"Ketika gue mulai sadar bahwa kehadiran lo emang berarti, kenapa selalu ada hal yang harus terjadi lagi?"
-Guntur Madhava
Guntur memasukkan koper milik Lava ke dalam bagasi taksi yang akan ditumpanginya. Kunci rumah baru saja diserahkan kepada pemilik baru yang sudah siap menempati hari ini. Lava menghela napas, menoleh ke arah rumah yang penuh dengan kenangan. Berat rasanya meninggalkan kota Jakarta, meski selama ini Jakarta tidak selalu bersahabat dengan dirinya-tidak selalu mampu memberikannya kebahagiaan. Tetapi, kota ini merupakan saksi bisu dirinya bisa bertahan sampai sejauh ini.
Mata Guntur tidak bisa berbohong bahwa saat ini ia enggan untuk melepaskan Lava meski perempuan itu hanya pergi untuk menemui ayahnya. Dan bahkan seharusnya, hari ini Guntur ikut bahagia jika hal yang selama ini Lava inginkan akan segera ia dapatkan. Tetapi, hatinya berkata lain. Guntur tidak ingin Lava pergi dari sisinya meski hanya untuk sesaat, meski nanti mereka tetap bisa saling berkomunikasi bahkan berjumpa lagi.
Gerakan tangan Guntur pada rambut Lava, membuatnya terpaku. Guntur menelusuri rambut hitam itu dengan lembut, merapikan bagian yang sedikit berantakan akibat tersapu oleh angin. Menghela napas, Guntur meminta Lava untuk mendekat agar ia bisa menyalurkan pelukannya pada perempuan itu.
"Kalo udah sampe jangan lupa kabarin gue. Oke?"
Lava hanya mengangguk dalam pelukan itu. Ikut merasakan bagaimana hangatnya tubuh Guntur ketika memeluknya. Menghalau angin yang tengah menerpa dengan cukup kencang. Lava berhasil menemukan kenyamanan itu lagi pada sosok Guntur. Tetapi sayangnya, saat ini ia tidak punya siapa-siapa lagi sehingga pilihan terakhir adalah ayahnya. Lava tidak ingin merepotkan Guntur atau siapa pun yang bukan keluarganya. Lagi pula, membayangkan bagaimana rasanya bisa tinggal bersama dengan orang tua-sepertinya begitu menyenangkan-apalagi, jika hal itu benar-benar dapat ia rasakan.
"Padahal lo nggak jadi dikeluarin dari sekolah, Va. Guru sama kepala sekolah udah mempertimbangkan kasus ini, mengingat lo juga cuma korban jadi mereka membatalkan keputusan itu."
"Nggak masalah. Sekolah itu udah terlalu buruk buat aku. Semua orang udah beda, nggak ada yang perlu aku harapkan di sana selain ijazah. Aku bisa nyoba memulainya lagi di tempat baru."
Lava menarik kedua sudut bibirnya dengan lebar. Menjauhkan tubuhnya dari pelukan itu. Ia mendongak, menatap Guntur yang tak menunjukkan ekspresi bahagia. Wajahnya datar dan dingin, tetapi matanya masih menatap dengan teduh. Lava suka itu, jika saja pada bola mata Guntur tidak terlihat cairan bening, seolah siap untuk mendobrak pertahanannya dan mengalir di pipi milik Guntur.
"Yakin nggak mau gue beliin kontrakan atau rumah buat lo aja? Papa memberikan gue akses bebas, kok, buat make uangnya. Gue juga biasa hambur-hambur nggak jelas. Jadi, buat beli rumah kecil atau kontrakan satu doang nggak akan ketahuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Guntur ; BAD BOYFRIEND [SUDAH TERBIT]
Dla nastolatków[Tersedia di Shopee Galeriteorikata atau dianacheapy] "Aku cuma mau merasakan kebahagiaan." -Lavanya Aurora. "Gue akan berusaha menghancurkan kebahagiaan lo. Apa pun caranya." -Guntur Madhava. *** Satu kesalahan fatal yang dilakukan oleh Guntur meny...