"Jangan libatin Mike di sini!" Mika berujar sambil berjalan ke arah Pak Dalton, Tata dan juga Alvez yang tengah berdiskusi di ruang tamu.
Dia kira, Tata dan Pak Dalton akan membereskan semua ini sendiri. Tapi nyatanya, mereka malah ingin melibatkan Mike. Mika tidak mau Mike terluka nantinya.
Mika hanya tidak ingin kembarannya itu mengalami hal yang sama seperti Zhiva.
Akibat kebencian dari para fans, mereka semua dijadikan korban. Fans memang seberkuasa itu pada pekerjaan yang telah ia guyomi saat ini.
"Mika ... please ngertiin, ini demi kebaikan kamu juga."
Mika menggeleng sambil menatap Tata. "Kita cuma lakuin klarifikasi di akun official Vagarious. Kenapa sampe harus konferensi pers juga?"
"Berita lo udah nyebar, Mik. Percuma kalo cuma klarifikasi doang. Ini nggak mudah." Alvez mencoba memberi pengertian pada Kekasihnya itu.
"Biar gue yang ikut konferensi pers. Gak usah bawa-bawa Mike," ujar Mika.
"Mika, ini bahaya." Pak Dalton ikut berujar.
"Gue gak peduli selama itu bukan Mike," ujar Mika lalu berlalu ke arah kamarnya.
Melihat Mika berjalan, Alvez menyusul cewek itu.
"Apa? Lo mau gue setuju sama rencana lo bertiga hah?" tanya Mika ngegas saat Alvez menarik tangannya.
Alvez mengangguk, "Lo setuju, ya? Gue takut lo kenapa-napa."
"Gue gak mau numbalin Mike di sini, Vez!" Mika menghempaskan tangan Alvez.
"Pikirin diri lo sendiri, Mika Achazia!" bentak Alvez, membuat Mika terkejut. Baru kali ini ia mendengar bentakan Alvez, terdengar menyeramkan di telinganya.
"Lo gak ngerti rasanya kehilangan," ujar Mika lirih. Kepalanya menunduk, tak berani menatap Alvez.
Alvez menghela napasnya, berusaha menenangkan emosi dan pikirannya. Dia kemudian menarik tubuh Mika untuk dipeluknya.
"Gue cuma gak mau lo kenapa-napa. Mike cuma ngegantiin lo buat konferensi pers, udah itu pulang. Gak ada hal lain lagi, Mik," ujar Alvez sambil menciumi rambut gadisnya.
Mika tetap menggeleng. "Gue mohon, gue gak mau kejadian di masa lalu terulang lagi," ujarnya lirih.
Alvez memejamkan matanya, berusaha menjernihkan pikirannya. Lalu kepalanya mengangguk menyetujui, "Gue ikut sama lo kalo gitu."
"Mike ...." Mendengar panggilan itu, Mika dan Alvez menoleh. Cowok itu segera melepaskan pelukannya pada Mika saat melihat Maru berdiri tepat di belakangnya.
"Gue mau ngomong sama Mike, ah bukan, Mika maksud gue," ujar Maru, tertawa di akhir.
Mika menoleh pada Alvez dengan dahi yang mengernyit. Sementara cowok itu balas menatapnya dengan senyuman.
"Gak papa," ujar Alvez tanpa suara. Setelah mengacak rambut Mika, Alvez berjalan menjauh.
"Lo temen dia?" Tak perlu basa-basi, Maru langsung bertanya ke inti.
Tentu saja dia yang dimaksud di sini adalah Zhiva.
"Dia temen gue," balas Mika pelan.
Mendengar itu, Maru langsung menunduk. "Gue minta maaf, karena gue, Zhiva ...." Maru tidak bisa kembali melanjutkan perkataannya. Suaranya seolah tertelan di tenggorokan.
Matanya memburam seiring dengan kenangan-kenangan indahnya dengan Zhiva di masa lalu muncul di pikirannya.
