Enam Belas; Penguntit

21 3 0
                                    

Jangan lupa klik bintang sebelum baca.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Pagi di hari Rabu mengawali hari Bina dengan mata pelajaran matematika. Mata pelajaran kesukaannya.

" Ini kapan selesainya sih. Mabok gua lama-lama," ucap Jehan mengeluh. Memang pelajaran satu ini banyak tidak disukai oleh kalangan murid, termasuk Jehan.

" Bentar lagi Je. Sini, ada yang gak lo paham gak? Nanti gua ajarin," kata Bina. Jehan langsung berdiri tegap, lalu memiringkan tubuhnya ke arah Bina. " Semuanya Na," sahutnya begitu lesu.

Bina menggelengkan kepala mendengarnya.  " Gampang gitu juga materinya."

Jehan berdecak sebal, " Yeh. Bagi lo sih iya gampang, kalo otak modelan kaya gua sih udah susah tujuh turunan. Alias pusing banget anjir," keluhnya.

Bina tertawa mendengar keluhan sahabatnya itu, agak lebay memang. Lalu,ia kembali memfokuskan diri menatap deretan angka di papan tulis. Sedangkan Jehan mencoret-coret bukunya, entah apa yang ditulisnya.

" Baik anak-anak, pelajaran matematika bab hari ini selesai ya. Untuk tugas di rumah, silahkan kalian buka halaman 54. Dan jangan lupa catatan di papan tulis yang ibu kasih disalin. Hari Jum'at dikumpulin bareng tugas kalian," ujar Bu Sena dengan jelas.

" Yah, bu. " se-isi kelas mengeluh karena tugas yang diberikan. " Bu, gak usah disalin ya catatannya," sahut salah satu dari mereka.

" Silahkan. Tapi nilai kalian berkurang, pilihan di tangan kalian. Assalamu'alaikum." Bu sena berjalan keluar kelas setelah mengatakan itu dengan tegas.

" Ih! Apa-apaan sih bu Sena. Kebiasaan banget kalo kasih tugas gak kira-kira, ditambah salin catatan yang dia kasih. Gila gara-gara matematika lama-lama gua," oceh Jehan begitu kesal.

" Kan gak lucu ya Na, kalo nanti ada berita kaya gini nih ' Seorang siswi menjadi gila karena depresi akibat tugas matematika yang banyak' kan gak elit banget gitu. Nyebelin banget emang itu guru satu," katanya lagi dengan menggebu-gebu.

" Lebay banget lo mah." Bina mendorong bahu sahabatnya itu. " Gak usah berlebihan gitu juga kali Je, masa sampai segitunya sih. Ada-ada aja lo mah jadi orang."

" Yaiyalah anjir. Lo pikir aja nih ya, masa—" ucapan Jehan terpotong karena kehadiran Naufal yang tiba-tiba menarik Bina dengan kasar.

" Lo apa-apaan sih! Main tarik aja, lo kira gua tarik tambang apa. " Bina menatap laki-laki di hadapannya ini dengan tajam. Apa maksudnya coba, abis bolos mapel matematika, terus masuk kelas langsung main tarik kaya gini.

" Lo apaan sih pal! Lepasin Bina, kok lo jadi kasar gini sih. Beda banget tau gak," kali ini giliran Jehan bersuara.

" Lo diem. Gua gak ada urusan sama lo," sahut Naufal ke Jehan. " Ya urusan gua lah. Bina sahabat gua, lepasin gak." Kini Jehan membantu Bina untuk melepaskan cengkraman tangan Naufal di tangan Bina.

Keributan yang dibuat ketiganya membuat mereka menjadi tontonan gratis untuk satu kelas.

" Gua bilang lo diem ya sialan!" Naufal mendorong Jehan hingga badan gadis itu terbentur ujung meja. " AKHH!" rintihnya. Bina yang melihat sahabatnya diperlakukan seperti itu menatap laki-laki itu begitu tajam.

" KASAR BANGET SIH LO JADI COWO! LEPASIN GAK?! " teriak Bina. Suaranya menggema di se-isi kelas karena keheningan yang melanda dari awal kedatangan Naufal.

Bina membantu sahabatnya untuk berdiri. Tapi tiba-tiba Naufal kembali menariknya
" Ikut gua," perintah Naufal dengan begitu dingin.

" Apaan sih, gak mau juga. Lo tuh bisa gak sih gak maksa-maksa gua? Lo kenapa sih jadi beda gini? Aneh tau gak," ujar gadis itu.

" Oke, kalo itu mau lo."

Bina bingung dengan ucapan Naufal. Maksudnya apa coba? Bina yang sedang duduk itu terkejut, karena Naufal tiba-tiba melemparkan beberapa lembar foto. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat siapa yang ada di foto itu.

Sontak ia berdiri dengan wajah yang sulit diartikan. " Lo! Lo ngawasin gua sampai segininya? Gila ya lo. Mau lo apa sih sebenernya? Kaya penguntit tau gak lo. " Bina menunjuk laki-laki itu dengan sangat marah.

Foto itu memperlihatkan dirinya yang tengah mengunjungi Arka kemarin sore. Sepertinya Naufal mengawasi segala kegiatan yang ia lakukan. Tunggu, apa ia juga tau tentang kerja paruh waktunya? Jangan sampai, semoga ia belum tau. Dan tidak akan pernah tau.

Bina membalikkan tubuhnya ke arah dimana foto-foto itu ada. Lalu merobeknya menjadi sobekan-sobekan kecil.

Naufal tersenyum miring melihat apa yang dilakukan gadis itu. Lalu menarik Bina untuk ketiga kalinya, dan berhasil. Gadis itu berusaha menyamakan langkahnya dengan Naufal.

" Lo apaan sih! Bentar lagi guru masuk tau gak? Kalo mau bolos gak usah ajak-ajak gua, sendiri aja sana." di sepanjang koridor Bina terus saja mengomel pada Naufal. Untungnya saat ini jam pelajaran masih berlangsung, jadi mereka gak terlalu jadi pusat perhatian.

Kini keduanya berada di gedung sekolah yang sudah lama tidak terpakai. " Ngapain kesini sih?" ujar Bina. Sebisa mungkin ia mentralkan degup jantungan karena takut.

" Kenapa ?takut?" Naufal mengangkat sebelah alisnya. " Pantes ya lo, dari kemarin gua cariin gak ada. Ternyata malah enak-enakan sama si buta itu. Otak lo dimana? " sarkasnya.

" Omongan lo dijaga ya. Kasar tau gak?"

Naufal terkekeh, " Lo emang harus dikasarin dulu kayanya biar sadar. Lo gak tau kan? Ada hal penting yang gak lo tau. Keasikan sama si buta sih," ucapnya begitu sarkas.

" Stop bilang si buta. Dia punya nama ya, dan namanya bukan si buta. Emang lo mau nama lo  diganti kaya gitu?"

" Ya, gua mah gak buta. Jadi gak bisa diganti, gimana dong?" sahutnya dengan nada jengkel.

Bina mengepalkan kedua tangannya. Ia tidak boleh kalah lagi kali ini. " Kata siapa? Ada kok. Lo itu si egois, gak punya hati, pemaksa, dan masih banyak lagi."

" Apaan sih," kesalnya. " Lo beneran gak mau tau hal penting apa yang mau gua kasih tau?"

" Gua gak bilang gak mau tau tuh," jawab Bina  tak kalah jengkel. " Serius anjir. Ini tentang ayah lo," sahut Naufal.

" Bisa gak sih jangan setengah-setengah kalo ngomong. Ayah gua kenapa emang?"

 Ayah gua kenapa emang?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


•••
©flblume

A/N :

Maaf kalo ada typo ya. Kritik dan saran drop di komen, see you in next chapter.
Makasih banyak buat yang udah baca dan kasih vote.

Asa dan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang