Bab 11

8.3K 398 10
                                    

"Ayah..."

Iris terus menggenggam tangan keriput milik ayah-nya, mencoba mengalirkan energi kehidupan, berharap sang ayah segara bangun dari tidur panjangnya.

"Aku wanita jahat, Ayah... Aku mengorbankan Sahabatku demi dirimu dan juga Jason.." Wajahnya tertunduk, ia menangis disela pengakuan dosanya.

"Setelah apa yang aku korbankan.. kenapa kalian belum juga sadar..." Iris meremas tangan Ayah-nya keras, ia seakan marah, namun tak tahu harus marah kepada siapa.

"Ehm.."

Tanpa Iris sadari, seorang pria dengan kemaja kerjanya bediri dibekalang Iris, wajahnya cantik, terlalu cantik untuk menjadi seorang pria.

"Kondisi Ayahmu semakin hari semakin menurun. Seharusnya kau ikhlaskan saja ia pergi, kau secara tidak langsung menyiksanya, Iris."

Perkataan pria itu begitu menusuk relung hatinya, membuat Iris menagis dalam diam.

Melihat Iris yang hanya diam, pria itu mengambil kursi yang berada tak jauh darinya, lalu dengan santai duduk di samping Iris, menopangkan tangan ke dagunya dan berkata dengan malas.

"Suami-mu itu gila, Iris." Ujarnya memulai percakapan.

"Lalu?" Iris terlalu malas untuk menanggapi cerita pria cantik itu.

Melihat reaksi dingin dari lawan bicara, pria itu bergumam dengan sendirinya.

"Percuma saja aku bicara, ternyata kalian pasangan gila." Ucapnya frustasi.

"Aku bosan menjadi dokter di tempat terpencil seperti ini..." Suaranya terdengar seperti menggerutu.

"Apalagi dengan dua pasien sekarat." tambahnya dengan sengaja, mencoba menyinggung Iris, namun yang disinggung sungguh tak peduli.

"........"

"........"

Hening diantara mereka, Iris enggan untuk bicara dan menanggapi si dokter.

"Chris menyuruhku datang ke villanya hari ini, huh, Siapa lagi yang disekap oleh pria gila itu." Ia mencoba membuka topik pembicaraan lain, memancing minat Iris untuk merespon.

"Aku sepertinya tau siapa.." ujar Iris pelan namun masih terdengar ditelinga tajam milik si dokter.

"Satu hal yang aku yakin, orang itu pasti perempuan.. semoga dia tidak mati kali ini.." 

Meski harapan itu terdengar tidak tulus, tapi si dokter benar-benar berharap demikian.

"Perempuan itu juga berpikir lebih baik dia mati daripada menjadi budak Chris." Iris serius dalam kalimatnya, dia juga tahu bahwa perempuan itu pasti memikirkan hal yang sama.

"Meskipun ia berpikir seperti itu, kuharapan dia tidak mati... Semakin hari Villa itu semakin horror saja." Si dokter begidik ngeri saat membayangkan berapa banyak manusia yang sudah diakhiri hidupnya di villa milik Chris tersebut.

"........"

"........."

kembali, Hening menyelimuti mereka, Iris bahkan dapat mendengar hembusan nafasnya sendiri.

"AH!!"

Suara si dokter benar-benar memecah keheningan dan membuat Iris terkejut.

"aku hampir lupa memberitahukan hal ini kepadamu.... Kekasihmu yang cacat itu sudah siuman.." dengan sumringah si dokter menyampaikan kabar gembira tersebut, kabar yang membuat mata Iris berbinar dan segara beranjak dari tempat duduknya.

"Antarkan aku ke ruangannya sekarang."









............................................

PLAK!!

Suara tamparan itu begitu keras, bahkan semua orang yang berada diruangan itu seperti dapat merasakan sakitnya, namun pria yang ditampar tersebut hanyar diam, tidak sedikitpun terlihat ketakutan dengan apa yang terjadi kepadanya.

"ANAK KURANG AJAR!!!!"

"AKU TIDAK PERNAH MEMBESARKAN PENGECUT SEPETIMU, KEPARAT!!!"

Lagi, makian itu kembali ditujukan kepadanya, pria tua dihadapannya terus memakinya, melemparkan kata-kata pedas yang sanggup membuat telinga siapa saja yang mendengar ikut memanas.

Setelah puas membuat wajah tampan anaknya babak belur, pria tua itu kembali ke singgasananya, duduk, mencoba menenangkan diri.

"Aku kecawa kepadamu, Christopher."
Pria itu kembali memandang tajam ke arah putranya, Chris.

"Apa maksudmu membebaskan para wanita jalang itu?!" Ia memijit pelipisnya, mencoba menghilangkan rasa sakit yang mendera area kepalanya.

"Aku hanya ingin mereka hidup bebas Ayah.."

Chris memandang tegas ke mata sang ayah, mencoba meyakinkannya bahwa apa yang ia lakukan adalah benar.

BRAKKK!!!

suara gebrakan meja begitu keras, membuat  terkejut seisi ruangan terkecuali Chris.

"Kau bodoh atau dungu?! Kau melepaskan lebih dari 100 orang!!" Pria tua itu memandang marah kearah Chris.

"Kau tau berapa kerugian yang kau akibatkan?!"

"Tidak ada yang dirugikan atas hal ini, mereka bukan hewan peliharaan.. mereka berhak mendapatkan kebebasan."  Chris menjawab dengan percaya diri, ia teguh dengan apa yang ia percaya.

Telihat wajah pria tua mengeras, marah akan pemikiran anak-nya, ia kepalkan tangannya kuat, seakan siap meninju Chris, namun seperdetik kemudian, raut wajahnya  berubah lemah.

"Garren Christopher Hakasin anak-ku, Ayah tau siapa yang mencuci otakmu sampai seperti ini.."

"Anak kecil itu... ya.. dia yang harus dimusnahkan.." pria tua itu bergumam namun Chris masih cukup jelas untuk mendengar tiap kalimatnya.

"TN.HAKASIN!!!!"

Semua orang yang ada diruangan itu berteriak panik. Melihat tuan besar mereka dipukul oleh anaknya sendiri.

Terlihat kilat marah Dimata Chris, ia seakan dapat membunuh pria tua tersebut saat itu juga.

"Jika kau berani menyentuhnya.... Aku sendiri yang akan menggali kuburan mu, Ayah.."



POSSESSIVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang