak membantumu, bukankha seharusnya kamu juga berusaha untuk belajar mengelola perusahaan?"

Dara menggeleng. "Paman tahu, aku tidak bisa."

"Kamu kuliah di jurusan bisnis! Apa yang tidak bisa kalau dipelajari!"

"Paman ...."

"Dia pemalas, percuma juga Papa mengajarinya." Seorang laki-laki muda berkacamata dengan jas merah marun mendatangi mereka. Laki-laki itu tersenyum penuh ejekan pada Dara. "Dia harusnya di rumah, main masak-masakan, dan menunggu suaminya pulang kerja. Itu juga kalau Dani langsung pulang dan bukannya meniduri wanita lain."

Dendam DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang