Kalau Dia Tidak Bisa Menjagamu, Apa Aku Boleh?

840 102 0
                                    

"Bang, beneran itu gak apa sekolah kayak gitu?" Tanya Klara. Sungguh ia tak habis pikir mengapa sang adik bisa seberani itu memukul Agam, mantan suaminya.

Jadi sebelum Klara sampai rumah waktu itu, Jerro menjelaskannya dahulu diperjalanan. Jaga-jaga Klara shock melihat wajah Harsa.

"Gak apa kak, kalo ditanya bilang aja jatoh." Jawab Harsa sambil mengunyah tempe goreng tepung buatan Redeya.

Klara hanya mengangguk patuh. Ya setidaknya lebam Harsa tak separah waktu itu.

"Oh ya, ini kakak lupa." Klara memberikan masing-masing tiga lembar uang seratus ribuan pada keempat adiknya. Uang Aurel? Sudah dipegang Klara.

"Wintari nitip ini buat kalian katanya buat tambahan uang jajan."

"Demi apa anjir gua dapet uang banyak. Teh Win lagi banyak duit pasti nih." Sahut Harsa

"Mas dapet juga ya? Dipakai belanja buat di dapur aja kak, lumayan kan."
Klara mengangguk dan menyimpan kembali uang milik Redeya.

Kelima kakak beradik itu akhirnya selesai dengan sarapan masing-masing. Dan memilih memulai aktivitas diluar rumah.

Harsa dan Navan akhirnya yang berangkat paling terakhir. Klara berangkat bersama Redeya, Aurel yang ikut dengan Jerro. Sisalah dua lelaki yang kata orang-orang mereka seperti anak kembar.

Navan yang sedang berkaca dispion motor merasa terusik saat melihat Harsa membuka pagar dan ada beberapa ibu-ibu lewat.

"Julid lagi dah nih." Gumamnya dalam hati.

"Apa? Mau julid? Sok atuh." Sarkas Harsa saat ibu-ibu itu tengah berbisik manja.

"Gini nih, kelakuan kayak preman. Muka lebam-lebam, gak punya sopan santun. Mau jadi apa coba nanti."

"Mau jadi apa saya nanti ya terserah saya bu. Kok repot banget ya ngurusin hidup orang?"

Navan geram dengan perdebatan dihadapannya, sungguh ia tak paham keluarganya punya salah apa pada tetangga disini. Navan memilih untuk mengeluarkan motor dari garasi.

"Punten ibu-ibu cantik, ini sudah hampir siang nanti saya sama abang saya telat. Kalau ibu-ibu mau nanti dilanjut lagi kalau kita udah pulang sekolah ya? Nanti saya videoin deh lumayan kalo viral kan bu."

Tepat setelah Navan mengakhiri kalimatnya, ibu-ibu itu berlalu menuju rumah mereka. Harsa yang sudah terlanjur malas kemudian mengunci pagar dan segera menaiki motor.

"Heran gua mah, doyan banget julid. Sarapan gua abis buat ladenin mereka doang kayaknya."



***



"Weh itu muka kamu kenapa toh?" Doyok yang sangat ingin tau malah memegang lebam dipipi Harsa yang tentu saja membuatnya memekik pelan.

"Sakit Yok jangan dipegang-pegang atuh."

"Lo abis dihajar siapa Har? Muka lo sampai bonyok gini." Tanya Gilang.

"Biasalah, abis uji nyali." Jawab Harsa enteng.

"Kalo uji nyali diruang BK noh cari bu Sena." Gilang benar-benar tak habis pikir dengan sahabatnya ini.

"Kasian atuh muka kamu lebam. Kalau si Gilang yang begitu tidak apa."

Gilang yang merasa namanya disebut seketika melotot.
"Yok sinilah kita gelud biar lo ngerasain juga lebam kayak gimana."

"Lama-lama gua merasa salah berteman sama lo pada."

"Kalau sama saya gak salah. Saya kan tidak macam-macam orangnya. Ini si Gilang kan memang agak berbeda." Bela Doyok. Ya jelas ia tidak mau disangka memberi pengaruh buruk kepada Harsa.

AKHIR (END) ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang