Luapan Emosi

1.3K 125 18
                                    

Setelah beberapa hari menjalani ujian, kini anak kelas XII diberi waktu untuk menunggu hasil. Maka dari itu siswa siswi tetap bersekolah. Termasuk Harsa.

Matahari sudah terbit, ayam tetangga juga sudah mulai saling bersahut. Jika sebagian orang mungkin sudah selesai bersiap, berbeda dengan keluarga Jinaraka. Bahkan Redeya sudah tak berminat sarapan karena dirinya sudah terlambat untuk ke kantor.

"Hati-hati mas, jangan ngebut."

"Hm. Pastiin Harsa sekolah ya, biar kata dia udah kelar ujian. Gua males kalo harus dapet laporan dia bolos."

"Siap." Jerro melambaikan tangan saat mobil Redeya sudah menjauh. Dirinya kembali menutup pagar mengingat adik-adiknya pasti belum selesai dan dirinya akan berangkat pukul 9 nanti.

"Bang Harsa cepetan bang. Ah elaaaah gua bisa telat anjg. Hueeeee."

"Bacot banget lo, Na. Ya udah sana berangkat duluan. Gua sama bang Jerr."

"Enak aja, gua kuliah jam 9."

Harsa mau tak mau mempercepat edisi berpakaiannya. Jika saja semalam ia tak begadang, maka pagi ini sudah dipastikan dirinya tak mungkin terlambat. Sebelum berangkat, dirinya mengambil sepasang pakaian yang ia akan gunakan nanti saat bekerja dimini market.
"Yuk lah jalan. Lah Navan mana?"

"Navan udah didepan Har. Lo gak mau sarapan dulu?"

"Kagak bang, gua beli dikantin aja entar. Gua jalan ya? Entar gua balik jam 7an. Bye abang."

"HARSAAAA CEPET!"

"Harsa Harsa. Abang Harsa." Protes Harsa. Dirinya tak suka mendengar sang adik memanggilnya tanpa embel-embel abang.

"Terserah. Cepetan baaaaang."

"Sabar atuh Na."

Harsa dan Navan akhirnya tiba disekolah. Navan tak mengatakan apapun, ia dengan cepat berlari menuju kelasnya. Harsa tak bisa tak tertawa melihat adiknya berlari terbirit-birit. Segera dirinya mengambil kunci motor yang masih tergantung pada motor yang masih ia duduki. Langkahnya mengarah menuju kantin. Masih ada waktu 5 menit untuk sarapan jadi dirinya berjalan sangat cepat.

"Buk de."

"Ya Allah Harsa. Ngapain dikantin jam segini, sana masuk kelas nanti kamu ketahuan."

"Gak apa buk De, bel masuk juga 5 menit lagi."

"Ya itu sama aja. Ya sudah kamu mau beli apa?"

"Mau roti sama air aja deh buat ganjel perut doang. Ini ya Buk De uangnya, Harsa ke kelas dulu."

Tak ada yang aneh, bahkan Harsa dengan tenang memakan rotinya sambil berjalan menuju kelas.
"Heh, bisa-bisanya lo santai banget makan. Udah bel barusan."

"Yang penting kan sekarang gua udah dikelas." Jawab Harsa. Dirinya kemudian duduk disamping Gilang. Entahlah Doyok kemana, ia tak ambil pusing. Mengingat Doyok anak kesayangan guru, mungkin saja sedang dipanggil guru.

"Lang, lo beneran punya pacar?" Tanya Harsa penasaran.

"Kata siapa?"

"Kata gua. Kan gua nanya bambang."
Gilang terkekeh saat melihat wajah emosi Harsa. Dirinya hanya bercanda tapi tak sadar jika Harsa sekarang dalam mood tak baik.

"Bukan pacar sih. Dia anaknya temen mama gua."

"Dijodohin ya lo?"

"Gak tau. Kalo dijodohin sih gak apa, dia cantik, baik juga."

"Seiman kan?"

Gilang mengangguk. Jika tak seiman sepertinya sang mama tidak mungkin bersusah payah mengenalkan dengan gadis itu.

AKHIR (END) ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang