22. Saling Egois

2.8K 369 76
                                    

Sya meremas ponselnya yang menempel di telinga tetapi tidak juga tersambung seseorang di seberang sana. Sudah keempat kali perempuan itu berusaha menghubungi seseorang itu, tetapi hasilnya tetap nihil. Sya tersenyum dan tertawa kecil. Seharusnya memang dia tidak menghubungi seseorang itu karena tentu akan mengganggu apapun yang sedang dilakukan di sana.

Sya menatap layar ponselnya. Jadinya mengarah ke room chat yang isinya memang tidak seberapa. Perempuan itu mengetik kalimat singkat yang entah akan dibaca kapan. Sya hanya melakukan tugasnya sebagai istri, menantu, dan kakak ipar.

Selesai mengirim pesan, Sya masuk kembali ke ruang inap tempat adik iparnya berbaring. Ada Hani juga yang duduk di kursi samping ranjang putrinya. Setelah penerimaan Heni terhadap Lintang, keadaan Lintang membaik dan boleh dipindahkan di ruang inap biasa. Begitupun dengan Heni yang sudah merasa baik sehingga memilih menemani putrinya.

Ruang inap itu terlalu bagus bagi Sya. Ruang inap dengan dua bagian yang terdekat dinding. Sebuah bagian yang Lintang gunakan dilengkapi dengan ranjang, nakas, dan kursi untuk menemani pasien. Di pojok terdapat sofa yang cukup untuk dua sampai tiga orang beserta meja. Sementara itu, bagian lain berisi ranjang pula yang dapat digunakan untuk beristirahat keluarga pasien. Tidak lupa dilengkapi dengan AC, kamar mandi, televisi, dan kulkas.

"Mas Awan ke mana, Mba?" tanya Lintang dengan suara lemah dan lirih. Pandangan Heni pun mengarah kepada Sya sebab mempertanyakan keberadaan putranya yang menghilang sejak tadi.

Sya membuka botol di atas meja dan mendudukkan diri di sofa. "Ada urusan di luar, sebentar lagi datang," jawabnya berusaha menutupi apa yang sebenarnya nyata di depan mata. Sya menengguk cairan bening itu hingga tersisa setengah. Ditariknya nafas dalam dan dihembuskannya dengan pelan.

"Sya," panggil Heni membuat Sya menoleh kepada ibu mertuanya.

"Ya, Bu?"

"Pulanglah sebentar. Ambil salin lintang, terutama kerudung," minta Heni yang diangguki oleh menantunya.

Sya bangkit dan mengambil tas miliknya. Perempuan itu mendekati ranjang adik iparnya untuk berpamitan kepada Heni yang terus mengikuti arah geraknya.

"Sya pulang dulu, Bu. Mas Awan seharusnya nggak lama ke sini," kata Sya meraih tangan wanita itu.

"Tenang aja, di sini ada perawat."

Sya mengangguk.

"Ndak usah langsung ke sini, tidur bentar. Nanti malem ndak apa-apa," kata Heni mengalihkan pandangannya saat Sya melipat dahinya.

"Naik taksi online aja. Nanti ke sini minta Pak Amin anter," lanjut Heni sambil membenarkan selimut putrinya.

Sya yang terdiam sesaat akhirnya mengangguk dan berlalu keluar. Langkahnya pelan menuju jalan depan dengan tangan yang mengotak-atik ponsel memesan taksi online. Sambil menunggu, Sya berdiri saja menatap kendaraan yang berlalu lalang di depan rumah sakit. Mengingat kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Heni tadi membuat Sya berpikir malaikat apa yang sedang mengelilingi wanita itu hingga tidak ada kalimat pedas yang terlontar. Mungkinkah keadaan Lintang yang membuat ibu mertuanya sedikit memandangnya manusia?

Sya tersadar dari keterdiamannya saat sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Tidak lama kemudian, kaca mobil diturunkan hingga menampilkan wajah pria cukup tua tersenyum ke arahnya.

"Mba Kasyaira?" tanya pria itu.

Sya mengangguk.

"Ayo naik, Mba."

Sya membuka pintu penumpang belakang dan mendudukkan diri di sana dengan mata yang terus menatap jendela. Tidak ada obrolan apapun sebab Sya memilih untuk tidak membukanya. Pria di balik kemudi sesekali melihat Sya dari cermin yang menggantung di sana. Baginya, ada banyak sesuatu yang rumit dan berat ketika sekali saya melihat wajah penumpangnya tersebut.

MENGIBA CINTA DALAM SATU SURGA(SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang