Bagian XV

1.6K 190 3
                                    

Apa Brant terlalu awal untuk datang kemari? Sepertinya begitu, karena ketikan perjalanannya kemari, jalanan masih sangat sepi, dengan hanya beberapa orang yang berlalu lalang di sana. Ia tentu bersyukur akan itu, semakin sepi, semakin orang-orang tidak mengetahuinya, akan tetapi ia sedikit tidak bersyukur untuk hal ini. Jika ia datang terlalu pagi, mau tidak mau, ia harus berhadapan dengan teman Teressa yang sedikit kasar itu, Emma. Brant yakin wanita itu masih sangat  membencinya, sekali pun ia sudah mengizinkan Brant bertemu Aaron di apartemennya.

Brant bersiap menekan bel pintu apartemen Emma, ketika suara langkah kaki mengalihkan pandangannya, membuatnya dengan segera mengikuti arah suara itu dan menemukan Teresaa yang bersamaan itu juga menghentikan langkahnya ketika melihatnya. Mereka bertatapan sejenak, sebelum kemudian Teressa mengalihkan pandangannya.

"Paman Brant?!" teriakan kecil Aaron membuat Brant melupakan kejadian apa yang baru saja terjadi padanya dan Teressa.

Brant tersenyum. Ia dengan sedikit kaku, mengangkat tangannya, menggerakkan jari-jemarinya untuk memberi ucapan selamat pagi pada Teressa dan Aaron, seperti apa yang diketahuinya.

Setelah membeli buku itu, Brant menyempatkan diri untuk mengingat gerakan-gerakan dalam bahasa isyarat, dan ya... Sejauh ini ia hanya mampu menghafal beberapa gerakan saja, salah satunya adalah sapaan itu.

Aaron buru-buru meminta turun dari gendongan Ibunya, sementara Teressa dengan cekatan membantu putranya untuk berjalan ke arah Brant.

Teressa tidak percaya jika Brant benar-benar akan menemui Aaron sekarang, dan melihat raut wajah berbinar yang putranya tampilkan, membuat Teressa tidak tahu harus berbuat apa. Prinsip utamanya adalah membuat Brant jauh dari Aaron. Namun, melihat raut kebahagiaan di wajah putranya, juga Brant, membuatnya kembali mempertimbangkan keinginannya itu.

"Selamat pagi juga paman," Aaron tersenyum, membuatnya dihadiahi sebuah usapan lembut di kepalanya.

"Wow Paman benar-benar memiliki gitar?!!" Jika Teressa tidak lebih dulu menahan Aaron, mungkin kaki putranya itu akan berakhir mengenakan gip lebih lama dari waktu yang seharusnya, karena putra kecilnya itu tanpa diduga sudah melompat-lompat kecil, untuk menunjukkan ekspresi kebahagiaannya pada Brant.

"Hei, Paman sudah mengatakannya padamu bukan jika Paman akan mengajarimu bermain gitar dan sebagai gantinya kau akan mengajari Paman bahasa isyarat."

Aaron mengangguk bersemangat, tapi kemudian ia melemparkan tatapan kebingungannya pada Brant.

"Uhh! Tetapi tadi Paman bisa melakukannya?"

"Itu... Aku hanya tahu beberapa," balas Brant malu-malu, melirik ke arah Teressa sembari menggaruk leher bagian belakangnya.

"Tak apa Paman, aku akan mengajari Paman."

Paman... Tentu panggilan itu tidak terdengar begitu  menyenangkan di telinga Brant, tetapi ia harus bersabar. Sebentar lagi Brant.... Sebentar lagi kau akan segera mendengar sebuah panggilan yang benar-benar kau inginkan dari putramu ini.

"Ehmmm... Apa Paman sudah menekan belnya?"

Brant menatap kebingungan, tetapi selanjutnya ia menyadari ketika Aaron mengulurkan kedua tangannya ke atas, seperti memintanya untuk mengangkat tubuh kecil pria itu dan membantunya menekan bel apartemen Emma.

Tingg....

"Hihihi," Aaron tertawa geli ketika Brant menurunkannya dari gendongannya, membuat Brant tidak bisa menghindarkan diri untuk tidak ikut tertawa.

Kreekkk....

"Ahh... Rupanya kalian semua sudah datang."

Emma membuka pintu apartemennya dan menemukan Teressa, Brant, juga Aaron di sana. Jika saja keadaannya berbeda, Emma yakin, mereka akan sangat sempurna untuk menjadi satu keluarga yang utuh.

Silent Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang