"Kalo seandainya bunuh diri itu nggak dosa. Mungkin, aku udah melakukan itu dari lama. Aku capek dan aku cuma mau hidup dengan damai."
-Lavanya Aurora
Hari sudah cukup sore. Langit yang semula terik kini mulai sedikit meredup tetapi, bukan sebagai pertanda bahwa ia akan menurunkan hujan. Lava memang sengaja mengulur sedikit waktu pulangnya dengan memilih untuk membaca buku di perpustakaan sampai sang penjaga meminta Lava untuk segera pulang karena perpustakaan tersebut harus segera ditutup. Dan kini, gadis itu sudah berdiri di depan gerbang rumah milik Pamannya. Berulangkali menatap gerbang yang tertutup rapat, berulangkali pula ia membalikkan tubuhnya dengan maksud ingin kembali pergi tetapi, ia tidak tahu harus pergi kemana.
Lava menghela napasnya hingga beberapa kali sembari merapalkan berbagai macam do'a untuk keselamatan tubuhnya. Berharap bahwa Bu Intan tidak mengadukan kejadian tadi kepada Pamannya. Meskipun pada akhirnya ia tidak jadi menerima surat skors tetapi, ia masih ragu jika gurunya tidak mengadu, mengingat keduanya memiliki hubungan kekerabatan yang kuat. Apalagi, Pamannya pernah meminta kepada Bu Intan agar selalu memberitahukan perkembangan Lava selama di sekolah. Jika boleh jujur, ia sendiri sebenarnya merasa tidak nyaman jika semua hal yang ia lakukan di sekolah selalu dipantau dan setiap ia melakukan kesalahan sekecil apa pun pasti selalu diketahui oleh Pamannya dan berakhir dengan mendapatkan hukuman.
"Bismillah, semoga kali ini nggak akan kenapa-kenapa."
Setelah mengatakan hal itu, tangannya bergerak untuk membuka pintu gerbang secara perlahan. Langkah kakinya semakin melambat ketika melihat Pamannya sudah berdiri di depan pintu, seolah sedang menyambut kedatangannya.
Lava berusaha untuk tersenyum meskipun yang ia dapatkan hanya tatapan tajam dari Pamannya dan hal itu tentu saja membuat Lava semakin takut. Rasanya, ia ingin berbalik saat ini juga tetapi, jika ia melakukan itu sudah pasti akan semakin menambah masalah.
Langkah kakinya berhenti tepat di hadapan Toni, ia menjulurkan tangannya untuk mencium tangan Toni. Namun, yang ia dapatkan adalah sebuah tamparan keras, membuat pipinya kembali terasa sakit.
"Ini apa?!"
Lava menatap layar ponsel yang ditunjukkan oleh Toni. Dilihatnya sebuah video yang menunjukkan bahwa dirinya sedang berpelukan dengan Zergan yang kemudian memancing amarah dari gurunya serta menarik perhatian beberapa orang yang berada di kantin. Matanya tidak sengaja menangkap siapa pengirim video tersebut dan ternyata orang itu adalah Xavi.
Dengan cepat, Lava mengubah posisinya menjadi berlutut di depan kaki Toni. Ia melingkarkan kedua tangannya pada kaki tersebut bermaksud untuk memohon agar Toni mau mengampuninya. Namun, ternyata yang ia dapatkan adalah tendangan keras hingga membuat lingkaran tangannya terlepas. Tidak lama kemudian, ia kembali bangkit dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
"Lava minta maaf, Paman."
"Sengaja memilih untuk nggak mengikuti perlombaan biar kamu bisa punya banyak waktu buat pacaran sama banyak cowok, iya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Guntur ; BAD BOYFRIEND [SUDAH TERBIT]
Подростковая литература[Tersedia di Shopee Galeriteorikata atau dianacheapy] "Aku cuma mau merasakan kebahagiaan." -Lavanya Aurora. "Gue akan berusaha menghancurkan kebahagiaan lo. Apa pun caranya." -Guntur Madhava. *** Satu kesalahan fatal yang dilakukan oleh Guntur meny...