Bagian XL

899 164 5
                                    

Teressa mengamati ponsel yang berada di tangannya itu, sembari sesekali memejamkan matanya lelah ketika tidak mendapati notifikasi apapun di layar ponselnya.

Sejak tadi sahabatnya, Emma, tidak dapat dihubungi dan hal itu membuatnya begitu khawatir. Tidak, ini bukan tentang dirinya yang tidak tahu harus pergi kemana setelah ini, tetapi ia merasa khawatir dengan keadaan wanita itu sekarang. Rasanya begitu bodoh, padahal hampir setiap hari mereka berkirim pesan, tetapi mengapa Teressa tidak menyadari jika selama seharian kemarin sahabatnya itu tidak menghubunginya?

Mendorong pintu apartemennya terbuka, Teressa menemukan Brant yang terduduk di sofa sembari memandangi koper yang berada tidak jauh dari dirinya, sebelum kemudian mengalihkan tatapannya padanya.

Sejujurnya ia sudah menduga jika pria itu akan kembali kemari. Namun, tetap saja, rasanya Teressa masih belum siap untuk menghadapi pria itu dalam masalah mereka saat ini.

"Kau benar-benar akan pergi dari sini."

Teressa berusaha mengabaikan gumaman lirih yang terdengar dari bibir Brant itu.

"Bukankah aku sudah menurutimu untuk pergi malam tadi? Mengapa kau tetap akan meninggalkan apartemen ini?" tuntut Brant kemudian.

"Karena aku tahu kau akan kembali kemari."

Brant tertawa kecil mendengar balasan Aria itu, sebelum kemudian membuang tatapannya ke arah lain.

"Mengapa kau begitu mendengarkan wanita itu tetapi tidak denganku?"

Teressa menundukkan kepalanya, sekali lagi... Rasanya ia tidak ingin membicarakan hal ini lagi dengan Brant. Tetapi ia tidak bisa menghindarinya.

"Apa aku harus mendengarkan seseorang yang menyembunyikan banyak hal dariku?"

Brant mengacak rambutnya frustasi. Apa mereka akan kembali membicarakan hal ini lagi?

"Okay! Okay aku tahu aku salah karena menyembunyikan banyak hal darimu. Aku meminta maaf mengenai itu, tetapi apa kau tidak merasa bertindak kejam padaku karena tidak berusaha memikirkan perkataan ku kemarin?"

Ya, perkataannya mengenai bagaimana Teressa dan Aaron adalah bagian dari mimpinya saat ini.

Teressa memikirkannya... ia memikirkannya hingga ketika ia melakukannya, ia menangis karena kemungkinannya menghancurkan Brant di kemudian hari.

Mengabaikkan perkataan Brant, Teressa memilih berjalan ke arah dapur, mengambil beberapa barang dan meletakkannya ke dalam kardus yang sudah disiapkannya sebelumnya.

Drtt... Drtt...

Ponselnya tiba-tiba saja bergetar. Teressa dengan segera memeriksanya dan menemukan sebuah pesan dari nomor asing yang tidak dikenalinya. Ia membuka pesan itu, kemudian membacanya.

Nyonya Teressa mohon maaf menganggu waktu Anda, ini nomor ponsel saya, Guru William Rowell. Sebelumnya saya sudah menanyakan pada bagian penerimaan siswa jika biaya masuk siswa di tengah semester tetap sama dengan biaya masuk pada awal semester. Selain itu, Tuan Brant tercatat sudah melunasi semua biayanya untuk tiga semester kedepan.

Teressa terdiam menatapi layar ponselnya. Walaupun sudah mengetahui semuanya sebelumnya, tetapi rasa tidak nyaman yang timbul dari kebohongan pria itu masih saja ia rasakan.

"Apa pria itu mengirim pesan padamu? Tanpa menutupi perasaan kesalnya, Brant melontarkan pertanyaan itu pada Teressa.

Pagi tadi, Brant sudah berusaha mengejar keterlambatannya untuk mengantarkan Aaron ke sekolahnya, tetapi yang ditemuinya sesampainya di sana adalah sebuah pemandangan yang menyakitinya. Pemandangan di mana Teressa sedang tersenyum pada pria yang sangat-sangat tidak disukainya sejak awal pertemuan mereka itu.

Silent Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang