Awan berjalan lunglai mendekati ranjang yang digunakan oleh Heni terpejam. Pikirannya lebih sulit diurai daripada benang sisa. Semuanya berkumpul dan mendesak ingin meledak. Informasi yang Sya sampaikan hanya satu kalimat, tetapi efeknya sungguh besar hingga membuat semuanya berisik di kepala.
Laki-laki itu menatap wajah sedih Ibunya sambil mendudukkan diri. Tangannya meraih tangan Heni yang bebas akan infus dan mengecupnya berkali-kali. Saat ini, Awan merasa dia tidak berguna sama sekali sebagai anak laki-laki, kakak, dan suami.
Awan meletakkan punggung tangan Ibunya yang terangkum dalam kedua genggamannya di kening. Laki-laki itu menunduk sambil menangis tanpa suara. Rasanya seperti banyak orang yang sedang menghakiminya.
Awan gagal sebagai kakak menjaga satu-satunya adik perempuan yang dia anggap sebagai permata. Awan juga merasa gagal menjadi suami bagi Sya karena sore tadi dia mengambil janji agung atas nama perempuan lain tanpa sepengetahuan istrinya. Awan tidak bisa membayangkan bagaimana Sya jika perempuan itu tahu apa yang sudah terjadi dan dia lakukan.
Sekali lagi Awan gagal sebagai anak sebab tidak siap menjadi penyangga dan pelindung ketika keluarganya diterpa badai dan musibah sebesar ini. Heni pasti syok luar biasa. Seperti yang istrinya katakan sebelumnya, wanita cukup umur itu tidak siap mendapat kabar yang mendobrak perasaannya. Orangtua mana yang tidak terkejut saat putrinya yang dia jaga sedemikian rupa telah mengambil langkah yang salah.
"A...wan..." lirih Heni membuat Awan mengangkat pandangan dan ketika kedua pasang mata mereka bertemu, pecahlah tangis wanita itu.
"Maaf, Bu. Maaf." Hanya itu yang terus Awan rampal ketika memeluk tubuh Heni yang bergetar akibat tangisnya yang menjadi-jadi.
Sya yang menatap keadaan tersebut melalui celah pintu yang tidak tertutup sepenuhnya hanya menghela nafas dan membalikkan diri. Langkahnya menuju ruang intensif adik iparnya.
Lorong rumah sakit itu sudah sangat sepi. Sudut-sudut tertentu gelap tidak menyisakan cahaya kecuali pancaran langit yang menembus jendela. Sya memeluk tubuhnya sendiri sembari melangkah. Jilbab yang dia gunakan bahkan belum berganti sejak kemarin pagi. Saat ini sudah dini hari dan Sya masih terjaga seorang diri. Bibi dan Pak Amin sudah kembali ke rumah saat Awan datang. Sya yang meminta sebab kedua orang itu sudah terlalu sepuh untuk berjaga di rumah sakit.
Udara malam Jogja sangat menusuk tulang. Jilbabnya yang hanya berbahan wolfis sangat tidak tepat untuk berlindung dalam kehangatan.
Setelah melewati dua lorong, Sya menghentikan langkahnya. Tubuhnya menghadap kaca yang membingkai ruangan tempat Lintang terbaring belum sadar.
"Setelah kamu bangun, banyak hal yang akan berubah. Tapi jangan khawatir, Tang. Mba nggak akan pergi sejengkal pun ketika semua orang menghakimi kamu," lirih Sya berharap adik iparnya dapat mendengar.
Sya menatap Lintang yang tidak berdaya. Kali ini, keluarga itu sedang diuji habis-habisan. Awan dan Heni diuji oleh Lintang dan Sya diuji oleh seorang madu. Perempuan itu menghela nafas dengan tangan yang mengeratkan pelukan atas dirinya sendiri. Mengingat tentang pernikahan suami, ada sesak yang kembali hadir. Sya tidak tahu harus bagaimana bersikap. Menunggu Awan mengatakan atau dia yang kan mengawalinya?
Sya melihat ke arah cincin yang melingkar di jarinya. Sebuah tanda ikatan di antara keduanya, dirinya dan Awan. Kemudian, saat ini bagaimana? Awan membuat ikatan dengan orang lainnya hingga mereka tidak lagi berdua, tetapi bertiga.
"Saya sungguh terkejut dan kecewa."
Sya menoleh saat suara itu hadir dan memecah keheningan. Kepala Sya menoleh dan menemukan Awan telah berdiri di sampingnya dengan tatapan lurus ke arah adik kandungnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/225672831-288-k516042.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGIBA CINTA DALAM SATU SURGA(SELESAI)✓
EspiritualJudul awal: CAHAYA SEORANG IMAM/CAHAYA UNTUK SYA 🔥🔥Plagiat Artinya Mencuri dan Mencuri Itu Dosa 🔥🔥 Shalihah, taat, hafizah, cantik bukan hanya rupa tapi juga akhlaknya adalah sederet kriteria perempuan yang seluruh laki-laki di dunia ini sepakat...