Awan menggeliat saat telinganya terusik akan suara alarm yang mulai memekik tidak sabaran. Masih dengan mata terpejam, Awan meraba nakas untuk menggapai ponselnya.
Laki-laki itu menggeliat merenggangkan otot-otot tangannya sembari menyipitkan mata. Setelah cukup sadar, Awan menoleh ke samping. Sisi yang seharusnya ada seseorang yang terlelap di sana. Namun, sisi itu kosong tidak berpenghuni. Awan bangkit dan lekas mencari di mana istrinya berada. Awan membuka pintu kamar mandi yang tidak terkunci artinya tidak ada siapapun di sana.
"Sya!" panggil Awan dibersamai langkah kaki keluar dari kamar menuju lantai bawah. Semua ruangan yang masih temaram dan hening, suara Awan memecah keheningan. Awan tidak menemukan Sya di manapun. Wira sungguh khawatir karena tidak menemukan Sya di mana-mana.
"Mungkin di kamar, Mas." Bi Parti yang terbangun dari istirahatnya mencoba memberi pencerahan.
Awan menggeleng tegas. "Di kamar nggak ada, Bi. Di kamar mandi juga," jelas Awan sembari mengacak rambutnya.
Bi Parti mencoba berpikir. Kemudian, tiba-tiba saja dia mengingat satu tempat. Sya tidak akan pergi ke manapun karena pintu rumah masih terkunci dengan rapi.
"Di balkon mungkin, Mas."
Mendengar kalimat itu, Awan lekas naik ke lantai 2 dan membuka kamar dengan sedikit kasar. Awan menggeser pintu kaca sebagai penyekat kamar yang membawa ke balkon. Nafas Awan terhembus dengan lega. Jantungnya beransur membaik saat matanya menemukan Sya duduk terduduk di sofa. Perempuan itu memeluk dirinya sendiri dengan meringkuk.
Awan melangkah dan duduk pelan. Udara Jogja saat malam dan menjelang pagi sangat dingin. Bahkan, embun pun turun membuat benda-benda di sana lembab.
"Kenapa tidur di sini, Sya?" tanya Awan merapikan bergo yang istrinya kenakan. Wajah perempuan itu polos, tetapi penuh tekanan. Raut tidak tenang terisyarat dari dahinya yang terus mengkerut. Apa yang sedang hinggap di pikiran perempuan itu?
Awan mengangkat pelan tubuh istrinya, tetapi gerakan itu membuat Sya terusik hingga perempuan itu kaget dan berontak.
"Ini saya," bisik Awan membuat Sya memfokuskan pandangannya. Awan menarik lagi tangannya saat Sya menegakkan tubuhnya. Perempuan itu seperti bingung dengan keberadaan dirinya.
"Kenapa tidur di sini?" tanya Awan menarik tangan Sya agar berdiri dan masuk ke dalam kamar kembali.
"Sya ketiduran," jawab singkat Sya dengan bibir yang menggigil.
Awan menghela nafas. "Tidak bisa tidur?"
Sya mengangguk. Semalam, Sya yang dilanda insomnia memilih bangkit dan keluar. Perempuan itu duduk dengan kaki dilipat ke atas sofa. Matanya menatap langit yang sepi bintang dan bulan. Tidak ada yang Sya lakukan selain merenung saja.
Banyak orang yang pasti menganggapnya jahat karena menjadi orang ketiga di antara Awan dan Shima jika melihatnya sekarang dan tahu rencana pernikahan Awan dengan Shima. Salah satunya, Bi Parti dan Pak Surya yang diam-diam membicarakan dirinya. Sya tidak sengaja mendengarnya dan itu sungguh mengganggu pikirannya.
Sya tahu bahwa dia melukai Shima, tetapi bukan maksud Sya merebut Awan. Saat itu Sya hanya kehilangan arah dan harap saat mengetahui Awan akan menikah. Sya takut tidak ada laki-laki yang dapat menerima dia karena keadaannya. Awan juga sangat baik dan selalu mendukung dirinya. Maka, ketika Awan pergi Sya tidak siap.
Shima tidak memiliki kekurangan, bahkan sempurna. Tidak seperti dirinya. Banyak laki-laki yang akan datang pada perempuan itu. Sya yakin, ada orang lain yang lebih baik daripada Awan untuk mendampingi Shima.
Sya menghela nafas. Perempuan itu menyeka matanya. Dia tidak pernah ingin dilahirkan dengan takdir demikian. Sepanjang malam, Sya terisak sendirian di sana hingga kantuk membawanya terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGIBA CINTA DALAM SATU SURGA(SELESAI)✓
SpiritualJudul awal: CAHAYA SEORANG IMAM/CAHAYA UNTUK SYA 🔥🔥Plagiat Artinya Mencuri dan Mencuri Itu Dosa 🔥🔥 Shalihah, taat, hafizah, cantik bukan hanya rupa tapi juga akhlaknya adalah sederet kriteria perempuan yang seluruh laki-laki di dunia ini sepakat...