Perkara Sendal Mas Re

1.3K 156 4
                                    

   Matahari sudah bersinar terik. Ayam-ayam milik tetangga juga sudah berkokok saling menyahut sedari tadi. Nampak sesosok laki-laki tengah mondar-mandir diteras rumah bahkan ke garasi tempat mereka memarkirkan mobil dan motor.

"Mana sih. Segala pake ilang."
Reyeda mendumel pelan. Ia ingin ke warung mang Jaka untuk membeli kopi. Namun ia sama sekali tidak menemukan sendal kesayangannya.

"Pake punya Jerro aja deh."
"Anjir gede banget, kaki gua tenggelem ini mah."
Namun Reyeda tetap menggunakan sendal milik Jerro untuk ke warung.

"Cantiknya ayah Jerro makan apa sih kok gak bagi-bagi, hm?" Tanya Jerro saat melihat sang keponakan duduk diruang tengah.

"Ini dikasi coklat sama ayah Na. Enak deh, ayah mau?" Tanya Aurel
Jerro segera menggeleng pelan, ia tidak terlalu suka makanan manis.

“Harsa mana deh?” Redeya masuk dengan emosi, menghentak-hentakkan kakinya layaknya anak kecil yang sedang marah.

“Mas, kalau datang dari luar salam dulu atuh. Gak sopan deh masuk sambil teriak.” Kata Navan yang baru saja keluar dari kamar.

“Diem deh, gua nyari Harsa ini. Dia kemana?” tanya Redeya lagi.

“Ayah Harsa belum bangun yah. Coba cari dikamar.” Sahut Aurel

Redeya mengarahkan langkahnya menuju anak tangga. Namun ia kembali menoleh ke arah Aurel.
“Eh itu kamu makan coklat dari tadi gak habis-habis. Makan berapa banyak kamu Aurel? Awas batuk dimarahin bunda tahu rasa.”

“Aurel loh belum habisin setengah. Ini lihat masih ada banyak kan.” Jawab Aurel

“Perasaan kamu makan coklat dari ayah keluar beli kopi sampai sekarang baru habis segitu?”

Aurel mengangguk cepat.
“Aurel kan makannya gak dikunyah jadi habisnya lama.”

Redeya kembali dibuat berpikir oleh sang keponakan. Jujur Redeya sudah memasukkan Aurel ke dalam circle Harsa. Dalam artian mereka sama-sama aneh.

.
.
.
"HEH! BANGUN!!! Harsa bangunnn."

"Apasih mas, ini hari minggu kalo lo lupa."

"Lo kemanain sandal gua?"

Harsa yang tengah duduk nampak berpikir keras. Sandal ya?
"Oh itu kemarin gua pake terus gak sengaja lepas."

"Terus sendalnya mana?"

"Gua buanglah mas ngapain gua nyimpen barang rusak."

Redeya segera menarik telinga Harsa tanpa ampun. Bisa-bisanya sang adik membuang sendalnya begitu saja.

“Sakit mas, iya-iya tar gua beliin yang baru. Lepasin dulu atuh ini kuping gua sakit banget anjir.” Rengek Harsa

Redeya menjewer Harsa keluar kamar. Ia tak menggubris rengekan sang adik. Sementara Harsa dengan kaki menuruni anak tangga berusaha melepaskan jeweran ditelinganya.

“Makanya jangan suka asal buang barang orang. Lo belum bisa menghasilkan uang jadi jangan sok-sokan pake barang orang kalau gamau ganti rugi kalau barangnya rusak atau hilang.” Bentak Redeya

Jerro yang melihat itu hanya tertawa, ya benar sih yang diucapkan masnya. Itu kenapa ia memilih diam.
“Mas, gua mau jemput mama dulu ya.”

Redeya hanya mengangguk.

“Kak Klara gimana?” tanya Navan

“Ya gak gimana-gimana. Kan kak Klara tadi pergi bawa motor juga sama mama. Sekarang gua bantu bonceng mama, kak Klara bilang mau langsung belanja.”

Navan hanya mengangguk mengerti, ia kembali melangkahkan kakinya menuju kamar selepas mengambil air dari dapur.


***

AKHIR (END) ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang