Tujuh Belas;

19 4 0
                                    

Jangan lupa klik bintang sebelum membaca.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Dengan tergesa-gesa Bina merapikan alat tulisnya, mengingat apa yang dikatakan Naufal tadi.

Jehan selaku teman sebangkunya sekaligus sahabat gadis ini, bingung. Pasalnya sejak kembali dari insiden tarik-menarik yang dilakukan Naufal, wajah Bina berbeda. Dia menjadi lebih diam, tidak seperti biasanya yang galak, jutek kalau ada yang mengganggunya. Tapi hari ini gadis itu menjadi pendiam.

*Flashback

" Ayah lo sakit. Mama lo kemarin kabarin gua, dan katanya hp lo gak aktif. Di telpon juga gak bisa. Ternyata.... "

Deg!

Sakit? Jangan bilang? Ah, kini ia tahu kenapa mamanya waktu itu begitu gugup saat ia bertanya tentang sang ayah.

" Sakit apa? Kok bisa?  Orang tua gua kan lagi di rumah nenek gua yang lagi sakit," katanya beruntun.

" Kecelakaan," jawab Naufal. Hatinya semakin tersayat, gimana bisa mamanya gak bilang apa-apa? Bahkan masih sempat memarahinya waktu itu.

" Lo gak usah khawatir, ayah lo gak luka parah kok. Cuma kakinya luka-luka, dan tangannya cedera. Tapi bukan cedera parah," jelasnya.

" Gak parah gigi lo bengkok! Itu parah ya monyet," sungutnya. Sabar. Sepertinya Naufal harus menambah pasokan sabarnya untuk hari ini.

" Pulang bareng gua. Kalo lo mau lihat keadaan ayah lo," titahnya tegas.

" Harus banget sama lo?"  Bina melipat kedua tangannyabersedekap.

Asa dan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang