Brant berdiri diam menatap bangunan yang ada di hadapannya. Sialan, jika saja semalam ia bisa mengistirahatkan matanya lebih cepat, Brant mungkin bisa datang lebih awal ke tempat ini dan menemui wanita itu sebelum jam kerjanya dimulai. Sayangnya semua itu tidak terjadi karena semalaman ia terus saja sibuk memikirkan status barunya sebagai seorang Ayah, juga bagaimana rencana yang harus dilakukannya selanjutnya, hingga kemudian membuatnya berakhir berdiri di depan toko swalayan ini.
Wanita itu sedang bekerja sekarang, dan Brant tidak tahu bagaimana caranya membuat wanita itu kembali mau berbicara dengannya.
Dengan sedikit ragu, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko, meraih sebotol minuman secara asal, kemudian ikut mengantri di belakang pelanggan lain untuk melakukan pembayaran di kasir.
Mengamati wanita itu.... Teressa... sekali pun ia tidak berbicara, tetapi ia terlihat begitu cekatan saat bekerja seperti ini. Ugh, begitu sulitkah kehidupannya bersama Aaron hingga ia rela melakukan pekerjaan seperti ini? Brant ingat bagaimana perkataan Harper mengenai wanita ini, mengenai bagaimana wanita ini merupakan salah satu wanita terpintar di SMA-nya kala itu. Jika begitu, lalu mengapa ia berakhir bekerja seperti ini? Tidakkah seharusnya ia bisa di terima di universitas baik dan pergi berkuliah?
Sialan Brant... kau melupakan satu hal. Saat itu, wanita itu sedang mengandung anakmu, dan karena itu, ia mungkin tidak bisa melanjutkan pendidikannya dan terpaksa bekerja seperti ini untuk menghidupi Aaron, putra kecilmu. Sialan, memikirkannya membuatnya merasa bersalah.
Beberapa saat kemudian, giliran Brant telah tiba, wanita itu tanpa melihat ke arahnya, menunjuk pada layar kecil di hadapannya untuk menunjuk total harga dari barang belanjaannya, sementara Brant mengamati sekelilingnya, memastikan jika tidak ada orang lain selain dirinya dan Teressa di sana.
Brant menyadari jika tindakannya ini sebenarnya akan sia-sia saja, karena sebelumnya, sekali pun ia sudah melakukan penyamaran untuk membuat dirinya tidak menarik perhatian orang-orang, tetapi tetap saja Ibunya bahkan dapat mendengar segala hal tentang keberadaannya, termasuk bagaimana ia berada di rumah Teressa malam kemarin. Namun, Brant rasanya juga tidak ingin menyerah, kali ini ia sudah lebih dulu memperbaiki penyamarannya dengan mengganti semua tampilannya, yang membuatnya tampak cukup berbeda.
"Aku ingin berbicara denganmu," ujarnya membuka pembicaraan.
Teressa mengadahkan kepalanya, melemparkan tatapan terkejut ketika menyadari suara siapa yang sedang berbicara dengannya itu.
Oh... Pria itu.... Pria itu tidak benar-benar pergi darinya.
"Ayo bicara. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu," lanjut Brant ketika tidak mendapatkan jawaban apa pun dari wanita itu.
Teressa terdiam. Tidak, ia sama sekali tidak ingin menuruti permintaan pria itu. Ia pikir semalam pria itu sudah berjanji untuk pergi, ketika ia sudah menjawab pertanyaannya.
Ku pikir semuanya sudah selesai dibicarakan semalam.
Tulis Teressa cepat pada kertas yang selalu ada di saku celananya. Jujur saja, rasa takut ketika bertemu dengan pria ini masih saja ia rasakan, tetapi... Ia tidak mengerti bagaimana dirinya bisa berdamai dengan itu sekarang. Mungkin karena kepergian pria itu setelah mendengar jawaban Teressa semalam, seolah pria itu memahami jika memang tidak ada hubungan apa pun di antara mereka. Tetapi mengapa... mengapa pria itu berada di sini sekarang?
"Ayo kita bicarakan ini di tempat lain," balas Brant tanpa menghiraukan kertas yang berisi penolakan dari Teressa itu.
Aku harus bekerja.
Selain itu, ia juga tidak ingin berbicara dengan pria ini. Berhadapan dan harus kembali berinteraksi dengan pria ini membuatnya merasa tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Secret [END]
Romance~Cerita ini original milik saya, mohon untuk tidak memplagiat, menyalin, dan membagikannya ke platform atau tempat baca lainnya. Terima kasih~ Seorang bintang rock populer, Brant Hoover, terpaksa harus bersembunyi dari skandal yang dibuatnya dengan...