04 : Kafeceria dan Nana

690 106 13
                                    

Sebelum membaca jangan lupa follow instagram : @ji_hanraaa

Thank you^^


••••Selamat Membaca!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Selamat Membaca!!!

Terhitung sudah tiga hari lebih, Cinta tidak ada sedikit pun berteguran ataupun mengeluarkan hanya sepatah kata pada adiknya, Wulan. Padahal dulu ayah selalu mengingatkan tidak boleh bermusuhan terlebih lagi dengan saudara sendiri lewat dari tiga hari. Ayah bilang Tuhan bisa marah dan tidak suka.

Pertikaian antara saudara sebenarnya memang sudah biasa dialami Cinta dan Wulan. Mau Cinta ataupun Wulan yang memulai permasalahan lebih dulu, pasti ujung-ujungnya mereka akan selalu berdamai. Karena Cinta selalu menjalankan apa yang dikatakan oleh ayah, jadi dia yang selalu mengawali perdamaian dengan kata maaf.

Tapi entah kenapa mulut Cinta sekarang enggan untuk meminta maaf lebih dulu. Untuk mengajak bicara Wulan saja, Cinta rasanya benar-benar malas. Tapi perang dingin ini sudah berlangsung selama tiga hari. Membuat Cinta bimbang setengah mati.

Dia tidak mau meminta maaf lebih dulu karena jelas-jelas Wulan sudah keterlaluan padanya malam itu. Di saat Cinta mengorbankan segalanya untuk Wulan, saudaranya itu malah berani menghardiknya di depan banyak orang. Dan sejujurnya, itu benar-benar membuat Cinta sedih.

Ditambah lagi luka yang ditorehkan Jaeman di hatinya masih basah, belum sembuh dengan sempurna. Juga ibu yang memarahinya tadi pagi hanya karena perihal satu loyang roti tidak sengaja gosong di bagian bawah. Membuat perasaan Cinta semakin berantakan. Ibu tidak tahu saja anak perempuannya itu sedang melamunkan kesedihannya, sehingga tak sengaja teledor saat bekerja.

Rasanya sangat tidak mungkin ibu peka dengan dirinya. Karena wanita yang paling dia sayangi sedunia itu hanya memikirkan Wulan, Wulan, dan Wulan.

Cinta menatap pantulan dirinya di cermin. Kedua mata gadis itu bengkak dan merah padam di siang bolong. Dia menangis tiada henti selama setengah hari. Dadanya sesak karena selalu memendam selama bertahun-tahun.

Biasanya Cinta masih bisa tersenyum. Tapi kali ini tidak. Untuk bersuara saja dia benar-benar tidak sanggup karena batinnya yang kelelahan.

Gadis berusia dua puluh satu tahun itu mengulum bibirnya yang gemetar samar. Dia menguatkan diri untuk tidak menangis lagi. Cinta tidak akan membiarkan dirinya sakit hanya karena terlalu berlarut dalam kesedihan.

Jika dia sakit, siapa yang akan membantu ibu nanti? Wulan? Adiknya itu tidak bisa diharap. Disuruh pergi untuk membeli ragi saja, pulang-pulang malah membawa satu plastik garam meja.

Ah sial. Hanya karena teringat Wulan yang salah beli ragi, Cinta malah bertambah sedih. Waktu itu Wulan sama sekali tidak mendapat bentakan atau cacian dari ibu. Ibu hanya terlihat kesal, namun menahannya. Dan lebih memilih untuk pergi ke warung sendiri untuk membeli ragi.

MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang