Terlihat tenang, di kamar Navan hanya ada Jerro, dan Gilang. Dibawah sana masih ada Disandra dan Hejina. Setelah aksi Navan yang menangis disekolah, Gilang tak langsung mengantar Navan pulang. Ia memilih mengajak Navan ke rumahnya untuk sekedar berganti pakaian dengan pakaiannya dan beristirahat sebentar karena Gilang tahu kondisi dirumah Harsa masih tak baik-baik saja.
Namun karena waktu terus berjalan, tepat pukul 7 malam Gilang mengantar Navan kembali pulang. Dan sampai saat ini, sekitar pukul 12 malam ia masih menemani Navan. Jerro meminta Gilang untuk tak pulang dan menginap saja karena dia merasa Gilang bisa menemani Navan untuk sementara waktu.
Yang dilakukan Jerro, dan Gilang saat ini adalah menatap Navan yang memeluk hoodie yang biasa Harsa gunakan pergi. Setelah tiba dirumah, Navan langsung masuk ke kamar dan memakai hoodie Harsa dan memeluk hoodie yang lainnya. Jerro tak melarang, dipikirannya hanya satu, ia ingin Navan tenang.
Jerro menghela nafas untuk kesekian kali. Ia kemudian meraih ponselnya dan tak mendapati telfon balik dari Redeya ataupun balasan chat. Jerro kembali berpikir, kemana perginya Redeya dari magrib tadi. Bahkan Disandra juga tak tahu karena saat Redeya pergi dirinya sedang pergi sebentar.
"Mas Re belum ada kabar, bang?"
Jerro menggeleng. Ia tetap mencoba menghubungi Redeya namun nihil, nomor sang kakak tidak aktif.
PRANGGG
Jerro, dan Gilang sama-sama terkejut. Mereka tahu itu adalah bunyi dari benda yang pecah.
"Mas, kamu kemana aja?" Tanya Disandra yang berusaha membopong Redeya ke kamar.
"Hahaha. Ternyata enak ya? Gua jadi suka rasa minuman yang gua minum tadi."
Disandra sudah sangat kesal, ia kemudian meraih tas Redeya yang ia bawa tadi dan mendapatkan beberapa minuman beralkohol. Ia tak tahu sejak kapan kekasihnya mengkonsumsi minuman ini, yang jelas saat ini dirinya harus menjauhkan botol-botol ini dari Redeya.
"Kamu mau bawa kemana?" Redeya berjalan mengikuti Disandra yang berlari keluar kamar sang kekasih dengan membawa dua botol besar.
"DISANDRA!"
Jerro dan Gilang yang melihat itu segera menarik Redeya saat laki-laki itu menarik tangan si wanita.
"Balikin!" Bentak Redeya.
Jerro melihat apa yang diminta Redeya. Jangankan Disandra sebagai kekasih, Jerro saja tak suka dengan ini. Ia tak mengerti mengapa Redeya menyalurkan kesedihannya dengan meminum minuman itu.
"Lepasin Dis. Aku beli pake uang."
"Siapa yang suruh kamu beli minuman kayak gini mas?" Tanya Disandra dengan sedikit membentak.
"Bawa sini!"
Disandra melempar dua botol itu ke arah pintu utama rumah. Bisa dilihat botol itu hancur dan cairan itu membasahi lantai.
Redeya yang melihat itu jelas marah."DISANDRA!"
"Apa? Mas, aku bebasin kamu bukan berarti kamu bisa mengkonsumsi minuman beralkohol."
"Itu bahaya mas.""Terus kenapa?"
"Siapa yang ngasi kamu hak buat marahin aku? Buat larang-larang aku minum?""MAS!" Bentak Jerro. Ia sadar masnya mabuk tapi harusnya kakaknya ini tahu sedang berbicara pada siapa.
"Aku gak minta buat diatur-atur. Hidupku adalah hidupku!"
Disandra tersenyum kecil. Jadi ini isi pikiran kekasihnya selama ini, lalu keberadaannya selama ini hanya untuk pajangan semata?
"Aku masih inget kata-kata kamu mas. Kamu bilang aku bisa bikin kamu tenang, aku sosok yang bisa kamu andalkan. Nyatanya itu cuma bualan? Iya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR (END) ✔
Fanfiction"Abang itu kuat. Kalau abang tidak dapat apa yang abang inginkan jangan marah. Kalau kehilangan sesuatu, jangan terlalu larut dalam kesedihan, cobalah mengikhlaskan. Dan jika abang merasa apa yang abang lakukan tidak berguna bagi orang lain, maka co...