BAB 26

3.3K 461 12
                                    

Votenya dong, kalau gak vote berarti kita gak temenan--!

Salfok sama bab 25, masa di sumpahin dulu baru mau vote😂

Yaudah deh, kali ini gue sumpahin buat yang vote jadi kaya cuma rebahan sambil baca wp doang😭🤌

****

Suara riuh tepuk tangan mengalun ke seluruh aula akademi. Semua murid bertegur sapa sembari melontarkan kata selamat ke kakak kelas yang menghabiskan masa terakhir akademinya.
 
“Kak, selamat!” puji Carissa memberi bunga ke arah Carlez. “Aduh, udah nggak kerasa ya, kakak udah mau nikah aja.” Gadis itu terkekeh geli.
 
Carlez menerima bunga dari Carissa, dan mengacak rambut adiknya gemas. “Tenang, nanti kakak dapet anak kayak kamu.”
 
Carissa memukul lengan Carlez pelan. “Kakak bisa aja,” gadis itu kemudiam tersenyum. “Emang ada yang mau sama kakak?” ejeknya dengan tampang tidak berdosa.
 
Carlez mendengkus. “Udah deh, urusan ejek-mengejek mah, kamu yang menang.”

Carlez dan Carissa sontak tertawa. Keduanya langsung berjalan beriringan menuju di mana Leon, Ashton, Liona dan Rolia berada.
 
“Kak ipar, selamat!” Ashton merangkul pundak Carlez. “Boleh lah ya, dapat restu dari kak ipar?”
 
Carlez tertawa. “Tidak boleh, soalnya kau tidak termasuk kriteria adik ipar yang baik,” ucapnya bercanda.
 
Ashton mencebik. “Iyaiyaiya, terserah kakak ipar deh.” Laki-laki itu berganti merangkul pundak Carissa. “Yang penting cintaku tidak bertepuk sebelah tangan,” ucapnya mencium pipi Carissa yang mengundang tatapan cemburu dari Leon.
 
“Ck,” decaknya mengalihkan pandangan asal tidak bertatap muka dengan Carissa.
 
Carissa yang menyadari itu terkekeh. “Ada yang cemburu nih? Makanya, cari yang lain dong biar gak cemburu,” sindir Carissa bersamaan dengan Ashton yang menyunggingkan senyum miring ke arah Leon.
 
Leon melotot sebal. “Dasar laki-laki sialan,” umpatnya menggigit kuku sambil menggumamkan kata-kata umpatan untuk Ashton.
 
“Carissa, kantin yuk?” ajak Ashton memegang tangan Carissa dan menautkannya diantara jemarinya.
 
Carissa mengangguk. Kedua pasangan itu lalu pergi menghilang di telan tembok saat keduanya berbelok untuk pergi menuju kantin akademi.
 
“Yang Mulia, kita pergi ya?” tanya Liona dan Rolia membungkuk di hadapan Carlez. “Sekali lagi, selamat ya,” pamit Liona dan Rolia yang berjalan beriringan menuju kerumunan gadis bangsawan lainnya.
 
Kini, hanya tinggal Carlez dan Leon. Keduanya sama-sama diam, keadaan hening dan mendadak canggung.
 
“Hm, sebenarnya sih, aku merestui kau dengan adikku,” kata Carlez yang tidak tahan dengan keadaan mereka yang canggung. “Tapi, yah, karena itu kebahagiaannya, aku bisa apa?” laki-laki itu mengedikkan bahu.
 
Leon hanya diam mendengarkan. Carlez kemudian melaju selangkah untuk menepuk pundak Leon dua kali.
 
“Mungkin, ada kalanya dia berubah pikiran, bukan? Mungkin juga, Carissa adalah jodohmu,” ujar Carlez lalu pergi ke arah teman satu akademinya.
 
Leon mendengkus geli. “Kemarin Ayah, sekarang Putra Mahkota. Kenapa mereka bilang aku dan dia jodoh? Bisa jadi kami jodoh tapi tidak bisa bersatu,” gumamnya menatap ke bawah dengan miris.
 
☆☆☆
 
Ruangan yang di hiasi pernak-pernik serta ukiran emas, Kaisar menatap ke jendela dengan tatapan datar.
 
Loyd meneguk ludahnya kasar. Melihat ekspresi Kaisar yang datar, Loyd bisa menjamin bahwa Kaisar tengah merencanakan rencana licik di kepalanya.
 
Lagi-lagi, ksatria bayangan itu berpikir apa yang ada di otak Kaisar?
 
Suara ketukan dari luar ruangan mengalihkan fokus Loyd dan berjalan ke arah pintu untuk membukanya.
 
“Hai, Loyd,” sapa seseorang di balik pintu.
 
Loyd tersenyum, laki-laki itu membungkuk mempersilahkan orang itu masuk.
 
“Salam Yang Mulia Grand Archduke,” sapa Loyd.
 
Lian tertawa. “Kau selalu kaku. Tidak bisa kah, kau berbicara santai padaku? Dan lagi, kenapa gelarku sangat banyak di banding muridku?”
 
Loyd hanya tersenyum, ingat senyum kali ini paksaan.
 
Ini orang apa gimana sih? Emang seuatu. Gimana Kaisar bisa menjadi muridnya? batin Loyd menggerutu.
 
“Gelarku hanya Grand Archduke, lalu kenapa kau tambahkan Yang Mulianya?” tanya Lian mengetukkan jarinya ke dagu berpikir. “Nanti muridku iri, bagaimana?”
 
“Guru, ternyata kau sudah datang?” sela Kaisar menopang dagu di meja dan menatap Lian.
 
Loyd yang mendengar itu menghela napas lega. Kaisar telah menyelamatkannya dari ocehan laki-laki yang ada di depannya ini.
 
Lian menoleh ke arah Kaisar, dan tersenyum sumringah menghampiri lelaki itu. “Ternyata muridku sudah besar!” seru Lian menepuk-nepuk kepala Kaisar layaknya anak kecil.
 
Kaisar mendengkus, ia dengan kasar menepis tangan Lian yang ada di kepalanya. “Aku bukan anak kecil lagi–“
 
“Iya-iya. Kau mah, nggak pernah kecil. Otakmu itu seperti orang dewasa, kau puas?” tanya Lian mencebik kesal. “Dasar licik,” makinya pelan.
 
Kaisar tertawa. “Kau tidak ada bedanya dengan anakmu. Sama-sama menyebalkan dan pengganggu,” sindir Kaisar membuat Lian terdiam dengan perasaan dongkol.
 
“Kenapa kau tidak balik kecil lagi, sih? Aku merindukan dirimu yang kecil dulu, yang selalu takut dengan ancaman ku.”

I Become an Evil Princess [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang