Sembilan; Melewati Malam Bersama Arka

43 5 3
                                    

❝ Bagiku, hadirmu bukanlah sebuah kesalahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bagiku, hadirmu bukanlah sebuah kesalahan. Karena hadirmu adalah tepat
— Bina

***

Bina POV

Gemerlap lampu menjadi temanku di sepanjang jalan. Setelah menangis tadi, aku merasa sedikit lega. Rasanya, seperti sebagian rasa sesakku pergi bersama angin.

Dan sekarang aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar, menghilangkan rasa sakit meski sementara. Suasana malam ini juga gak terlalu ramai, banyak kendaraan yang berlalu lalang, ditemani bisingnya ibukota.

" Kok laper lagi ya? Padahal kan tadi udah makan." Mungkin karena efek habis menangis, jadi laper lagi. Apa ada yang kaya aku juga? Gapapa kok, itu wajar menurutku. Karena sama aja naikin mood kita lagi.

" Makan apa tapi ya? Nasi goreng? Ketoprak? Mie ayam? Kok jadi mau semuanya ya," sepanjang jalan mencari makanan,aku terus bermonolog pada diriku sendiri.

Selagi berpikir, aku menendang batu kerikil ke sembarangan arah. Tapi, aku gak sengaja menendang batu kerikil dengan kasar.

" Aduh!" rintih seseorang.

" Suara siapa tuh? Aduh, jangan-jangan batu kerikilnya kena orang lagi?" Aku panik. Dasar Bina ceroboh, kenapa kelepasan gitu sih nendangnya. Aku mencari di mana asal suara itu, perlahan aku menghampiri orang itu.

" A-anu..., maaf ya mas. Saya gak sengaja, serius deh. Sakit ya mas?" cicitku.

𝘋𝘦𝘨!

Ternyata orang ini adalah Juna. Gimana dong? Ngamuk nih pasti orangnya.

" Kalo gak sakit gak akan bilang kaya gitu," sarkasnya. Bener juga sih yang Juna bilang.
" Tunggu, kaya kenal sama suara kamu? Kita pernah ketemu kan?"

Aku gelagapan. Tunggu, kenapa aku harus panik? Emang kenala kalo dia kenalin aku? Bina kenapa sih jadi aneh gini. " E-eh? I-iya, kita pernah ketemu. Sering malah," jawabku dengan gugup.

" Bina?" tebaknya. Tanpa sadar aku tersenyum senang karena dia inget nama aku. " Iya hehe..., sekali lagi maaf ya. Aku gak sengaja serius deh!" kataku serius.

" Kamu habis nangis? Butuh temen cerita?" bukannya menjawab apa yang aku bilang, dia malah bertanya hal lain. Kenapa juga dia bisa tau aku habis nangis? Emang suara aku masih kedengeran habis nangis ya?

"H-hah? Enggak kok. Kata siapa habis nangis," sahutku menyangkal. Dengan tatapan yang masih datar seperti biasa, laki-laki di depanku ini bikin aku jadi skakmat karena ucapannya.

" Ketauan. Suara kamu itu habis nangis, jangan ngelak deh."

Aku memukul kepalaku karena merutuki kebodohan yang aku buat. Tiba-tiba Arka menarik kedua tanganku dengan lembut,
"Jangan dipukul, gak tau kalo bahaya apa?"

Asa dan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang