Dua Puluh Delapan

4.4K 1.1K 408
                                    

Selama beberapa detik, Attar hanya diam membisu. Sementara Aretha pun sama diamnya setelah mengakhiri panggilan dari Galuh. Gadis itu memasang tampang polos tanpa rasa bersalah. Mengapa Aretha harus merasa bersalah? Punya pacar adalah hak semua orang, bukan?

"Oh!" seru Attaruna linglung. "Congrats kalau begitu. Pacar pertama, ya? Nggak usah terlalu senang, paling-paling bulan depan juga udah putus," ucapnya sinis sebelum membalikkan badan dan bergegas pergi. Saat menuju tangga, ia berpapasan dengan ayahnya yang baru pulang. "Malam, Pa," sapanya datar.

Setibanya di kamar, ia membuka sepatunya, lalu mengempaskan pintu sekuat tenaga.

Debuman mengerikan tersebut terdengar sampai ke bawah. Bi Ati mengucap istigfar, kemudian saling berpandang-pandangan dengan Aretha.

"Mas Attar kenapa ya, Bi?" tanya Aretha masih menggendong si Garong. Tidak mungkin Attar cemburu. Bahkan sekadar memikirkan kemungkinan konyol itu saja, ia sudah malu.

"Marah kayaknya, Non."

"Kenapa dia marah?"

"Nggak tahu, Non. Semenjak bayi, Den Attar itu memang ajaib." Bi Ati mengelus dagunya tanpa curiga. "Perasaan, udah lama juga dia nggak ngamuk begitu. Kerasukan barangkali. Coba nanti Bibi bicara pada Bapak, mungkin Den Attar perlu dirukyah."

"Siapa yang mau dirukyah?" celetuk Bima tiba-tiba muncul di dapur. Ia meminta Bi Ati mengambilkan segelas air hangat untuknya.

"Anu, itu, Den Attar, Pak. Pulang-pulang bawa kucing hepi banget, lalu mendadak marah-marah. Kerasukan kali, Pak. Kapan hari saya dengar perempuan nangis dari kamar Den Attar. Kayaknya itu kuntilanak."

"Jadi, Attar kerasukan kuntilanak?"

"Sepertinya begitu, Pak."

Aretha menelan ludah. Pipinya berangsur merah. Ia tak enak hati pada Bi Ati. Haruskah ia jujur bahwa kuntilanak itu adalah dirinya?

Bima hanya tersenyum kecil. Terkadang, tingkah Bi Ati hampir sama dengan putrinya, tukang drama. Akhir minggu ini Thalia mengaku tidak bisa menginap di rumah. Anak perempuannya itu ikut perjalanan bisnis bersama Costa ke Malaysia.

"Dalam dunia science nggak ada yang namanya orang kerasukan, Bi. Yang ada hanya possession trans disorder dan itu sudah masuk ranah gangguan mental."

Kesurupan tetap menjadi perdebatan dalam dunia sains dan psikiatri. Fenomena tersebut masih diteliti asal-usulnya serta rangkaian cara pengobatannya secara ilmiah.  

"Yah, Bapak nggak percaya, sih," tukas Bi Ati dengan suara pelan, enggan berdebat dengan tuannya. Lagipula, istilah-istilah yang digunakan tuannya tidak dimengerti oleh dirinya yang tidak berpendidikan. Apa itu science? Apa itu possession

"Sudah ngantuk, Ri?" tegur Bima pada Aretha.

"Belum, Om."

"Duduk sini, temani Om ngobrol sebentar."

Aretha duduk di hadapan Bima. Pria itu sangat berwibawa, sehingga Aretha pun sungkan. Sementara Bi Ati sudah pamit ke kamarnya.

"Om dengar, kamu ikut kelas kepribadian, ya? Gimana progresnya?" tanya Bima yang mendengar sekelumit cerita dari Pak Imin bahwa Aretha sibuk sekali belakangan ini.

"Iya, Om. Kata Mas Attar, progresnya bagus. Aku udah mulai percaya diri sekarang," sahut Aretha menceritakan kegiatannya sehari-hari sesuai perintah Attar untuk menjadikan dirinya semakin berkembang.

"Baguslah, keep it up." Bima mengangguk-angguk. "Kamu juga sedang mencari pekerjaan?"

"Iya, Om."

Imperfect Romeo (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang