05 : Diri Tanpa Harga

558 95 13
                                    

Sebelum membaca jangan lupa follow instagram : @ji_hanraaa

Thank you^^


••••Selamat Membaca!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Selamat Membaca!!!

Cinta mendongak, menatap ke arah  jam analog berbentuk prisma yang menggantung manis di dindingnya. Jarum jam itu menunjukkan pukul 15.20. Ini sudah hampir Ashar, tetapi Cinta masih berkutat dengan aktivitasnya yaitu membantu ibu mengemasi kue pesanan orang.

Omong-omong ibu memiliki usaha kecil-kecilan sejak Cinta baru masuk Sekolah Menengah Pertama. Kepergian ayah membuat ibu terpaksa menggantikan posisi tulang punggung di rumah mereka. Dulu ibu membuat kue ataupun roti hanya sekadar untuk hobi. Tapi hobi itu sekarang berganti menjadi rutinitas, pekerjaan yang tidak seberapa namun hitung-hitung bisa mengisi celengan di rumah.

Jika ingin sedikit mengulas balik, Cinta masih sangat ingat bagaimana bahagianya kehidupan mereka di masa lalu. Semuanya masih terasa mudah karena sesuai pada porsi dan statusnya masing-masing. Ayah yang menjadi kepala keluarga dengan tugas menafkahi sekaligus memberikan rasa aman. Ibu yang menjadi ibu rumah tangga yang menjadi panutan sekaligus mengurus rumah.

Tapi sekarang berbeda. Posisi itu bergeser secara otomatis ketika sosok kepala keluarga telah tiada. Ibu terpaksa memikul beban dan tanggung jawab dua kali lipat lebih besar daripada sebelumnya. Melihat ibu, Cinta paham bagaimana susahnya menjadi single parent. Itu mengapa Cinta terkadang memaklumi ibu yang tak jarang menjadikan dirinya menjadi pelampiasan.

Cinta baru saja selesai menyusun lima puluh potong kue lapis ke dalam kotak mika. Gadis itu lantas beranjak dari atas lantai, kemudian membawa tiga tumpuk kotak mika tersebut ke ruang tamu. Kedua retina gadis itu bergerak, melirik sepersekian detik ke arah remaja perempuan yang duduk dengan kedua kaki terangkat di atas sofa.

Terdengar suara helaan napas samar dari mulut Cinta. Ibu sedang keluar, dan dia mengemasi beratus-ratus kue pesanan orang sendirian. Jika Wulan tahu diri, seharusnya anak itu membantunya tanpa tunggu disuruh. Yang membuat Cinta kesal adalah Wulan duduk berjam-jam di atas sofa sembari memegang buku berisi rumus dan soal-soal tes setebal kamus, namun di dalam bukunya tersembunyi sebuah ponsel yang dia mainkan sejak tadi.

"Ini udah H-3 tes UTBK. Ibu sampe rela minjam uang Tante Lana buat beli buku lo yang seharga dua puluh bungkus nasi kuning itu. Lo masih tega bohongin Ibu dengan cara kaya gitu?"

Tepat setelah melontarkan kalimat frontal, Cinta dapat melihat Wulan langsung menggeser bukunya. Dahi gadis itu terdapat kerutan yang sangat jelas, dengan sepasang mata menatap Cinta tidak bersahabat.

"Apa sih?!"

"Sesusah itu lo ganti effort ibu cuma dengan cara belajar? Lo tau gimana susahnya Ibu yang nabung selama bertahun-tahun biar lo bisa masuk kuliah yang lo mau. Lo cuma disuruh Ibu belajar, Wulan." Cinta menahan nada bicaranya agar tidak meninggi meskipun darahnya sudah mendidih sampai ke ubun-ubun.

MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang