19. Duka

2.9K 389 83
                                    

Langkah seorang laki-laki tergesa. Bahunya sesekali menabrak bahu lain sebab tidak seimbangnya tubuh ketika melangkah. Suara bising sirine di pelataran rumah sakit tepat di depan IGD terus bersautan, menandakan ambulan datang bergantian.

Bising suara rintihan, teriakan, dan tangisan membuat jantung laki-laki itu berdebar lebih kencang. Tangannya yang menggenggam ponsel di telinga bergetar.

"Di mana, Sya?!" ucapnya saat panggilan itu akhirnya diterima. Langkahnya mulai melambat. Matanya menangkap tubuh seseorang.

"Cepat ke RSUD. Lintang kecelakaan," ucapnya sebelum menutup telfon dan melangkah pasti pada seseorang yang sedang membungkuk dengan suara tangis yang histeris. Hanya butuh beberapa detik perhatiannya teralih. Magnet takdir bekerja sangat baik.

"ABI! ABI!" teriakan itu membuat laki-laki yang tidak lain adalah Awan berlari mendekati seseorang tersebut.

Perempuan yang sedang memeluk tubuh bersimbah darah dengan suara yang terdengar serak. Di sela bising suara di depan IGD itu, suara perempuan itu jelas menyapa telinga Awan.

"Abi harus kuat. Sebentar lagi, ki-kita akan dapat ruangan."

Awan memejamkan matanya sesaat dengan langkah yang berhenti tepat di belakang perempuan itu. Matanya tidak sanggup melihat seseorang yang terbaring tidak berdaya di atas brangkar rumah sakit. Seseorang yang dia kenal gagah dan berwibawa kini membuat Awan tidak sanggup melihatnya. Laki-laki itu terakhir kali bertemu. Malam ketika dia memutuskan mengakhiri hubungan dengan putri pria itu. Sudah satu tahun berlaku, tetapi setiap kali mengingat peristiwa itu hati Awan kembali merasakan desiran rasa bersalah.

"A-wan," bisik pria itu saat matanya yang sudah kabur menangkap sosok laki-laki berdiri di belakang putrinya.

Satu suara yang menyebut satu nama itu membuat perempuan yang kedua bahunya bergetar menoleh. Matanya yang basah menatap Awan. Entah bagaimana, tangisnya semakin pecah saat melihat laki-laki itu.

"Mas...Mas... A-Abi," ujar Shima tidak bisa sanggup meneruskan kalimatnya.

Salah satu RSUD di kota Jogja itu mendadak dipenuhi korban, dari luka ringan hingga berat. Petugas di sana kewalahan akibat membeludaknya dan ketidakseimbangan jumlah korban serta petugas medisnya.

"Bagaimana bi..sa?" tanya Awan terbata mendekat ke arah kedua orang yang sangat dia kenal itu.

"Abi korban kecelakaan beruntun," jawab Shima menjelaskan semuanya. "ABI!" teriak perempuan itu saat Harun batuk dan memuntahkan darah segar. Suasana di sana memang tidak menguntungkan.

Kecelakaan yang terjadi tidak jauh dari RSUD itu membuat semua korban dibawa ke sana. Oleh sebab itu, banyak korban yang hanya mendapat pertolongan pertama. Ruang penanganan penuh.

Shima berteriak hingga seseorang berseragam biru datang dan segera kembali memeriksa. Nafas Harun tersengal-sengal seakan ada sesuatu yang menutupi jalan nafasnya.

"Bi hiks," lirih Shima tidak bisa berpikir apapun. Abinya sangat terlihat merasa kesakitan. Seragam batik birunya sudah berubah menjadi gelap. Tangan yang dia genggam pun terasa mendingin.

Tangan pria itu terulur dengan mata mengarah kepada Awan.

"A-abi...cu-ma," ujar Harun terbata dan terjeda. Awan menggenggam tangan pria itu dengan erat. Darah yang terlumur di sana berpindah. Rasa lengket dari bercak merah terlihat jelas di tangan Awan.

Shima yang di sisi lain sudah tergugu. Rasa takut menyusup saat di sekitarnya sudah terdengar lafal tahlil disusul jeritan.

"i-..ing-gin...me-ni...kah...kan Shi-shi...ma sh-se..belum per...gi," ujar Harun susah payah.

MENGIBA CINTA DALAM SATU SURGA(SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang