Lewis menatap Dani yang menunduk di depan setumpuk dokumen. Rapat tahunan akan diadakan bulan depan, selain membahas masalah laba rugi perusahaan juga akan menentukan siapa penerus jabatan direktur. Dara sudah hampir satu tahun menghilang, itu berarti layak dinyatakan mati dan tidak mungkin kembali menjabat sebagai direktur. Dengan begitu, posisi kosong dan harus diserahkan pada orang lain demi keberlangsungan perusahaan.
Posisi teratas dalam kandidat direktur adalah Dani. Lewis benci dengan kenyataan ini tapi ia mengakui kalau status Dani sebagai suami Dara yang membuat laki-laki itu masuk dalam daftar. Sedangkan dirinya yang berjuang seumur hidup untuk memajukan perusahaan, justru mendapatkan tempat nomor dua. Sungguh tidak masuk akal. Satu-satunya yang membuatnya senang masuk dalam daftar adalah ia bisa mengalahkan Sandi.
Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang dulunya ditempati Dara, Lewis berdehem. "Kamu rajin sekali akhir-akhir ini."
Dani mengangkat wajah dan tersenyum. "Apa maksud Paman dengan akhir-akhir ini? Sepertinya Paman lupa kalau aku tidak pernah absen?"
"Ya, absen bermain game maksudmu?" Lewis mendengkus keras. "Jangan membuatku muntah dengan mengatakan hal yang menggelikan."
Meletakkan pulpennya, Dani menatap Lewis dengan jengkel. Menurutnya, selain sang papa, Lewis adalah salah satu manusia yang tidak ia sukai. Terlalu banyak menuntut dan bersikap seolah penguasa atas dirinya. Kalau bukan demi jabatan direktur, Dani enggan berhubungan dengan orang tua di depannya.
"Paman datang ke sini untuk apa sebenarnya? Tidak mungkin hanya ingin menggangguku bekerja, bukan?"
Lewis bangkit dari kursi, berdiri menjulang di depan meja Dani. "Kamu jelas tahu apa maksud kedatanganku. Rapat akan diadakan sebentar lagi, aku harap kamu tidak melakukan hal konyol yang membuatmu ditendang dari daftar teratas."
"Hal konyol apa yang Paman maksud? Sepertinya Paman lupa kalau dibandingkan dengan Andreas, aku jauh lebih serius dalam bekerja."
"Jangan berlagak, Dani! Kita semua tahu kalau pekerjaanmu hanya melakukan hal remeh-temeh. Kamilah yang bekerja keras untuk membuatmu seperti sekarang. Jadi, dengarkan aku bicara!" Lewis menggebrak meja, menatap tajam pada laki-laki muda yang bersikap menantang padanya. "Jangan sekali-kali mengumbar kemesraan dengan kekasih gelapmu, jangan malas untuk ke kantor, jangan pernah meninggalkan rumah besar itu lagi, jangan melakukan sesuatu tanpa meminta pendapatku dulu. Kalau kamu langgar, aku tidak segan-segan menendangmu dari sini!"
Teguran Lewis membuat wajah Dani memerah. Ia merasa dipermalukan. "Kenapa tidak sekalian kalian ikat leherku," desisnya.
"Oh, aku akan melakukan itu dengan senang hati. Aku yakin, papamu pasti setuju!" Lewis menjawab dengan senyum sinis.
Dani menghela napas panjang. "Jangan sangkut pautkan semua dengan papaku."
"Tidak bisa. Ingat! Siapa yang menopang perusahaan kalian. Jadi, tetaplah jadi anak baik dan dengarkan ucapanku. Kalau tidak, perusahaan keluarga kalian aku jamin gulung tikar dalam waktu satu tahun."
Setelah melontarkan ancaman terakhir, Lewis meninggalkan kantor Dani tanpa menoleh lagi. Ia merasa sudah cukup bicara dan memberi peringatan. Harusnya, Dani lebih tahu diri untuk tidak macam-macam dengannya.
Sepeninggal Lewis, Dani melampiaskan kemarahannya dengan melempar pensil ke pintu. Ia mengutuk dirinya sendiri yang tidak berdaya di depan Lewis. Laki-laki itu mencengkeram erat lehernya dan membuatnya susah bernapas.
"Sial!" Ia memaki keras dan sedikit kaget saat mendapati pintu terbuka.
"Hallo, Kak. Apa aku mengganggu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Dara
RomanceKisah Dara yang berusaha mencari tahu siapa yang mencelakainya. Dibantu Juan, si laki-laki misterius, Dara membalas satu per satu orang orang yangenyakitinya. Dari mulai suami, keluarga, hingga orang terdekatnya.