Bab 4a

2.1K 361 18
                                    

Mereka terdiam, dengan mata saling menatap. Juan menghela napas, memandang wajah Dara yang penuh luka. Ada luka merah di kedua pipi, dan guratan panjang di dahi serta memar pada area bawah mulut. Dilihat lebih lama, Juan makin merasa kasihan padanya. Tubuhnya kurus sekali, hingga nyaris tinggal tulang.

"Juan, kenapa diam?"

Juan mengangkat bahu. "Motor itu memang milikku."

"Lalu?"

"Yah, begitu."

"Berarti kamu mengakui?"

"Soal apa? Eh, kamu mau makan mangga? Ada yang sudah matang." Menghindari dari topik soal motor, Juan melangkah ke pohon mangga yang berada di samping garasi. Pohonnya tidak terlalu tinggi dengan buah menggantung di hampir semua cabang pohon. Ia memetik beberapa mangga yang sudah setengah matang dan meletakkan di belakang kursi roda. Dara pernah mengatakan, kalau menyukai mangga setengah matang yang dicocol dengan garam. Menurutnya itu makanan enak.

"Juan."

"Ya."

"Jangan menghindar. Jawab saja!"

Dara yang tidak bisa dialihkan perhatiannya, mendongak dan menatap Juan yang berjalan di belakangnya.

Juan mendesah lalu mengangguk. "Iya, itu aku."

Mata Dara melebar. "Kalau begitu, kamu mengenalku?"

"Tentu saja."

"Lalu, memang bukan kebetulan kamu menolongku. Apakah kamu membuntutiku?"

Lagi-lagi Juan mengangguk. "Iya, dan sepertinya kamu tidak sadar."

Dara menggigit bibir bawah, mengingat kembali momen mengerikan malam itu. Sampai sekarang ia masih bergidik ngeri saat teringat dan mimpi buruk menerpanya hampir setiap malam. Ia mimpi terjatuh dan bangun dalam keadaan napas tersengal.

"Bagaimana aku bisa memperhatikanmu kalau aku panik."

"Ada apa dengan mobilnya? Bukankah itu keluaran terbaru?"

Dara menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Tapi, remnya blong. Aku bahkan berniat untuk melompat dari jendela, sampai akhirnya berpapasan dengan bus dan membuatku terguling."

Juan terdiam, mendengarkan cerita Dara. Ia melihat dengan mata kepala sendiri saat Dara terjatuh. Ia mencari cara untuk menyelamatkan wanita itu, sesaat sebelum mobil jatuh ke tempat yang lebih dalam dan terbakar. Untuk melakukan itu, ia menempuh banyak bahaya dan hampir kehilangan nyawanya sendiri. Malam itu, ia tidak peduli karena yang terpenting Dara selamat.

"Siapa yang merawat mobilmu."

"Salah seorang pegawai dan dia sudah lama ikut aku."

"Kamu tidak curiga padanya?"

Dara menggeleng. "Tidak. Sudah tua dan orang itu bekerja dari semenjak orang tuaku masih hidup."

"Kalau begitu, kita tidak usah mencurigainya. Lalu, siapa menurutmu yang melakukan? Suami, paman, atau kerabat barangkali."

Menatap heran pada Juan, Dara menyeletuk. "Kamu merasa kalau aku disabotase?"

Juan mengangguk. "Tentu saja. Bukankah itu terlihat jelas?"

Dara ternganga. "Si-siapa?"

"Bukan siapa, Dara. Lebih tepatnya, kenapa! Apa motifnya."

Sore berlalu tanpa ada jawaban. Dara masih tidak percaya dengan teori yang diungkapkan Juan tentang orang yang menyabotase mobilnya. Siapa? Jelas ia tidak punya bayangan. Paman berserta anak dan istrinya, adalah musuh bebuyutannya. Mereka selalu mencari kesempatan untuk berdebat dan membuatnya marah tapi, ia tidak pernah berpikir kalau mereka akan membunuhnya. Bagaimanapun juga, mereka keluarga dan ada hubungan darah.

Dendam DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang