13. Tutup Telinga

2.4K 308 30
                                    

"Beneran nggak mau ikut saya ke kafe?" tanya Awan sekali lagi.

Laki-laki itu belum juga beranjak dari teras rumahnya. Kakinya masih berpijak di sana dengan tubuh yang berdiri tepat di hadapan seorang perempuan yang tengah menatapnya juga.

"Di sana nanti ada Gema sama Xe juga. Kamu nggak kangen sama mereka?" tanya Awan mencoba mengiming-imingi keberadaan kedua bocah kesayangannya.

"Ng--"

"Kalau nggak mau nggak usah dipaksa, Wan. Malah nyusahin kamu nanti di sana." Heni yang muncul dari dalam rumah melirik Sya lalu menyalakan kran yang ada di sana hingga air mengalir dari selang panjang tergulung di sisi salah satu pot berukuran besar. "Lagian, istrimu itu nggak bisa Deket sama Gema apalagi Xe. Ck! Makanya belum juga dikasih hamil sama Gusti Allah!" lanjut Heni mulai menyirami tanaman. "Beda sama Shima yang emang sayang sama anak-anak. Gema aja bisa lengket."

Sya menghela nafasnya panjang. Telinganya sudah kebal dan sudah dia anggap angin lalu ucapan tak baik yang keluar dari mulut ibu mertuanya.

"Sya--"

"Udah, Mas berangkat. Kan ada meeting katanya. Lain kali Sya ikut. Kan Mas tau hari ini Sya mau ke kampus ngurus ke direktorat," kata Sya memotong ucapan suaminya.

Awan mengangguk dan menarik tengkuk istrinya agar mendekat. Laki-laki itu melabuhkan satu kecupan di kening Sya sebelum perempuan itu menyalami suaminya dan mengantar langkah Awan menuju mobil.

"Hati-hati, Mas!" pesan Sya yang diangguki Awan sambil memutar stir dan melaju meninggalkan rumah.

Lagi, Sya menghela nafasnya lebih panjang. Setelah kejadian waktu itu, hubungannya dengan Awan lebih membaik. Meskipun Sya merasa ada sesuatu yang membentengi keduanya. Ada sesuatu yang menjadi sekat hingga tidak dapat terjamah. Sya tidak mau menerka-nerka apa yang menjadi sekat di antara mereka sebab dirinya takut akan semua kemungkinan yang ada.

Setelah pertemuannya dengan Ara, Sya setidaknya memiliki teman untuk berbicara. Meskipun hingga saat ini, Sya belum membuka apa yang sudah terjadi dan Sya alami. Mengorek luka itu akan tetap menimbulkan nyeri. Jika bisa dia tutupi, kenapa Sya harus membuka aib kembali.

Sesekali, Sya membuat janji dengan Ara di suatu tempat dengan izin Awan dan sindiran dari ibu mertuanya. Sekali lagi Sya sudah membatu dengan semua apa yang dibicarakan oleh Heni dan sesekali oleh adik iparnya, Lintang. Sya memilih diam, melakukan apa yang diminta, dan menghindar. Mulutnya akan menimbulkan dosa jika sampai lepas kontrol dan marah. Bagaimana pun, wanita itu adalah surganya sebab surga suaminya pun di sana.

Apakah Sya pernah mengeluh kepada Awan? Tentu tidak. Sedikit tahu seharusnya Awan paham apa yang terjadi di antara istri dan ibunya, itu jika laki-laki itu peka. Sya tidak mau mengadu dianggap memecah hubungan anak dan orang tua. Apalagi sampai dianggap durhaka. Selain itu juga, posisi Heni lebih kuat daripada Sya. Prinsip Sya di rumah itu adalah menutup telinga karena tidak dapat menutup mulut mertuanya.

Sekaitan dengan Gema dan Xe, memang Awan beberapa kali mengajak Sya untuk berkunjung ke rumah Elang. Sering juga Ibu mertuanya membawa Gema ke rumah dan Elang akan menjemputnya. Gema dan Xe memang tidak terlalu dekat dengan Sya. Namun, bukan berarti mereka takut. Hanya saya memang Sya yang tidak pandai mengambil hati anak-anak. Dia bingung harus mengajak main apa dan bagaimana. Mungkin itu juga akibat dari posisinya sebagai anak tunggal yang tidak memiliki adik ataupun sepupu.

Setelah mobil Awan benar-benar tidak lagi tertangkap retinanya. Sya membalikkan diri hendak masuk ke rumah dan bersiap ke kampus seperti yang dia katakan kepada Awan tadi. Namun, langkahnya harus tertunda karena seseorang yang sedang memanjakan tanaman-tanaman yang berjejer rapi membuka suara lagi.

MENGIBA CINTA DALAM SATU SURGA(SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang