Bagian IX

1.7K 209 6
                                    

"Bagaimana kau bisa tidak mengunci pintu, apa kau pikir kau mampu utnuk-"

Perkataan itu terhenti ketika Bibinya masuk ke dalam rumah dan menyadari siapa yang sedang duduk di salah satu sisi sofa rumahnya, tepatnya di hadapan kemenakannya sendiri, Teressa.

Jika menengok ke belakang, Teressa masih sangat ingat bagaimana bibinya itu menertawakan  pengakuannya yang tidur dengan seseorang seperti Brant. Sekali pun Brant bukan orang terpandang kala itu, juga tidak terlahir dari keluarga yang istimewa di kota ini, tetapi ia memiliki image yang cukup baik di kota ini. Ia dikenal sangat baik dalam bermusik, dan karena itu Bibinya tidak mempercayai perkataannya.  Bibinya berpikiran jika seorang gadis seperti Teressa, yang selalu mengenakan pakaian begitu tertutup, akan tidur dengan seorang pria pemusik yang tentu tidak diragukan lagi bagaimana juga pandai dalam bermain wanita. Ia juga berpikiran, tidak mungkin jika pria seperti Brant menyukai gadis kolot seperti Teressa.

"Brant Hoover." Lirihan yang keluar dari Bibinya itu terdengar seperti peringatan buruk untuk Teressa.

Tidak. Jangan.

Rasanya Teressa ingin mengulang kembali waktu, untuk membuat semua ini tidak terjadi.

Brant menegakkan tubuhnya, kemudian berjalan menghampiri Bibi Teressa, lalu mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri.

"Ya, saya Brant Hoover. Senang bertemu dengan Anda."

Sikap Brant yang sangat santai ketika bertemu dengan Bibinya membuat Teressa semakin tidak tenang. Ia tidak tahu apa yang Bibinya pikirkan sekarang, tetapi melihat tatapan terkejut yang seketika itu juga berubah menjadi tatapan puas di mata Bibinya membuat Teressa mengerti jika Bibinya itu sedang merencanakan sesuatu yang tentu saja tidak akan baik untuk mereka.

Selain itu, Bibinya mungkin sekarang sudah percaya jika pernyataannya lima tahun yang lalu adalah benar adanya.

"Orang-orang membicarakan kembalinya dirimu ke kota ini, dan.... aku tidak percaya jika kau datang kemari." Pandangan Bibinya beralih padanya. Teressa dapat melihat senyuman licik yang muncul di sudut bibir Bibinya.

"Ya, aku hanya... ingin berbicara dengan Teressa. Kami teman semasa SMA."

"Begitu?"

Entah mengapa, tetapi Teressa memiliki firasat buruk tentang semua ini. Bibinya... ia tidak akan mengatakan apa yang dipikirkannya saat ini bukan?

"Ya... tidak sengaja aku melewati rumah ini dan memutuskan untuk mampir, berbincang sejenak dengan teman lama..."

Teman lama? Brant tentu berbohong.  Brant tidak mengenal Teressa, Brant tidak mengenal mereka semua. Satu-satunya jalan untuk tetap mengamankan alasan keberadaannya di tempat ini adalah dengan berbohong seperti ini.

"Teman lama? Ku pikir Teressa tidak memiliki teman sejak dulu."

Brant tidak terkejut menemukan sikap Bibi Teressa yang seperti ini, mengingat bagaimana cerita orang-orang di sekitarnya, termasuk bagaimana Ibunya mengatakan sesuatu mengenai kehidupan malang Teresa dengan bibinya.

Pandangan Brant teralih pada Teressa. Meminta wanita itu untuk membantunya menanggapi perkataan Bibinya.

Ya, Bibi. Ia teman lama ku, kami sudah lama tidak saling bertemu.

Tulisnya. Namun, sepertinya hal itu tidak mempengaruhi Bibinya. Oh, sepertinya Teressa tahu akan apa yang selanjutnya terjadi.

"Ya, tentu saja ia teman lama mu. Kau kan pernah menceritakan tentang pria ini padaku saat itu bukan? Apa kau ingat?"

Wanita itu pernah menceritakan tentang dirinya pada Bibinya? Tidak tahu tensi apa yang terjadi di antara mereka sekarang, tetapi selanjutnya Teressa menggelengkan kepalanya, menampilkan raut wajah memohon pada Bibinya untuk tidak melakukan apa pun yang tidak diinginkannya.

Silent Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang