Bab 9a

2.1K 410 28
                                    

"Aku tahu kamu pasti grogi."

"Keringat dingin, kaki gemetar, ingin muntah. Bisa nggak aku balik lagi?"

"Dara. Salah, ingat namamu Roxie."

"Tapi aku takut."

"Roxie, kamu direktur PT. Aganata. Bukan Dara istri Dani. Apa kamu paham?"

Dara berusaha memfokuskan diri. Ia menatap jalanan yang padat di Sabtu malam. Mencoba mengabaikan dadanya yang sesak karena grogi. Siapa yang tidak takut, setelah menghilang lebih dari setahun, ia harus kembali untuk menghadapi orang-orang yang pernah mencelakakannya. Satu dari mereka adalah musuhnya.

"Bagaimana kalau malam ini gagal? Maksudku, aku ketahuan."

Juan menoleh ke samping, tersenyum. "Kalau begitu, aku akan menggendongmu dan membawamu lari."

Dara ternganga. "Hah, jalan keluar macam apa itu?"

"Biar kamu nggak mikir macam-macam. Ingat saja, ada aku."

"Iya, ada kamu. Kita berdua menghadapi begitu banyak orang di pesta itu. Kita tidak tahu siapa lawan dan siapa kawan."

"Pernahkan kamu berpikir bisa jadi di antara mereka sendiri pun saling bertentangan."

Pertanyaan Juan membuat Dara tersadar akan sesuatu. Ia menoleh ke arah Juan dan berucap pelan, seakan heran karena ia baru mengingatnya. "Apa aku pernah cerita tentang hubungan Lewis dan Sandi yang tidak pernah akur?"

Juan mengangguk. "Pernah, dari penyelidikanku sampai sekarang pun masih. Meski Dani yang terpilih sebagai direktur, mereka tahu siapa penyokong di belakangnya."

"Sandi pasti marah. Aku tahu, dia menginginkan jabatan itu juga. Bisa dikatakan, di antara semua keluargaku, dia yang paling baik padaku. Agak kasihan melihatnya tersingkir."

Juan mengusap lembut bahu Dara. "Apa yang kamu tahu tentang mereka, simpan baik-baik di pikiranmu. Kini saatnya menghadapi mereka."

Saat mobil yang mereka naiki mulai mendekati area hotel, jantung Dara seperti dipompa keras. Ia menggenggam tisu dan berharap keringatnya terserap. Namun, ia tahu kalau apa yang ia lakukan sekarang tidak banyak membantu. Lewis dan Sandi adalah kerabatnya. Dani adalah suaminya, tapi rasanya seperti ingin menghadap setan.

Ia melirik Juan yang terlihat tampan dalam balutan jas hitam. Rambutnya yang panjang diikat ekor kuda. Malam ini mereka berperan sebagai sepasang kekasih sekaligus patner kerja. Diam-diam Dara bersyukur saat seperti ini ia tidak sendiri.

"Juan, apa kamu tahu aku dulu sering menderita serangan panik?"

Juan menoleh lalu mengangguk.

"Jadi kamu tahu?"

"Sedikit banyak aku tahu. Kapan awal mula kamu menderita itu?"

"Setelah kematian Kakek. Merasa sendirian di dunia dan dunia seperti mengukungku."

Percakapan mereka terjeda, mobil mengantri untuk masuk ke halaman parkir hotel. Banyak kendaraan mewah di depan dan belakang mereka, sepertinya para tamu hotel atau pesta yang diselenggarakan oleh Lotus Group. Para petugas sibuk mengatur lalu lintsa dan membantu mempermudah kendaraan memasuki hotel.

"Bukankah sekarang tidak lagi?"

Dara mengangguk. "Semenjak keluar dari rumah itu dan bersamamu, aku nggak lagi ngrasa memang."

"Bagus, kalau begitu fokus sama tujuan kita. Kalau kamu merasa panik, cari aku."

"Mencarimu? Lalu, kamu akan membawaku kabur?"

Dendam DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang