Rencana Yang Terwujud (ending)

532 34 0
                                    

Raden menatap Cia dengan sangat intez hingga kepala Cia membenturkanya pada kepalanya. Tingkah itu membuat Raden gemes sendiri hingga Raden mendekatkan wajahnya kemudian  menggigit seperti kebiasaannya yang sudah lama ditinggalkan sejak sibuk dengan urusan masing-masing.

"Cia," bisik Raden mengalihkan Cia yang semula menatap kaktus miliknya.

"Apa? Mau nyusu?" Raden mendelik tidak suka lalu menyentil mulut Cia dengan pelan.

"Gue serius ini,"

"Hah baiklah, iya ada apa kakak Gitvan yang paling kaya," canda Cia mendekatkan diri pada Raden kemudian bersandar di dada bidangnya.

"Gue,,,mau ke Amrik," ucap cepat Raden sampai Cia mendongak dengan tatapan begitu polos dan lugu. Mata itulah yang mampu menarik hati beku Raden hingga kini hatinya telah bersinggah ratu disana.

"Kakak mau ninggalin Cia lagi?" ucapnya dengan sendu.

"Lo ingat tadi pagi? Kenapa gue mau lo jadi menejer disana, alasannya simple. Lo suka ayam goreng, ini mungkin cara gue buat lo bahagia dengan gue diriin resto khusus ayam goreng. Dan lo bisa kelola setelah lulus SMA sambil nunggu gue pulang dari Amrik," ucap Raden mengelus punggung Cia.

"Lo tau sebelum kita deket, gue pengen banget lanjut sekolah kesana tapi setelah lo datang ke kehidupan gue itu jadi masalah besar gue, antara lo sama kesana adalah suatu hal yang sulit buat diputuskan." Imbuh Raden beralih menatap Cia yang masih menatapnya.

"Lama?" tanya Cia dan Raden mengerti maksudnya.

Sebenarnya ia bisa saja hanya menempuh S1 tapi ia ingin mengambil semuanya hingga pulang ia hanya perlu meneruskan pekerjaanya saja, tanpa barus bolak balik lanjut. Apalagi ini juga keputusan orang tuanya yang meminta terus lanjut.

"Gue ngak tau tapi gue bakal  berusaha semaksimal mungkin buat cepet pulang biar bisa minang lo," sahut Raden memeluk erat tubuh yang mulai bergetar itu.

"Ssttt, plis jangan nangis atau gue ngak bakal tenang buat ninggalin lo disini," bujuknya menangkup wajah Cia dan diseka air maya mengalir deras itu.

"Nanti kalau kakak pergi, Cia ngak diomelin lagi dong," isaknya menepis tangan Raden kemudian memeluk erat Raden, lagi.

"Harusnya seneng dong, ngak dimarahin. Tapi gue ngak suka sama perkataan lo, gue cuma mengarahkan agar lebih baik bukan ngemarahin lo," ucap Raden menjitak pelan kepala Cia.

"Kapan kakak perginya?" Tanya Cia, jujur saja salah satu keinginannya kembali kedunia modern selain orang tua dan ayam goreng, ia juga ingin bersama Raden dan anehnya ia tidak tau mengapa. Mungkin karena Raden selalu memanjakannya dengan ayam goreng.

Raden ternyata tidak menjawab melainkanya menarik Cia kedalam kedepan lebih erat. "Ih kak jawab, kapan kakak perginya?"

"Tidur Cia, gue ngantuk seharian kerja," omel Raden menurunkan wajahnya dan mulai menggigit kecil pipi Cia yang menggebung, apa dia marah?

"Kalau gue pergi tanpa pamit, plis jangan marah atau benci sama gue. Gue punya alasan buat ngak pamit," batin Raden mengecup bekas gigitan kemudian kembali menggigit kecil.

Ya alasannya cukup simple dan logis, dia tidak ingin Cia menangisi kepergiannya seperti waktu lalu. Hati mana yang akan tenang jika orang yang disayang meraung namanya agar tidak pergi. Namun bagaimana lagi jika ini sudah menyangkut masa depan, Raden tidak punya hak yang sudah ditetapka oleh keluarga besarnya.

ACIA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang