"Ada kebahagiaan tersendiri ketika gue berhasil membuat lo terluka, apalagi hancur."
-Guntur Madhava
"Cukup sakit ketika sosok yang dulu selalu menjadi pelindung, kini berubah menjadi pencipta luka paling hebat. Tapi anehnya, perasaan itu masih belum juga menghilang."
-Lavanya Aurora
Acara pemakaman baru saja usai sejak sekitar 10 menit yang lalu. Suasana yang semula terlihat ramai kini mulai sedikit sepi karena banyaknya orang yang memilih untuk meninggalkan lokasi. Sementara Guntur masih setia berjongkok di dekat gundukan tanah merah tersebut. Tanah yang di dalamnya terdapat sosok paling berarti bagi Guntur. Laki-laki itu kemudian memejamkan mata sembari menghela napas. Satu tetes air mata turut serta mengalir di pipinya ketika ia sedang memejamkan mata. Namun, dengan sesegera mungkin, Guntur menghapus air mata tersebut. Ia tidak mungkin menunjukkan sisi lemahnya di depan Lava.
"Guntur mau pulang sekarang nggak?"
Guntur mengabaikan perkataan Lava. Emosinya saat ini sedikit stabil tetapi ia masih tetap menyalahkan Lava atas kematian mamanya. Laki-laki itu masih saja menatap Lava dengan tajam setiap kali keduanya saling berpandangan. Namun, sampai saat ini Guntur masih tetap memilih diam tanpa memberikan alasan pasti kemarahannya kepada Lava.
"Aku tahu banget gimana perasaan kamu sekarang, Tur. Kalo kamu mau nangis nggak masalah, kok. Walaupun kamu cowok, tapi bukan berarti kamu nggak boleh nangis. Kalo kamu malu, kamu bisa nangis di pelukan aku. Biar aku tutupi tangisan kamu. Biar nggak ada yang tahu kalo kamu lagi nangis." Lava mengulas senyumannya kemudian merentangkan kedua tangan, bermaksud untuk mengajak Guntur masuk ke dalam pelukan tersebut.
"Nggak usah sok perhatian!"
Senyuman yang semula berusaha ditunjukkan oleh Lava pun perlahan mulai memudar. Ia menekuk bibirnya dengan tangan yang mulai ia turunkan. Merasa kecewa dengan tanggapan yang diberikan Guntur. Padahal ia hanya ingin membuat Guntur menjadi lebih kuat, ia hanya ingin memberikan Guntur kenyamanan. Tetapi rupanya, ia memang bukan tempat ternyaman bagi laki-laki itu.
"Kamu kenapa keliatan marah banget sama aku pas Mama kamu meninggal? Emangnya aku salah apa?"
Guntur mengangkat satu sudut bibir kemudian memilih untuk bangkit dari posisi berjongkoknya. Sementara Lava mendongakkan kepala untuk bisa melihat wajah Guntur dengan jelas.
"Salah apa? Lo itu emang polos atau cuma sok polos sih, Va?"
Lava mengerutkan dahinya. Tidak mengerti dengan maksud dari pertanyaan Guntur. Merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini, Lava pun memilih untuk bangkit agar lebih sejajar dengan Guntur.
"Maksud kamu apa?"
"Nggak usah pura-pura bego!"
"Aku nggak tahu kamu ngomong apa, Tur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Guntur ; BAD BOYFRIEND [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[Tersedia di Shopee Galeriteorikata atau dianacheapy] "Aku cuma mau merasakan kebahagiaan." -Lavanya Aurora. "Gue akan berusaha menghancurkan kebahagiaan lo. Apa pun caranya." -Guntur Madhava. *** Satu kesalahan fatal yang dilakukan oleh Guntur meny...