"Bagaimana Levi?"
Levi membaca pemberitahuan di email yang dikirimkan untuknya. Ia menatap ayah mertuanya. "Tidak diterima."
"Sayang sekali."
Levi tidak diterima kerja di Dauper Publisher. Itu menyedihkan.
"Aku mengikuti tiga wawancara di tiga perusahaan yang berbeda hari itu, semuanya tidak menerimaku." Levi menunduk.
"Hei, jangan bersedih." Alpha tua itu mendekati Levi dan mengusap rambutnya. "Nile mengurus perusahaan Erwin dengan sangat baik. Kita masih bisa bertahan hidup dengan uang yang dihasilkan perusahaannya. Jangan terlalu terburu-buru."
"Bukan begitu, Ayah. Aku tahu Tuan Nile bekerja dengan sangat baik, tapi aku juga ingin bekerja. Aku ingin bekerja untukku dan untuk ayah."
Ayah mertua Levi tersentuh mendengarnya. Kembali ia tepuk kepala Levi. "Kau tahu, Levi? Sebelum semuanya terjadi, akan ayah katakan sekarang." Ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. "Sebenarnya ayah mau pulang. Pulang ke Mitras. Ayah ingin menghabiskan hidup di sana."
Levi mendengarkan dengan seksama. Saat kecil, Erwin tinggal di Mitras bersama ayahnya sampai ia menikahi Levi. Mungkin ayah mertuanya ingin di sana karena makam istrinya berada di sana.
"Ayah tidak akan memaksamu ikut. Kau boleh ikut, kau boleh berkunjung. Kau tetap keluarga kami."
Levi mengangguk. "Baik, Ayah. Tenang saja, aku akan selalu mengabari ayah tentang kondisiku."
Jawaban yang menjelaskan bahwa Levi tidak akan ikut. Ayah mertuanya mengangguk. "Jaga dirimu baik-baik, Nak."
Keesokan harinya, Levi mengantar ayah mertuanya pulang ke Mitras. Untuk saat ini, Levi tidak ingin memikirkan pekerjaan. Dia butuh istirahat setelah berkeliling mencari perusahan penerbit yang menyediakan lowongan pekerjaan. Dia menetap di sana selama dua malam dan pulang di pagi hari menggunakan bis.
.
Pada siang hari yang terik, di sebuah kafe di pinggir jalan, Levi sedang duduk di sebuah kursi yang berada tepat di bawah pendingin ruangan. Hari ini Levi kembali mencari lowongan pekerjaan. Sepertinya hari ini bukan hari keberuntungannya. Levi tidak menemukan tempat yang menerima karyawan baru. Karena siang semakin terik, Levi memutuskan berteduh di dalam kafe yang dingin.
Omega pria itu frustasi. Selama tujuh tahun ia hidup dengan uang Erwin. Ia lupa rasanya bekerja. Sekarang dia mengelana jauh-jauh hanya untuk mencari pekerjaan.
Tiba-tiba Levi merasakan sesuatu. Sisi omeganya seperti sedang sangat senang tapi dia tidak tahu kenapa. Hingga akhirnya, pintu kafe terbuka. Levi segera menoleh dan mendapati seseorang yang tidak asing lagi untuknya. Ini Dauper, bukan Trost, dan Levi menemukannya di sini.
"Eren." Bisik Levi. Rasanya Levi ingin sekali menghampiri pria yang sedang memesan di tempat kasir.
Tiba-tiba Eren menoleh. Jantung Levi berpacu sangat cepat. Mereka berdua sangat terkejut.
"Eren, ada apa?" Seorang alpha di samping Eren mengguncangkan lengannya.
Eren menoleh. Ia menggeleng, lalu kembali mengalihkan tatapannya pada Levi. Eren yakin sekali itu Levi. Sisi alphanya terasa sangat gembira saat mereka mendekati kafe ini dan Eren tidak tahu kenapa. Eren sering merasakan ini dulu sebelum menikah dengan Historia.
Setelah menerima pesanan, Eren dan temannya berjalan mendekati meja Levi. Ada meja kosong di samping meja Levi, Eren dan temannya duduk di sana. Meja Levi hanya untuk satu orang sedangkan meja yang ditempati Eren untuk dua orang. Untuk sesaat, mereka menatap satu sama lain.
"Jadi, bisa kita mulai diskusinya?" Alpha berambut cokelat susu tersebut mengeluarkan dokumen dari tasnya.
"I-iya." Eren berusaha menenangkan degup jantung dan sisi alphanya.
Eren kemari untuk pembicaraan bisnis dengan koleganya. Pikirannya susah fokus untuk tujuannya itu karena ada Levi berada sangat dekat dengannya.
Berkali-kali Eren mencuri-curi pandang kepada Levi dan tatapan mereka sering bertemu. Levi juga mencuri-curi pandang kepada Eren. Dia ingin mengobrol bersamanya, tapi dengan jarak sedekat ini, Levi tahu Eren sedang bekerja.
Berusaha mengalihkan perhatiannya, Levi memakan kuenya. Tapi setiap kali Levi berusaha mengabaikan keadaan sekitar, sisi omeganya malah semakin mendesaknya. Dia pernah merasakan ini saat masih menjadi pacar Eren. Omeganya tidak bereaksi seperti ini saat bersama Erwin. Justru sisi omeganya menggeram setiap kali Levi berkata bahwa ia adalah istri Erwin. Kenapa?
Waktu seakan melambat. Eren gelisah sekali. Pembicaraan bisnis ini tidak akan selesai dalam waktu dekat jika mereka berdiskusi sambil makan kue! Inilah alasan Eren tidak terlalu suka pertemuan bisnis di luar kantor. Tapi itu sangat berbanding terbalik dengan alpha di depannya.
Dia adalah Porco Galliard. Koleganya ini berasal dari keluarga Galliard yang pernah membantu presiden membangun gedung yang sekarang digunakan sebagai objek wisata banyak orang. Gedung tersebut terlihat seperti istana presiden tapi isinya seperti museum.
Eren berniat melakukan kerja sama untuk proyek pembangunan selanjutnya, tapi rupanya dia salah orang. Keluarga Galliard memiliki dua anak. Anak pertama mereka adalah Marcel Galliard, alpha bertanggung jawab dengan jiwa kepemimpinan bawaan dari ayahnya. Anak kedua keluarga Galliard adalah Porco Galliard, orang yang ada di depan Eren. Porco adalah anak terakhir, pantas saja orang tuanya sangat memanjakan alpha tersebut. Porco lebih semena-mena dan kurang bertanggung jawab.
Seharusnya aku bekerja sama dengan Marcel, bukan dengan Porco. Sial, aku tidak bisa membedakan keduanya., Eren berdecak.
"Jadi, bagaimana Eren?" Porco menatapnya dengan tatapan bertanya.
"Konsepnya sangat bagus." Eren akui itu. Porco sebenarnya pintar, tapi begitu, lah. "Kuharap kita bisa bekerja sama untuk proyek ini."
"Tentu saja, Kawan." Keduanya berjabatan.
"Kita kembali ke kantormu sekarang?" Eren bertanya tidak sabar.
"Tunggu sebentar. Aku ingin membawa pulang strawberry cheesecake satu potong." Porco beranjak dari kursinya dan berjalan ke kasir.
Ini adalah kesempatan yang bagus. Eren menatap Levi. Omega tersebut juga balik menatapnya. Ada banyak sekali hal yang ingin Eren sampaikan, salah satunya betapa dia sangat merindukan Levi. Tapi mereka baru saja bertemu setelah bertahun-tahun tidak berjumpa.
Levi menatap Eren gugup. Dia ingin sekali mengambil kesempatan ini untuk bisa berbicara dengan Eren. Tapi dia tidak tahu harus memulai dari mana. Bisa saja Levi mengucapkan "Hai" atau "Apa kabar?", tapi itu semua tertahan karena Levi sangat gugup.
"Sudah. Eren, ayo kembali ke kantor." Porco kembali dengan satu kotak berisi kue.
Eren menoleh sebentar. "Emm... Baiklah." Eren segera mengambil tisu, melipatnya beberapa kali, lalu mengeluarkan bolpoin dari sakunya. Ia menuliskan sesuatu sebelum beranjak dan mengembalikan bolpoinnya ke saku. "Ayo pulang. Kau duluan." Eren mendorong bahu Porco agar berjalan duluan.
Levi menunduk. Dia baru saja kehilangan kesempatannya. Sisi omeganya merasa murung. Tiba-tiba sebuah tangan besar menyentuh mejanya, disusul dengan usapan lembut pada rambutnya. Tangan besar tersebut berada di mejanya hanya sebentar karena pemiliknya pergi keluar dari kafe.
Levi menatap tisu yang ditinggalkan di atas mejanya. Ini dari Eren. Dengan perasaan bahagia, Levi mengambil tisu tersebut. Ada nomor telepon tertera dan juga sebuah tulisan singkat.
0104-xxxx-xxxx
7 PMLevi membekap mulutnya. Eren memberikan nomor teleponnya, bahkan meminta Levi menghubunginya pukul tujuh malam. Levi segera menghabiskan pesanannya dan keluar dari kafe. Seketika Levi lupa tentang kesedihannya hari ini. Ini adalah hari yang membahagiakan untuknya.
.
To be continue.
Ginii, aku nggak sempet buat ff khusus ultah ukenya Eren, jadi aku up sekarang sama ffku yang satunya :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Separated Hearts
FanficEren berusaha menolak perjodohan paksa yang dilakukan ayahnya demi Levi. Rupanya Levi juga sudah dijodohkan dan dia tidak mampu menolak keinginan orang tuanya. Bagaimana jadinya nasib keduanya di kemudian hari?