12. Menerima Diri

2.3K 285 26
                                    

Awan menggeliat pelan dengan mata yang mengerjap. Laki-laki itu merasa tubuhnya lengket dan gerah. Dengan mata yang belum terbuka sempurna, Awan melirik jam yang terduduk di nakas.

"Astaghfirullah!" pekiknya saat melihat jarum pendek sudah hampir melewati angka 2. Awan langsung bangkit dan terduduk mengumpulkan kesadarannya. Dia menyingkap selimut dan laki-laki itu terkejut sebab tubuhnya masih polos. Awan segera bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan salat dzuhur yang sudah hampir habis waktu.

Ruang kamar itu sepi dan rapi. Bekas pakaian pun sudah masuk ke dalam keranjang kotor. Awan yang selesai salam mengingat apa yang sudah terjadi tadi. Perasaan bersalah menyelinap dalam hatinya. Awan mengingat air mata kesakitan dari istrinya yang tidak dia pedulikan tadi. Kabut nafsu sudah mengungkung Awan hingga hilang akal.

Awan melangkah keluar setelah melempar sajadah ke atas ranjang sembarangan. Masih lengkap dengan baju kokonya, Awan mencari keberadaan istrinya yang tidak ada di kamar.

"Sya!" teriak Awan sembari menuruni tangga. Matanya mengitar ke seluruh bagian rumah yang bisa dijangkau oleh pandangannya.

"SYA!" teriak Awan lebih kencang dari sebelumnya saat kakinya menginjak anak tangga terakhir.

"Apasih, Wan teriak-teriak kayak gitu. Ini rumah bukan hutan," saut Heni yang tengah merajut di ruang keluarga.

Sudah beberapa minggu ini, Heni memiliki kesibukan baru, yaitu merajut. Bukan sesuatu yang rumit, hanya sekadar membuat  bando-bando kecil beraneka warna dan hiasan untuk calon cucunya. Padahal, belum ada tanda-tanda cucu yang sudah diidam-idamkan wanita tua itu akan hadir.

"Sya ke mana, Bu?" tanya Awan kepada Ibunya. Heni kembali fokus terhadap rajutannya.

"Mana Ibu tau," jawab Heni jengah.

Awan meraup wajahnya. Sya tidak akan pergi karena kecewa kepadanya kan? Kenapa laki-laki itu mendadak merasa takut Sya marah dan merasa dinodai? Awan memang jahat kepada Sya. Dia menyadari hal tersebut. Bagaimana bisa Awan melakukan itu ketika Sya memang belum siap. Bagaimana Awan bisa mengambil kesempatan yang Sya berikan dengan hati terluka. Mengapa Awan seakan tidak berakal.

Ketika laki-laki itu sibuk dengan pikirannya, seorang perempuan muncul dari pintu samping rumah. Perempuan itu membawa sesuatu di tangannya. Matanya melihat Awan yang gusar.

"Mas?" panggil Sya dengan langkah yang mendekati suaminya.

Awan yang mendengar suara itu pun langsung menoleh dan ketika matanya menangkap sosok yang dia cari, Awan langsung menarik Sya dan memeluknya dengan erat.

"M-mas?" ujar Sya terkejut dengan apa yang suaminya lakukan.

Awan mengecup puncak kepala Sya berulang kali dengan mengeratkan pelukannya. Tindakan yang membuat Sya bingung dengan apa yang terjadi.

"Kamu buat saya khawatir," ujar Awan akhirnya tanpa menjarakkan pelukan.

"Maafin saya, Sya."

Sya menghela nafas. "Kenapa minta maaf, Mas?"

Awan memberi jeda agar bisa melihat wajah istrinya. Sya mendongak menatap sepasang mata suaminya.

"Say-saya--"

"Itu hak Mas. Jangan minta maaf untuk sesuatu yang memang harus Mas dapatkan," kata Sya memotong ucapan suaminya.

"Sya," panggil Awan tenang.

Sya tersenyum tipis. "Mas mau makan?" tanya perempuan itu mengalihkan pembicaraan. Awan tidak lekas menjawab. Perempuan itu melepaskan diri dan menarik lengan suaminya. Membawanya ke meja makan dengan langkah pelan.

MENGIBA CINTA DALAM SATU SURGA(SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang