❝ Pertemuan tanpa diduga, membawa rasa hadir ditengah kita. Juga, membiarkan luka hadir tanpa diminta ❞
***
Mentari pergi meninggalkan senja, membiarkan langit malam menggantikan bersama rembulan. Cahaya yang dipancarkan menguar rasa rindu. Bertatap dengannya, seolah meminta menyampaikan rindu yang tertahan. Menjadi pendengar dalam sunyinya malam.
Gua baru aja menyelesaikan tugas sekolah, setelah dirasa semua selesai,aku keluar menuju balkon kamar. Membiarkan udara malam menerpa, tanpa peduli rasa dingin yang menyentuh kulit.
Gua cuma diam, sambil liatin bulan yang nampakin diri malam ini. Rasanya rumah sepi banget, padahal ada Arka. Bunda pulang lembur, lagi bayak pesenan roti soalnya.
"Oh iya, tadi kan itu cewe kasih titipan surat ke gua."
Gua balik lagi masuk ke dalam kamar, buka tas gua. Gapapa kali ya, kalo gua baca ini suratnya? Toh, gua harus memastikan dong, kalo surat ini gak ada kalimat atau kata yang bikin Arka sakit hati pas baca..
"Gak usah gua kasih aja kali ya? Arka juga gak mau nerima pastinya."
Gua berpikir sebentar, menimang-nimang, apa gua harus kasih surat ini atau enggak. Tapi ini kan titipan, di satu sisi gua gak mau bikin Arka makin sakit. Karena kalo gua liat-liat, Arka tuh kayanya ada rasa. Tapi dianya aja yang ngelak mulu. Gua gak tau kapan pastinya Arka suka sama itu cewe, yang jelas sejak kerjadian gua liat dia berdua sama cewe itu di taman.
Dan sejak itu juga, Arka mulai nunjukin hal-hal atau kebiasaan yang gak pernah sekali pun dia lakuin. Contoh kecilnya kaya, kasih hadiah ke orang lain, uring-uringan gak jelas, ya walaupun dia hak pernah terang-terangan tunjukkin sih, tapi gua tau itu.
Setelah hati dan otak gua bergelut, gua mutusin buat gak kasih tau Arka soal surat ini. Biar gua aja yang baca. Dengan hati-hati gua buka amplop surat ini. Gak tau kenapa gua ngerasa ini kaya berharga aja gitu.
"Panjang juga ya isinya. Jadi males bacandeh gua, lagi ini cewe kuker banget kenapa sih?"
"Niat banget kayanya nulis surat kaya gini. Gua sih ogah, yaudah lah mau gak mau harus gua baca. Demi Arka Jun."
Untaian kata di setiap kalimat tertulis begitu rapi. Kata demi kata yang tertulis, bikin gua makin terbawa suasana lebih dalam lagi, bahkan gua terhanyut dalam keindahan kata dari Bina. Tanpa gua sadarin kalo gua udah remat surat ini.
"Aku mau pamit sama kamu, maaf kalo kehadiran aku selama ini cuma jadi benalu dalam hidup kamu Ken. Sekali lagi aku minta maaf ya, kalo emang dengan perginya aku dalam hidup kamu bikin kamu lebih baik, aku lakuin itu. Bina," gua menagakhiri kalimat terakhir yang cewe itu sampein.
"Jadi dia udah sadar? Tapi maksudnya dia pergi tuh kemana?"
Ah elah, ngapain juga gua jadi kepo gini. Harusnya gua seneng kan, gak ada lagi yang ganggu hidup Arkan. Iyalah, harus itu.
Setelah gua selesai baca itu surat, gua mutusin buat sobek itu kertas jadi kecil-kecil, terus gua buang di tempat sampah.
***
Suasana berbeda hadir di keluarga Bina. Kini ayahnya sudah kembali ke rumah, begitu juga dengan mama dan adiknya. Dokter udah kasih izin pulang dari tiga hari yang lalu.
"Kak, kamu yakin sama keputusan kamu itu?" tanya sang mama memastikan lagi.
"Iya ma, aku yakin. Aku bisa jaga diri kok, kali itu yang mama khawatirin."
Bina terus meyakinkan mamanya ini. Maklum, seorang ibu yang khawatirin anaknya jauh dari pengawasannya untuk pertama kalinya.
"Ma, udah gak perlu khawatir. Bina pasti bisa jaga diri sendiri."
"Nanti kalo ada apa-apa atau butuh sesuatu bilang sama ayah atau mama."
kini giliran sang ayah yang memberi wejangan.
"Iya ayah."
"Kabarin mama terus loh nanti. Jangan keluar malem-malem kalo gak penting loh ya kak," kekhawatiran wanita paruh baya ini belum selesai ternyata.
"Iya mama sayang."
"Oh iya, terus kamu udah kasih tau cowo yang lagi deket sama kamu itu?" tanya ayahnya penasaran.
Bina terdiam, ia tidak ingin orang tuanya tau masalah mereka.
"Udah kok yah."
"Kamu gak lagi ada masalah kan? Dia gak macem-macem sama kamu kan kak?" selidik mama.
"Enggak kok. Gak ada masalah ma," jawabnya spontan.
"Yang bener loh kamu? Mama gak permasalahin kalo kamu suka lebih dari temen, selagi kamu bahagia dan kamu bilang dia juga bukan tipe orang yang bergantung sama orang lain kan. Tapi, kalo dia berani macem-macem sama kamu, awas aja itu orang."
Ayah hanya menggelengkan kepala mendengar ocehan mama. Sedangkan Bina tertawa pelan.
"Serius loh mama ini. Kok malah ketawa, udah diterima apa adanya malah seenaknya. Enak aja kalo gitu," gerutu mama.
Bina mengusap lengan mamanya.
"Iya ma. Tenang aja udah oke? Semuanya baik-baik aja kok."Senang rasanya, keluarga dia mau menerima Arka dengan segala kekurangan yang dia miliki. Bina berharap Arka sudah membaca surat itu, dan semua salah paham ini selesai. Sebelum kepergiannya nanti.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa dan Rasa
Fanfiction[Jangan lupa follow sebelum membaca] Yang Jungwon; Menjadi berbeda itu, bukan berarti tidak mendapatkan hak yang sama. Memang sudah kodratnya manusia memiliki kelebihan dan kekurangan dalam segi hal apa pun. ❝ Tapi aku tidak ingin menjadi pelangi u...