Setiba di parkiran, Sandi menghela napas panjang. Menoleh ke belakang dan menggelengkan kepala. Ia masih tidak percaya dengan tindakan yang dilakukan Lativa padanya.Gadis itu begitu berani dan liar, sengaja untuk memancing minatnya. Sialnya, ia jatuh dalam jeratan gadis itu sampai akhirnya tergoda untuk berciuman. Dari dulu ia selalu punya prinsip tidak akan bermain-main dengan gadis muda dan Lativa membuat aturannya berantakan. Menyentakkan pintu mobil hingga terbuka, Sandi berniat pulang dan menjernihkan pikiran.
**
"Aku sudah mendapatkan jadwal." Juan menatap Dara yang sedang berlatih memakai sepatu hak tinggi. Ia sendiri merasa ngilu, melihat betapa tinggi dan tipisnya hak sepatu itu. Ia takut kalau terpeleset akan jatuh dan keseleo.
Dara berputar di tempatnya berdiri, tersenyum ke arah Juan. "Kapan?"
"Minggu depan, di hotel Kencana. Kamu siapa?"
"Kenapa nggak? Ayo, kita serang mereka!"
Juan menahan dengkusan, melihat Dara berpose seolah hendak menyerang. Wanita itu akhir-akhir ini memang terlihat lucu dan menggemaskan, jauh berubah dari pertama kali mereka bertemu.
Dulu, ia sering mengamati Dara dari jauh. Melihat bagaimana wanita itu terlihat sangat pendiam dengan sikap yang dijaga. Jarang tersenyum dan postur tubuhnya tegap dan kaku. Rasanya seperti melihat manekin berjalan. Kini, keadaan berbanding jauh. Dara yang sekarang, jauh lebih menyenangkan untuk diajak bicara.
Memiringkan kepala dan kembali berlenggok ceria, Dara berucap lantang. "Kemarin, pas Bu Atifah datang kemari, dia kaget."
Juan menyandarkan punggung pada sofa. "Kaget kenapa?"
"Katanya, aku jadi gampang tertawa dan nggak lagi murung. Wah, aku jawab harus berterima kasih pada Juan. Karena dia yang mempengaruhiku sampai begini."
Juan tidak dapat menyembunyikan senyumnya. "Terima kasih. Ini sanjungan untukku."
"Trus, aku juga bilang sama Bu Atifah. Meskipun kita berdua terlihat dekat satu sama lain, sebenarnya hanya orang asing yang dipaksa untuk tinggal bersama. Kenapa? Karena sampai sekarang aku tidak tahu, laki-laki seperti apa yang menolongku. Masa lalunya, identitasnya, semua tersembunyi dengan rapi."
Dara mendekat, mengedipkan sebelah mata pada Juan yang terdiam. Ia tahu, ucapannya membuat Juan tidak nyaman tapi rasa ingin tahunya juga besar. "Jadi, siapa kamu?"
"Bukankah sudah kubilang, suatu saat nanti kamu akan tahu?"
"Kapan itu?"
"Kalau kamu berhasil merebut apa yang menjadi milikmu."
Menegakkan tubuh dan berdiri tepat di depan Juan, Dara mengibaskan rambutnya ke belakang. "Apa keuntungan buatmu kalau aku berhasil?"
Juan tersenyum kecil, menatap Dara dengan sebelah alis terangkat. Ia sedikit mengangkat tubuh, meraih lengan Dara dan memerangkap wanita itu dalam pelukan.
"Eh, apa ini." Dara merasa grogi dan kaget seketika.
"Hanya ingin memberitahumu, semangat. Kalau kamu berhasil menduduki kursi direktur lagi, kamu akan tahu siapa aku."
Mereka bertatapan untuk sesaat, sebelum Juan melepaskan pelukannya lagi. Dara menegakkan tubuh, mengatur napas untuk meredakan dadanya yang berdebar lalu tanpa kata melenggang pergi menuju kamar.
Membaringkan tubuh di atas ranjang, pikiran Dara berkelana tentang Juan yang selama ini mendampinginya. Laki-laki itu selalu menjaganya bahkan dalam keadaan terburuknya. Merawat saat ia lumpuh dan sakit. Menemani saat ia operasi di luar negeri dan selalu memberikan semangat. Juan adalah orang asing untuknya tapi banyak hal yang dilkaukan laki-laki itu seperti perlakuan seorang suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Dara
RomanceKisah Dara yang berusaha mencari tahu siapa yang mencelakainya. Dibantu Juan, si laki-laki misterius, Dara membalas satu per satu orang orang yangenyakitinya. Dari mulai suami, keluarga, hingga orang terdekatnya.