Mika berdecih sinis, "Kenapa lo baru minta maaf sekarang, Kak? Permintaan maaf lo udah gak laku lagi, ck."
Mendengar pernyataan sinis dari Mika, Maru menunduk. "Gue tahu gue salah. Untuk kejadian di masa lalu, gue minta maaf yang sebesar besarnya ke lo. Gue cinta sama Zhiva, Mik."
Mika terdiam, ingatannya terlempar pada kejadian masa lalu. Di mana senyuman yang setiap hari itu datang, lalu tergantikan dengan wajah tanpa ekspresi ketika sahabatnya itu memulai hubungan dengan Maru.
"Lo tahu kesalahan lo? Kenapa lo setega itu buat macarin Zhiva! Kalo lo gak pacarin dia waktu itu, Zhiva gak mungkin pergi!" teriak Mika. Sambil menatap Maru dengan tatapan nyalang.
"Cinta gak bisa milih pada siapa harus jatuh, Mik. Gue gak tahu cinta gue ke Zhiva itu bakal jadi boomerang tersendiri buat gue. Kalo pun gue bisa milih, mungkin gue gak bakal milih Zhiva, Mik."
"Walaupun lo tahu, kalo dengan terbongkarnya isu pacaran kalian, bakal bikin Zhiva dalam bahaya? Gitu?" Mike menatap Maru tak percaya."Lo egois banget, Kak."
Maru memejamkan matanya, dia tahu perkataan dari Mika menyakitinya. Tapi dia juga akan melakukan hal yang sama jika itu terjadi pada sahabatnya. "Zhiva yang nyuruh gue buat ngepublikasiin hubungan gue sama dia."
"Kenapa dia harus ngelakuin itu?" tanya Mika tak percaya.
"Dia cuma gak pengen pacaran sembunyi-sembunyi lagi."
Mendengar itu, tubuh Mika merosot ke lantai. Kenapa? Kenapa Zhiva sekeras itu terhadap sebuah hubungan? Apa salahnya mengesampingkan ego dan menjalani hubungan sembunyi-sembunyi?
"Lo gak perlu ngerasa bersalah selama bertahun-tahun gitu, Mik. Lo sama sekali gak salah di sini," ujar Maru sambil menatap Mika sendu.
Mika mendongak, menatap cowok yang lima tahun lebih tua darinya itu. Tatapan tulus dari Maru ia dapatkan. Maru mengulurkan tangannya, membantu Mika untuk berdiri. Cewek itu langsung membalas uluran tangan Maru.
"Lo tahu? Sampe sekarang, gue gak bisa jatuh cinta ke cewek lain, selain Zhiva," ujar Maru sambil tersenyum pahit.
"Gue cuma gak bisa lupain dia," lanjut Maru lirih.
"Kenangan Zhiva emang gak bisa diganti pake apapun. Tapi apa salahnya lo coba suka sama cewek lain, Kak?"
Mulai sekarang, Mika akan mencoba ikhlas dengan kepergian Zhiva. Dan tidak menyalahkan semuanya pada siapapun atau dirinya.
"Gimana kalo lo?" Mendengar itu, Mika menoleh lalu berdecih sinis.
"Kalo Alvez denger, lo bisa mati pake laser matanya," ujarnya sambil terkekeh.
Maru terkekeh mendengarnya. "Becanda, lo udah gue anggep adek sendiri, Mik."
"Gue gak mau nambah Kakak. Cukup Mike aja yang jadi beban," sarkas Mika sambil mendengus.
Dan hal itu membuat Maru lagi-lagi tertawa.
***
TBCSampai jumpa dipart selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
RUBATOSIS [SEQUEL L&H]
Humor[Follow dulu sebelum membaca] [End] *** Mikala Achazia Pratama, hanyalah seorang Mahasiswi biasa yang berusaha menyelesaikan pendidikannya di sebuah Universitas. Hingga kembaran gilanya datang, memintanya untuk menyamar menjadi pria dan memporak-por...