Sudah berhari-hari Semarang dilanda hujan. Rasanya ingin sekali mengeluh sebab jemuran terus saja menggantung karena lagi-lagi tidak menemui definisi kering hingga bisa disetrika dan dimasukkan ke dalam lemari. Tumpukan pakaian di lemari terus berkurang, sedangkan gantungan hanger terus bertambah sudah seperti pasar.
Seorang wanita menghela nafas disusul sebuah decakan saat tangannya menyentuh helaian pakaian memilih mana yang bisa dia lipat sebelum disetrika.
"Anyep aja terus," katanya mengeluh.
Sebagai ibu rumah tangga, wanita itu tahu keresahan ibu-ibu lain yang sama sepertinya di saat musim hujan. Belum lagi jika anak-anak mulai terserang batuk dan pilek yang sepele, tetapi memusingkan.
"Umma," panggil seseorang membuat wanita itu menoleh dengan memeluk beberapa kain di tangannya.
Ekspresi terkejut tidak dapat disembunyikan saat matanya menangkap tubuh gadis dengan seragam putih abu-abu menggigil di hadapannya.
"Lho, Mba? Kok basah? Hujan-hujanan?" tanya wanita itu sambil bergegas mendekati gadis itu setelah meletakkan semua pakaian ke dalam keranjang yang terduduk di atas mesin cuci.
"Lupa bawa jas ujan," jawab gadis itu.
wanita itu meraih handuk yang tergantung tidak jauh dari sana dan meletakkan di tubuh gadis yang bibirnya bergetar hingga suara gemertak gigi terdengar.
"Ke kamar, terus mandi pakai air anget. Umma buatin susu sama --"
"Indomie goreng pakai kuah kasih telur sama sosis," potong gadis itu sambil tersenyum di sela kegiatan merapatkan handuk.
"Pakai cabai 3," lanjutnya sebelum berbalik dan mulai melangkah meninggal perempuan yang tidak lain adalah ibunya. Namun, baru saja kakinya melewati sekat tempat cuci dan jemur, gadis itu berbalik dengan berlari.
Cup
"Makasih Umma tercinta," katanya cepat setelah mengecup wanita yang sekarang hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum.
Anak keduanya itu memang sudah tumbuh besar, tetapi tetap saja seperti anak kecil jika berada di rumah. Gadis yang usianya sudah melewati angka 17 tahun bulan lalu itu menjadi topik utama yang terus dicemaskan olehnya. Banyak ketakutan dan banyak hal yang di khawatirkan. Namun, wanita itu tidak bisa terlalu menggenggam erat putrinya. Meskipun sangat sulit rasanya keluar dari kungkungan ke khawatiran.
"Mba Kara, Umma masuk ya..." ujar wanita itu setelah mengetuk pintu. Setelah terdengar suara dari dalam, wanita itu melangkah masuk dan mendapati putrinya sedang mengeringkan rambut.
"Demam nggak, Mbak?" tanya wanita itu setelah meletakkan nampan berisi permintaan putrinya dan menyentuhkan punggung tangannya di kening gadis yang masih berdiri di depan cermin.
Gadis itu menggeleng. "Nggak, Umma," katanya dengan senyum yang serupa milik wanita di hadapannya.
Wanita itu adalah Sya. Wanita yang sekarang sedang duduk di tepi ranjang memandangi putrinya--Kara-- yang sedang lahap menyantap mie buatannya.
"Abang udah di rumah, Ma?" tanya Kara sambil menyeruput kuah berwarna merah kehitaman di dalam sendok. "Motornya udah ada di garasi."
Sya mengangguk. "Nggak jadi rapat katanya," jawab Sya.
Kara mengangguk dan memasukkan sebutir bakso ke dalam mulutnya dan mengunyahnya pelan.
"Bentala di kamar Abang, Ma?" tanya Kara lagi saat Sya sudah bangkit hendak ke luar karena suara mobil terdengar.
"Iya, Mba. Umma keluar ya? Ayah kayaknya pulang tuh," pamit Sya kepada putrinya.
Mendengar panggilan Ayah disebut, mata Kara membulat. Sya yang melihat pun terkekeh.

KAMU SEDANG MEMBACA
MENGIBA CINTA DALAM SATU SURGA(SELESAI)✓
SpiritualJudul awal: CAHAYA SEORANG IMAM/CAHAYA UNTUK SYA 🔥🔥Plagiat Artinya Mencuri dan Mencuri Itu Dosa 🔥🔥 Shalihah, taat, hafizah, cantik bukan hanya rupa tapi juga akhlaknya adalah sederet kriteria perempuan yang seluruh laki-laki di dunia ini sepakat...