Masih Terasa

998 125 4
                                    

Malam ini terasa berbeda. Entah hanya Harsa yang merasakan, atau semua penghuni rumah juga merasakan yang sama. Harsa memilih keluar, untuk mengunci pintu gerbang. Lalu segera mengunci pintu utama.

Sebelum kembali ke kamar, ia singgah sebentar ke kamar Klara untuk mengecek apakah kakaknya sudah tidur atau belum. Dan bisa Harsa liat kakaknya sudah tertidur pulas. Kembali Harsa memasuki kamar sebelahnya yang tidak lain milik Redeya dan Jerro. Bisa Harsa lihat Jerro yang sudah tertidur membelakanginya dan Redeya yang juga sudah tidur pulas.

Harsa semakin dibuat sedih tatkala melihat meja kerja Redeya yang berantakan. Ia tak berani membersihkan walaupun dia punya niat untuk merapikan. Ia takut masnya marah karena ia menyentuh barang yang bukan miliknya.

Setelah menutup pintu kamar Redeya, Harsa kembali ke kamarnya. Dan menemukan Navan yang kini tengah membaringkan Aurel.

"Baru tidur?" Tanya Harsa

Navan mengangguk.
"Kayaknya karena tadi tidurnya agak lama jadi jam segini baru pulas."

"Na?" Panggil Harsa saat telah membaringkan tubuhnya disingle bed miliknya.

"Kenapa?"

"Besok gimana?"

"Gimana apanya? Ya besok kita sekolah bang, Mas Re juga kerja. Ada tuh si bang Jerro katanya besok gak ada dosen jadi dia dirumah." Ucap Navan

"Aurel sekolah biasa?"

Navan kembali mengangguk
"Tadi sebelum tidur gua tanya, katanya besok tetap mau sekolah. Mungkin kak Klara gak kerja dulu deh."

"Udah minta ijin sama atasannya?"

"Udah sih, tadi mas Re yang bilang ke atasannya kak Kla waktu di pemakaman."

Harsa menatap langit-langit kamarnya dan Navan. Sekelibat ucapan mamanya terngiang diotaknya. Dimana itu juga kali terakhir mama memberi wejangan padanya.
"Mama pernah marahin gua waktu ini Na."

Navan yang tengah membaringkan badannya di dekat Aurel sontak menoleh ke arah single bed milik Harsa.
"Marahin kenapa?"

"Gara-gara gua buang sandal mas Re." Kekeh Harsa

"Mama bilang gua gak boleh suka bikin kesel kalian. Gak boleh berantem, apalagi adu jotos kayak bang Jerr sama mas Re."
"Yang gua paling inget, mama waktu itu bilang mama gatau bisa bareng kita sampai kapan."

Hening seketika, namun setelah itu Harsa kembali bersuara.
"Kira-kira kita bisa gak ya ngejalaninnya Na? Hidup tanpa mama. Terus nanti biaya sekolah, dan lain-lainnya gimana? Gua baru merasa selama ini gua bergantung banget sama mama. Dan sekarang mama udah gak ada, gua ngerasa bingung."

"Gua juga gatau bang, jujur aja gua juga bergantung sama mama. Sama mas Re juga. Kalo bukan mereka yang biayai kita, gimana kita bisa sekolah."

Harsa menghela nafas pelan, padahal belum ada 15 menit ia bercengkrama dengan Navan, tapi kepalanya sudah terasa amat sangat sakit. Harsa membalikkan badannya, memunggungi Navan.

Awalnya ia ingin tidur, namun  tangisnya tak bisa ditahan dan seketika pecah, dengan mati-matian Harsa menahan tangisnya agak tak terdengar. Badannya bergetar, tangannya ia gunakan untuk menutup mulutnya.

Navan yang sejak tadi melihat abangnya hanya mencoba menggumam kata "sabar" dalam hati. Entah itu akan terdengar oleh Harsa atau tidak. Dalam diam Navan berdoa, semoga esok dan seterusnya, ia dan keluarganya bisa menjalani hari-hari dengan baik.

***


Harsa menuruni anak tangga pelan, ia menoleh ke arah tv dan mendapati Aurel tengah menonton cartoon kesayangannya. Pandangannya teralih ke dapur dan mendapati Reyeda tengah memasak. Tanpa menyapa, Harsa membuka kamar Klara dan mendapati Klara tengah duduk dengan gelas berisi air ditangannya.

AKHIR (END) ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang