Tuhan menghukum seorang pendosa, dan memang hal itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan.
Tuhan memberimu apa yang sedang kau butuhkan, dan memang hal itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan pula.
Lantas, tuhan memberikan ku dirimu, dan lalu pantaskah tuhan menghukum ku, karena terus memeluk apa yang ia berikan?
........................
Shio menatap bosan kearah pria tampan yang sedang berdiri sembari menatap langit dari balik kaca. Pria cantik itu sama sekali tidak dipersilahkan untuk duduk apalagi diajak bicara.
"Oh tuhan, kau sudah seperti ini selama 10 menit, Christopher—"
"Apa sebenarnya yang ingin kau bicarakan?
"Kau seharusnya tau apa yang ingin ku bicarakan, Shio."
Meski wajah Shio terlihat datar, namun ia sedikit terkejut mendengar kalimat itu dari Chris.
"Saat kau memutuskan untuk mempekerjakan ku, kau seharusnya sudah siap dengan caraku, tuan."
Meski nyali yang dimiliki shio tak sebesar gunung, namun ia masih mencoba membela dirinya.
"Caramu? lucu sekali."
"Sejak kapan seorang anjing menarik tali lehernya sendiri."
Shio sedikit kesal dengan kalimat yang dilontarkan Chris kepadanya.
"Kali ini, kau akan benar-benar membusuk di jalanan."
"Kau tak mungkin melakukan hal itu, Tuan Christoper yang terhormat."
Chris berjalan kearah Shio, kini dua pria dewasa itu saling berhadapan.
"Menurutmu siapa yang harus bertanggung jawab jika seorang pasien dengan tangan yang buntung dapat melarikan diri dari rumah sakit kosong itu, hm?."
Shio terdiam, meski sudah paham ia masih enggan untuk berbicara.
"Kau mulai takut, huh?"
"Aku sedang dalam kondisi terbaik untuk membunuh seseorang—"
Chris meraih leher Shio dengan tangan besarnya, mencengkeramnya kuat sampai Shio hampir kehilangan kesadarannya.
"Tapi, Anjing seperti kau masih bisa digunakan dan diperas sampai kering."
Suara berat Chris begitu rendah, terdengar sangat menakutkan ditelinga Shio.
"Ku pastikan kau akan mati saat kau sudah kering, Shio."
Chris melepaskan cengkeramannya, lalu berlalu pergi meninggalkan Shio yang sedang mencoba meraih kehidupan yang hampir direnggut darinya.
"Dasar Iblis."
-------------------------------
Langkah pelan Jason akhirnya mengantarnya ke depan sebuah pintu rumah yang sangat ia kenali. Pria tampan itu nampak menahan air matanya. Mencoba tegar, dan mengingat tujuan utama yang harus segera ia jalankan yaitu membawa Amia dan anak-anaknya kembali dalam pelukannya.
Jason mencoba mengetuk pintu itu dengan tangan kirinya. Meski sedikit pusing, ia terus mencoba meneriakkan nama sang kaka sembari juga terus mengetuk pintu rumah Natya, lagi dan lagi. Kakinya terasa begitu lemah sekarang, efek dari koma yang masih belum pulih seutuhnya.
"Natya... Natya.. tolong buka pintunya."
Suara Jason bergetar ia bahkan sekarang sudah terduduk dilantai pelatar yang dingin.
"Natya—"
"Natya—buka pintunya.."
Setelah usaha keras yang Jason keluarkan, akhirnya pintu rumah itu pun terbuka, menampakkan wajah terkejut sekaligus tak percaya dari Natya.
"Tuhan—" ucapnya.
Natya langsung memeluk adiknya erat, ia masih terus bergumam "ya tuhan" tanpa henti. Air mata mengalir diantara keduanya. Namun, reuni itu harus berhenti ketika Natya sadar betapa dingin dan pucatnya wajah sang adik.
"IRIS—"
"IRIS.. TOLONG BANTU AKU, CEPAT!!!."
Mendengar suara Natya dari arah luar membuat wajah Iris nampak tegang. Ia seperti sudah tau hal ini akan terjadi.
"hanya untuk kali ini saja Jason,—"
"Aku tak akan membiarkanmu melakukan hal yang bodoh lagi." Gumamnya
Lalu, Iris pergi menghampiri Natya dan membantunya membawa tubuh Jason yang lemah masuk kedalam rumah.
---------------------------
Amia nampak sangat lesu sekarang, ia hanya terus memperhatikan kedua anaknya yang begitu lahap menyantap makan malam mereka. Sesekali si bungsu Cilla meminta tolong kepada Ami untuk mengambilkan lauk yang ia inginkan. Amia bahkan hanya memakan sesuap nasi selama sesi makan malam ini. Entahlah, apapun yang ia masukkan kedalam mulutnya terasa tidak enak. Apalagi bau ikan terus mengganggunya dan membuat Amia mual.
"Kenapa mama tidak makan?" Chris kecil memandang Ami dengan sedih. Ia juga terus memperhatikan sang bunda yang bahkan hanya terlihat sekali memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Mama sedang tidak enak badan sayang, Apa Chris mau—"
"Kenapa tidak memberitahuku kalau kau sedang tidak enak badan."
Tangan besar itu mendarat sempurna di bahu mungil Ami, sensasi panasnya bahkan menembus baju tidur yang sedang ia gunakan.
"Aku tidak ingat kau pernah memberitahu ku nomor teleponmu."
Ucap Ami sedikit ketus dan disambut dengan senyum tipis Christoper yang sayangnya tidak bisa amia liat.
"Kau bisa memberitahu pelayan dan biarkan mereka melaporkannya kepadaku." Chris berbisik pelan ditelinga Ami yang sontak membuat perempuan itu menutup sebelah telinganya.
"Apa yang kau lakukan dihadapan anak-anak seperti ini?!!."
Amia nampak marah, dan itu membuat Christoper semakin gemas ingin menjahilinya, dan segera memakannya.
"Aku menunggumu dikamar."
Segera setelah mengucapkan hal tersebut, Chris pergi berlalu, meninggalkan Ami yang terlihat sedikit kesal namun berusaha kembali menyapa kedua anaknya.
"Ayo segera habiskan makanannya, setelah ini, kita gosok gigi bersama—"
"Dia bukan Ayah—"
"Huh?"
"Dia bukan Ayah Chris!!"
Putranya itu menangis sembari mengucapkan kalimat tersebut.
"Dia... Hiks.. bu—bukan... Ayah.."
Lalu tangis Chris pecah sudah. Amia bahkan tertegun menyaksikan Anak sulungnya itu menangis. Sudah lama sekali ia tidak pernah melihat Chris menangis seperti ini.
Kemudian, Amia menghampiri putranya, memeluknya sayang dan membelai lembut pucuk kepalanya.
"Apa sebaiknya malam ini kita tidur bertiga?." tanyanya lembut.
...............
---------------------------
Terlama sih ini (sembah maaf kepada kalian yang masih nunggu cerita ini... Masalahnya ada ga yang masih nungguin... 😭)
Apa kabar kalian semua? Pasti udah banyak hal yang terjadi di hidup kalian kan? (Dan pene berharap hal tersebut semuanya adalah hal yang baik🥰)
Ga kerasa udah Desember aja hihihi.. apa nih harapan kalian ditahun yang sedang mehitung hari akan berganti ini?✨ ( Kalau pene salah satunya pengen menyelesaikan possessive inii 😭)
kita ga bakal Ampe ratusan chapter kok gess, tenang.. pene suka cerita yang ga terlalu panjang hihihi.
Jadi,
Happy reading semua 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSESSIVE
RomanceTanpa Ami sadari ia semakin memeluk erat Cilla yang ada dalam dekapannya. Langkahnya cepat meninggalkan hiruk pikuk pesta. Ia masih bisa merasakan pandangan pria itu masih tertuju kepadanya. Intuisi ini semakin nyata, Suami Iris adalah ancaman kehid...