Harsa kini berada dipemakaman. Awalnya ia ingin segera pulang namun ia ingat beberapa hari setelah mamanya dimakamkan, ia belum sama sekali berkunjung.Harsa dan Navan membaca doa untuk sang mama, sesekali Harsa lihat Navan meneteskan air mata, namun dengan cepat diseka. Harsa tau, apapun yang dikaruniai oleh Tuhan, akan kembali lagi padanya.
Namun disisi lain, Harsa ingin egois. Harsa benar-benar butuh mamanya, ia tidak tega melihat Klara bekerja pagi sampai malam. Redeya yang kadang kerja lembur padahal dulu ia jarang mengambil lembur.
"Ma, ini Harsa."
"Keadaan mama disana gimana? Pasti seneng udah bisa ketemu papa ya? Harsa cemburu loh ma." Kekehnya pelan dengan arah pandang yang fokus pada adiknya.
"Ma, Navan cengeng deh sekarang. Padahal kan biasanya dia jarang nangis ya ma? Tapi sekarang dia sering nangis, kalo misal Harsa beberin ke cewek-cewek disekolah gimana ya ma?"Navan hanya terkekeh, tak berminat beradu mulut dengan abangnya ini.
"Maaf ya ma, yang dateng cuma kita berdua. Nanti Harsa ingetin yang lain buat jenguk mama ya. Untuk sekarang kak Kla masih sibuk ma. Semenjak mama udah gak ada, kak Kla sama mas Re tuh sibuk bangeeet.""Hebat kan mereka ya ma? Anak mama jelas hebatlah."
"Kak Kla kerja dari pagi sampai malem ma. Terus mas Re sering ambil lembur sekarang, katanya lumayan tambahan uang lembur bisa buat manuhin kebutuhan rumah."
"Bang Jerro masih fokus kuliah ma. Terus katanya, bang Jerro itu gak playboy ma. Kalo dia bohong nanti mama marahin aja ya."Harsa mengusap pipinya yang kini sudah basah. Hatinya seperti diremat keras.
"Aurel makin cantik ma. Dia kadang pakai kamar mama buat tidur siang, katanya dia kangen sama neneknya. Dia juga sering pakai meja rias mama, katanya juga kalau mama lagi riasan itu cantik jadi Aurel pengen kayak mama."
Navan yang berada dihadapan Harsa tak kuasa menahan air matanya. Biarlah ia dikatakan cengeng, untuk saat ini ia tak perduli itu. Ia hanya ingin melepaskan rindunya pada sang mama.
"Harsa minta maaf ya ma. Harsa belum bisa bantu kakak sama mas."
"Harsa janji, nanti setelah Harsa tamat sekolah Harsa coba cari kerjaan."Navan kemudian mengusap batu nisan sang mama. Ia juga ingin bercerita layaknya Harsa.
"Ma, mama tau gak? Muka abang sekarang masih keliatan ungu-ungu. Ya meskipun gak sebonyok waktu itu. Anak mama itu banyak gaya deh. Sok-sokan mukul bang Agam, eh dia ditonjok balik kan.""Tapi kan bang Harsa hebat ya ma? Dia nonjok bang Agam karena bang Agam rendahin kita, bang Agam juga ngomong buruk sama Aurel. Kalo mama masih disini, pasti mama bakal marah juga kan?"
"Gak apa ma, muka Harsa bonyok juga masih ada yang suka Harsa kok." Jawab Harsa
"Bang Harsa udah belajar cinta-cintaan ma. Disekolah nempel mulu sama kakak temennya Aurel." Ledek Navan tanpa melihat Harsa.
Hening seketika, baik Harsa dan Navan sama-sama bergelung dipikiran masing-masing.
"Ma, Harsa pamit dulu ya? Udah sore, kasian bang Jerro nemenin Aurel sendirian."
"Mama jaga kita terus ya? Harsa sayang banget sama mama.".
.
.Diperjalanan ke rumah baik Harsa dan Navan tak mengucapkan sepatah katapun. Harsa tau adiknya masih ingin disana, hanya saja ini benar sudah sore. Harsa tak tega melihat Jerro menjaga Aurel sendiri, mengingat Jerro juga tadi sudah lelah dengan kuliahnya.
"Na? Mau beli jajanan gak?" Tanya Harsa.
"Kagak bang, mau pulang aja. Dikamar juga banyak jajan."
"Boleh abang kasi tau gak?"
"Apa?"
"Jangan nerima barang-barang lagi ya Na? Abang takut lo dikira manfaatin cewek meskipun gak ada maksud gitu. Kalo mereka kasi barang atau makanan, bilang aja gak perlu. Bukan menolak rejeki tapi abang takut lo dicap buruk."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR (END) ✔
Fanfiction"Abang itu kuat. Kalau abang tidak dapat apa yang abang inginkan jangan marah. Kalau kehilangan sesuatu, jangan terlalu larut dalam kesedihan, cobalah mengikhlaskan. Dan jika abang merasa apa yang abang lakukan tidak berguna bagi orang lain, maka co...