Jangan lupa klik bintang sebelum membaca.
***Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Dengan tergesa-gesa Bina merapikan alat tulisnya, mengingat apa yang dikatakan Naufal tadi.
Jehan selaku teman sebangkunya sekaligus sahabat gadis ini, bingung. Pasalnya sejak kembali dari insiden tarik-menarik yang dilakukan Naufal, wajah Bina berbeda. Dia menjadi lebih diam, tidak seperti biasanya yang galak, jutek kalau ada yang mengganggunya. Tapi hari ini gadis itu menjadi pendiam.
*Flashback
" Ayah lo sakit. Mama lo kemarin kabarin gua, dan katanya hp lo gak aktif. Di telpon juga gak bisa. Ternyata.... "
Deg!
Sakit? Jangan bilang? Ah, kini ia tahu kenapa mamanya waktu itu begitu gugup saat ia bertanya tentang sang ayah.
" Sakit apa? Kok bisa? Orang tua gua kan lagi di rumah nenek gua yang lagi sakit," katanya beruntun.
" Kecelakaan," jawab Naufal. Hatinya semakin tersayat, gimana bisa mamanya gak bilang apa-apa? Bahkan masih sempat memarahinya waktu itu.
" Lo gak usah khawatir, ayah lo gak luka parah kok. Cuma kakinya luka-luka, dan tangannya cedera. Tapi bukan cedera parah," jelasnya.
" Gak parah gigi lo bengkok! Itu parah ya monyet," sungutnya. Sabar. Sepertinya Naufal harus menambah pasokan sabarnya untuk hari ini.
" Pulang bareng gua. Kalo lo mau lihat keadaan ayah lo," titahnya tegas.
" Harus banget sama lo?" Bina melipat kedua tangannya— bersedekap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa dan Rasa
Fanfiction[Jangan lupa follow sebelum membaca] Yang Jungwon; Menjadi berbeda itu, bukan berarti tidak mendapatkan hak yang sama. Memang sudah kodratnya manusia memiliki kelebihan dan kekurangan dalam segi hal apa pun. ❝ Tapi aku tidak ingin menjadi pelangi u...