10

370 36 15
                                    

Pagi ini Levi bangun lebih awal dari biasanya. Harinya terasa sangat cerah. Bahkan bersih-bersih terlihat sangat menyenangkan. Kegiatan dengam Eren tadi malam menstimulasi tubuh Levi tetap berenergi. Bahkan bekas gigitan Eren ia anggap sebagai sumber kekuatan. Sekarang aroma tubuh Eren menyatu dengannya.

Levi hanya memakan sereal sebagai sarapan. Kulkas Eren mulai kosong dan Levi harus berhemat. Dia belum mendapatkan gajinya. Lagipula, sereal enak juga.

Pintu apartemen dibuka. Levi menatap serealnya yang belum habis lalu menatap alpha berambut cokelat yang menghampirinya dengan senyum cerah.

"Pagiii!" Eren memeluknya erat.

"Eren, bukankah ini terlalu pagi untuk menjemputku?"

Eren duduk di sampingnya. Dagu Eren disandarkan pada bahu Levi. "Iya, tapi tidak pernah terlalu pagi untuk menengok kekasihmu, kan?"

Levi mendengus. Mangkuk sereal diletakkan di atas meja kopi. Levi ikut memeluk Eren erat. Setelah melakukan bounding, biasanya alpha dan omega tidak ingin dipisahkan satu sama lain.

Eren mengecupi rambut Levi. "Kau milikku selamanya."

Suara Eren membuat Levi melayang. Dirinya milik Eren dan Eren miliknya. Itu benar. Sejak awal bertemu, mereka ditakdirkan untuk menjadi milik satu sama lain. Levi menemukan kebahagiaannya. Kebahagiaan yang Erwin dan ayahnya ingin Levi mendapatkannya.

"Tunggu, kalau kau di sini, bagaimana dengan Historia?"

Eren berdecak malas. "Dari tadi malam dia bertanya padaku kenapa aku pulang larut malam. Aku hanya bilang urusan kontrak. Kemarin kita pulang agak terlambat karena urusan kontrak, kan?"

Mereka memang pulang terlambat karena urusan kontrak dengan seorang investor, tapi Levi kurang suka ide Eren yang seolah-olah menghindari istrinya.

"Emm... Eren?"

"Iya?"

"Apa kau menandai Historia juga?" Semalam Eren membiarkan Levi menandainya. Levi melihat leher Eren masih mulus tanpa ada tanda apapun.

"Tidak. Kita hanya melakukan seks. Aku selalu melarang Historia menandaiku karena aku harus bekerja."

"Ini sudah tujuh tahun. Dia tidak curiga?"

"Tentu saja curiga. Setiap kali dia memintaku menandainya, aku selalu menolak. Maksudku, sejak awal pernikahan, kita tidak mengenalnya sama sekali. Aku beralasan kita harus mengenal satu sama lain."

"Oooh..." Levi mengangguk. "Dia tidak melihat tanda di lehermu semalam?"

"Tidak. Semalam aku terlalu lelah sampai tertidur menggunakan mantelku. Beruntung udaranya sangat dingin. Kita bisa menggunakan mantel sepanjang hari."

"Benar juga." Levi tersenyum. Ia menyandarkan kepalanya

Eren memeluknya erat. Matanya bergulir ke meja kopi dan menemukan semangkuk sereal yang masih ada isinya.

"Kau hanya makan sereal?" Levi mengangguk. "Kenapa?"

"Aku hanya menghemat bahan makanan."

Eren mengerutkan keningnya. Kembali Eren tatap Levi yang masih nyaman di pelukannya. "Aku bisa membelikan bahan makanan, kau tahu? Tidak perlu berhemat seperti ini, Sayang. Kau butuh tenaga untuk bekerja. Nanti kita berbelanja, ya?"

Levi mendongak. Kata-kata Eren sangat berarti untuknya. Eren sangat memperhatikan Levi.

"Iya."

"Pintar." Eren mengecup bibirnya sekilas. "Habiskan serealmu. Kita akan segera berangkat." Mangkuk sereal diambil lalu diserahkan kepada Levi. Levi masih sangat nyaman di pelukan Eren. Dia menghabiskan sereal tanpa mengganti posisinya.

Separated HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang