Hubungan yang Belum Pasti

699 84 2
                                    


Gemericik air dari dalam kamar mandi beradu dengan suara berat Jerro tak mengubah fokus Harsa. Ia tetap berjalan menuju kamarnya dengan beberapa buku yang sebelumnya ia bawa turun. Besok adalah hari dimana ia akan ujian. Jika bertanya apa dia gugup jawabannya biasa saja. Harsa juga tak mengerti kenapa dirinya tidak begitu panik sementara dua sahabatnya sudah ketar ketir menahan gugup.

Hubungannya dengan Redeya bisa dibilang kembali biasa. Ah, tepatnya fifty-fifty. Redeya kadang mengajaknya berbicara namun kadang juga bersikap ketus layaknya saat ia marah. Tak dipungkiri ia pun merasa lelah seperti ini tapi biarlah toh juga lambat laun keadaan akan normal seperti sebelum-sebelumnya.

Harsa merapikan beberapa buku kemudian merebahkan diri diatas ranjangnya. Merasa bosan, ia kemudian memutar lagu yang setidaknya bisa menaikkan moodnya. Ia cukup pusing hari ini mengingat segala teori pada buku.
Pintu kamarnya terbuka keras namun setelah itu yang terlihat hanyalah bagian kepala Jerro.

"Bang, ketok dulu atuh. Lo mau bikin gua jantungan. Mana buka pintu kagak santai."

"Hehe. Kirain lo masih dibawah."
"Har, minta body lotion dong." Lanjut Jerro sambil berjalan kemudian duduk diranjang milik Navan.
Harsa yang melihat itu menatap sengit ke arah Jerro, bukan perihal meminta body lotion, yang jadi masalah adalah Jerro hanya memakai handuk dipinggangnya. Terlebih handuknya basah, dan dengan santainya duduk diranjang Navan.

Yang Harsa takutkan, Navan yang akan mendumel karena ranjang miliknya basah, ujung-ujungnya dirinya yang menjadi sasaran amuk.
"Bang, lo cuma handukan doang mana basah lagi. Navan ngomel entar bang, bangun bangun."

"Ck." Jerro hanya berdecak.

"Bangun bang, duduk dikursi sana." Tunjuk Harsa pada salah satu kursi dikamarnya. Mau tak mau Jerro beranjak, dan beralih menuju kursi. Namun sebelumnya ia mengambil body lotion yang tergeletak diatas meja belajar Harsa.

"Mau kemana lo?"

"Pacaran." Jawab Jerro cepat sembari membaluri kakinya dengan lotion.

"Emang udah pacaran sama kak Hejina?"

"Ya belum sih tapi kan udah pendekatan."

"Pendekatan doang, kalo dia ketemu yang lebih nyaman ya lo gak ada apa-apanya bang." Jerro menatap Harsa tak suka. Enak saja Hejinanya diambil orang. Begitu pikirnya.

"Kalo lo ngerasa kak Hejina tuh cocok buat lo, dan lo nyaman sama dia ya kasi kepastian dia bang. Seenggaknya lo pacaran dulu, buat komitmen."
"Si kak Hejina cantik, baik lagi gak menutup kemungkinan ada laki-laki yang pengen miliki dia juga."

"Gak segampang itu."

"Masalah uang? Bang, lo kan yang bilang orang tuanya kagak merhatiin materi. Malah waktu lo sakit tuh papanya kak Hejina nelfon bilang pengen jenguk lo. Itu udah jadi bukti kalo papanya care sama lo. Dalam artian dia udah ngijinin lo bang."

"Gak tau deh."

Harsa berdecak kesal, heran dengan sang kakak kenapa bersikap seolah-olah dirinya tak pantas. Hubungan Jerro, dan Hejina lebih simple daripada dirinya dan Helena begitu pikirnya. Lalu apa yang membuat Jerro sulit?
"Kalo kak Hejina diambil orang, gua gak mau denger curhatan lo ya."
"Gua ketawain lo selama seminggu."

"Doain tuh yang bagus." Jerro benar-benar tak habis pikir mengapa adiknya malah ingin meledeknya.

"Lah lo dikasi tau aja kagak mau denger. Emosi gua."

Jerro yang telah selesai dengan acara body carenya segera beranjak dari kursi kemudian berjalan menuju pintu. Ia hendak turun untuk bersiap-siap.
"Lo gak keluarkan?" Tanyanya sebelum benar-benar keluar.

AKHIR (END) ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang