Bab 7b

1.8K 401 18
                                    

"Untuk orang yang ingin balas dendam, kamu terhitung sangat santai."

Juan yang baru saja datang, menggoda Dara yang sedang duduk di sofa ruang tamu dengan setumpuk dokumen. Wanita itu tersenyum.

"Benarkah aku santai? Kamu nggak lihat betapa banyak yang harus aku pelajari?" Ia menunjuk tumpukan dokumen. "Nggak pernah sebelumnya, aku belajar begini banyak. Bahkan saat Kakek masih hidup."

"Semua kamu perlukan nanti. Setidaknya, kalau kita mau berperang, harus tahu apa yang akan kita hadapi."

"Memang, karena itu aku nggak komplen. Bagaimana? Berhasil?"

Juan membuka topi dan kacamatanya, berikut sarung tangan. Dari dalam jaketnya ia mengeluarkan bungkusan dan menyerahkannya pada Dara.

"Aku harus berhati-hati saat menyamar masuk ke rumah itu. Untunglah, tukang sayur tidak banyak bicara saat aku ikut mereka masuk ke dalam."

Dara menimbang benda di tangannya dan terasa berat. "Mungkin karena Bu Atifah memberitahunya?"

Juan mengangguk. "Bisa jadi. Aku mengangkut banyak sayuran dan daging, Bu Atifah menungguku sambil mencatat. Setelah itu kami mencari tempat di luar jangkaun CCTV dan dia memberiku itu diam-diam. Untung saja, dibungkus dengan kantor keresek jadi tidak terlalu mencurigakan."

Membuka bungkusan di tangan, Dara menggelar isinya di atas meja. Semuanya berupa perhiasan mahal baik berlian maupun batu permata. Juan menatap barang-barang itu dan mendesah. "Wow, banyak sekali."

"Apakah kita akan menggunakan semuanya?" tanya Dara.

Juan menggeleng. "Tidak perlu. Aku hanya ingin kamu menjual dan kita bisa pindah ke apartemen yang bagus, berikut menyewa ruangan untuk kantor mungkin selama enam bulan. Jangan lupa merekrut beberapa pegawai magang."

Dara terbelalak. "Kita akan punya pegawai sungguhan?"

"Nggak, mereka dibutuhkan saat Lewis atau Dani ingin ke kantormu. Selebihnya, cukup kita berdua di sana."

Dara tersenyum, mulai mengerti dengan jalan rencana Juan. Ia menatap laki-laki itu dan bertanya. "Apa kamu melihat Dani?"

"Ada, sekilas melihatnya sedang minum kopi di balkon lantai dua."

"Tumben, biasanya dia belum bangun. Apa karena isu yang beredar tadi malam?"

"Isu apa?"

Dara menyorongkan ponselnya dan menyerahkan pada Juan. "Dani kepergok keluar dari apartemen Tanya. Mereka bahkan terlihat berciuman di lobi."

"Kenapa bisa masuk kolom gosip?" tanya Juan.

"Karena Tanya orang terkenal."

Mengembalikan ponsel pada Dara, Juan berdehem. "Kamu nggak apa-apa?"

Menghela napas panjang, Dara menyandarkan tubuh ke punggung kursi. Setiap kali Juan bertanya apakah dia baik-baik saja? Ia tidak tahu jawabannya. Yang jelas, ia merasa marah dan dendam pada Dani. Karena laki-laki itu telah memanfaatkannya. Ia juga punya kecurigaan kalau Dani-lah yang membuatnya celaka. Meski belum bisa dibuktikan sekarang, tapi ia akan mencari tahu.

"Aku merasa kesal. Bukan karena dia mengkhianatiku tapi karena dia bermain-main saat sudah punya kedudukan."

"Salahkan pamanmu yang mendukungnya."

"Ehm, mereka sama saja."

Juan bangkit dari kursi, menuju dapur. "Aku akan masak makan siang. Kamu lanjutkan saja membaca. Kita makan mi pangsit. Mau?"

Dara mengangguk, matanya mengikuti punggung Juan yang menghilang ke arah dapur. Ia meraih kalung berlian dan menimangnya di tangan. Besok, kalung ini akan berpindah pemilik. Semua ia lakukan demi mendapatkan kembali apa yang menjadi miliknya.

Dendam DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang