24; Salah Paham

19 4 0
                                    


Aku ingin percaya padamu, tapi rasanya sangat sulit. Terlalu banyak rasa takut yang aku rasakan


Jangan lupa untuk klik bintang dan komen. Biar aku semangat nulisnya!

***

"Ngapain lo ke sini? Budek ya lo? Udah gua bilang kan, jangan pernah temuin Arka lagi."

"Gak ngerti bahasa manusia ya, lo? Oh iya lupa, lo kan bukan manusia ya. Soalnya gak punya hati, " sarkasnya. Kehadiran Juna yang tiba-tiba itu membuat Bina sedikit terkejut.

"Maaf sebelumnya ka, tapi bahasa kakak kasar banget ke aku. Emang kalo boleh tau aku ada  salah apa ya sama kalian? "

"Kenapa kalian berdua kaya benci banget sama aku?" sambungnya.

Jujur, Bina sangat bingung dengan mereka berdua. Terlebih pada Arka. Sedangkan Juna yang mendengar penuturan Bina terkejut.

Jadi Arka udah tau semuanya, batinnya. Lalu menoleh, menatap adiknya itu sebentar. "Bagus deh kalo Arka udah tau. Jadi gua gak perlu cape-cape larang dia, " sahutnya.

"Lagian lo mau ngapain lagi sih? Amnesia lo, gak inget kemarin udah gua usir? Sekarang masih punya nyali buat dateng lagi, " ujar Juna dengan tidak santainya.

Iya, jadi waktu kemarin Bina dateng yang ketemu bunda itu, Juna ngusir Bina. Karena laki-laki itu diberitahu sang bunda, siapa yang membawa macaroni scootle itu. Alhasil Juna tidak jadi makan makanan itu, berakhir Bina yang diusir dengan terpaksa.

"Kak, gua mohon. Jelasin kenapa lo kaya gini sama gua? Dan gua cuma mau ajak Arka pergi keluar aja kok, " katanya.

"Gak ada. Mending lo pulang deh, sebelum gua seret lo keluar kaya kamarin."

"Kenapa sih lo gak mau jelasin? "

Juna tertawa sinis, "Ngapain juga gua jelasin. Gak usah pura-pura deh lo, gua tau rencana lo ya. Jadi jangan harap lo bisa deketin Arka," ucapnya memperingati.

Bunda yang mendengar keributan pun datang menghampiri. "Aduh, ini kok pada ribut sih? Suara kamu sampai kedengeran di taman bang, " jelas Bunda.

Bunda yang menyadari kehadiran Bina pun memghanpiri gadis itu. Soalnya tadi yang buka pintunya itu Devan, gak tau deh itu anak sekarang dimana.

"Eh ada Bina. Kapan datengnya sayang?" tanya Bunda ramah. Bina salim pada bunda, "Baru aja kok bun. Maaf ya jadi bikin keributan di rumah bunda gini," ujarnya tidak enak hati.

Arka sedari tadi hanya diam. Ia terlalu malas untuk berdebat seperti Bina dan Juna. "Aku ke kamar dulu, " pamit Arka. Kini Juna menatap bunda meminta penjelasan. "Bun, kok ini cewe munafik manggil bunda juga sih? Sok akrab banget, " kata Juna begitu kasar.

Sakit rasanya hati Bina. Seperti tidak punya harga diri, dimaki-maki tanpa tau sebabnya. Bahkan diperlakukan begitu kasar.

"Abang, gak boleh gitu ah ngomongnya. Bunda gak pernah ya, ajarin abang buat kasar sama perempuan. " Bunda berusaha menengahi keduanya.

"Tapi bun—"

"Udah bang. Mending abang masuk kamar gih, atau main ps sama Devan."

Juna pergi begitu saja, tanpa menjawab lagi. Bunda menghela nafas pelan melihat kelakuan putra sulungnya yang sangat membenci Bina. "Maaf ya Bina. Maafin sikap Juna ke kamu, gak tau deh itu anak kenapa jadi kasar banget ke kamu. "

Wanita paruh baya itu merasa bersalah. Ia menatap sendu Bina yang tengah menunduk sedih. Seolah tengah menahan tangis yang akan runtuh kapan saja.

"Gapapa kok bunda, mungkin kak Juna punya alasannya."
Bina mencoba untuk tetap tersenyum. Bunda mengelus surai gadis itu pelan, "Kamu ada apa dateng ke sini lagi?" tanya bunda lembut.

Asa dan Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang