Hai hai ... cerita baru buat kalian, nih^^
Happy Reading...Eits ... jangan lupa vote dan komennya juga dong ya( ˘ ³˘)♥
___________________________________________
Angin laut kian berhembus kencang ke daratan. Matahari sudah mulai turun, dan langit kini sudah berubah warna menjadi jingga. Tapi Nayla, gadis itu masih senantiasa berdiri di tempat pertama kali ia mengantar seseorang, yaitu sang kekasih yang pergi merantau ke negeri orang.
Dari dermaga, tempat saat ini ia berdiri, Nayla memandangi laut luas yang tampak tak berujung. Beberapa kapal berukuran cukup besar sedang berlayar melintasi laut luas itu, dan beberapa kapal juga ada yang berlabuh di dermaga itu.
"Nayla!"
Nayla tolehkan kepalanya saat seseorang menyerukan namanya.
"Mas Alga?" Nayla memperhatikan Alga yang berjalan menghampirinya, lalu berhenti dan berdiri berdampingan dengannya.
"Kamu masih di sini ternyata," ucap Alga, Nayla mengalihkan pandangannya, "aku nggak nyangka, setelah tiga tahun berlalu pun kamu masih nungguin dia ... dan selama tiga tahun itu juga nggak ada kabar dari dia."
"Kamu sendiri, kan, juga tau, Mas, kalau hapeku hilang kemarin," Nayla mengulas senyum simpul. Bersikap seolah ia baik-baik saja.
"Sebenarnya siapa yang mau kamu bohongi, Nay?" tanya Alga membuat senyum Nayla seketika luntur, "oke, anggap aja karna hape kamu ilang ... tapi tiga tahun belakangan, dia tetap nggak ada kabarkan?" tanya Alga lagi, "kita anggap lagi karna hape kamu ilang dia jadi nggak tau nomor kamu yang baru ... tapi apa dia nggak bisa minta tolong sama orang tuanya buat minta nomor baru kamu itu, atau paling enggak buat nanyain kenapa kamu nggak bisa dihubungi? Kalian tetanggaan, kan?"
Dalam diam Nayla menatapi Alga. Nayla tau itu, tentu saja. Hanya saja selama ini ia menutup mata, beranggapan jika sang kekasih akan kembali, paling tidak menghubunginya. Tapi pada kenyataannya, setelah tiga tahun berlalu. Tidak ada tanda-tanda kalau kekasihnya akan kembali, bahkan sekedar kabarnya pun tidak pernah Nayla ketahui.
Alga menghela nafas. Turut merasakan kesedihan Nayla. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghibur gadis itu.
"Maaf, Nay ... maaf karna aku terlalu ikut campur dengan urusan pribadimu. Tapi sebagai sahabat, aku nggak tega liat kamu kayak gini. Aku cuma berharap kamu sadar kalau dunia ini nggak sekecil tempat kamu berdiri. Dunia ini jauh lebih luas dari yang kamu bayangkan, Nay ... jadi berhenti ngarepin sesuatu yang nggak belum tentu bisa kamu capai ... kamu harus bahagia, Nay."
Nayla mengulum bibir menahan tangis. Tapi Nayla tidak mampu menahan air mata yang semakin lama semakin mendesak hendak keluar. Sampai beberapa saat kemudian, wajah Nayla sudah basah oleh air mata.
Alga menarik Nayla dalam pelukannya. Mengusap punggung gadis itu, menenangkan.
"Menangis, lah, Nay, kalau itu bisa buat kamu lebih tenang ... tapi setelah itu, aku nggak mau liat kamu nangis apa lagi karna dia."
Tangisan Nayla semakin menjadi. Dalam pelukan Alga, ia terisak. Pilu. Entah sudah berapa lama gadis itu menangis. Tapi yang jelas, baju Alga sudah basah saja dibuatnya.
"Udah tenang?" tanya Alga saat isakan Nayla kian mereda. Saat ini mereka sudah duduk pada kursi di dermaga itu.
Nayla menarik diri, perlahan ia mengangguk lalu mengusap wajahnya dan menyeka air yang keluar dari hidungnya menggunakan ujung baju yang ia pakai. Alga tertawa dibuatnya.
"Aku punya sapu tangan, Nay," Alga mengambil sapu tangan itu dari saku belakang celananya lalu menyerahkannya pada Nayla. "Pakai ini."
Nayla menerima sapu tangan itu. Menyeka hidungnya sampai bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERMAGA PENANTIAN.
SonstigesNayla Amira, gadis berusia 27 tahun. Tiga tahun hidupnya, ia habiskan hanya untuk menantikan kepulangan sang kekasih. Sampai ia tidak menyadari telah tenggelam dalam sebuah harapan dan mengabaikan kehidupannya. __________ Alga Wijaya, pria berusia...