Part 10

22 4 0
                                    

Aku datang lagi ... semoga bisa menyelesaikan cerita ini dengan cepat.

Happy reading (⁠ ⁠˘⁠ ⁠³⁠˘⁠)⁠♥

________________________

Nayla dan Ketrin menghabiskan waktu selama 5 menit mengendarai sepeda motor untuk sampai ke desa sebelah. Seperti yang sudah dikatakan oleh Ketrin, juga sang ayah — pasar malam itu benar-benar ada — didirikan disebuah lapangan di desa itu.

Nayla turun begitu Ketrin menghentikan motornya. Beberapa area parkir disediakan di sana. Tidak gratis tentunya. Masing-masing kendaraan akan membayar dengan sejumlah uang lima ribu rupiah untuk penjagaan — tempat.

"Ini, kak."

Seorang tukang parkir sewaan itu menyerahkan sebuah kertas kecil dengan bertuliskan angka kepada Nayla, dan angka yang sama diikatkan dengan sebuah karet pada kemudi.

"Terima kasih." Nayla menerima kertas bertuliskan angka itu, lantas ia dan Ketrin pun masuk ke area pasar malam.

Kehadiran Nayla, Ketrin, juga pengunjung lainnya disambut dengan beraneka ragam mainan. Bahkan para pedagang juga memiliki tempat tersendiri untuk menjajakan makanan — dagangan mereka dalam area itu. Bukan hanya bagian dalam saja. Di pinggir jalan — menuju jalan masuk pun banyak pedagang di sana, menambah kesan ramai permainan itu.

Dengan senyum lebar yang tersungging di bibirnya, Nayla memandangi setiap permainan yang ia lewati bersama Ketrin. Ikut merasakan betapa bahagianya anak-anak bermain di sana dengan didampingi orang tua. Bahkan pasangan muda-mudi juga memadati area hiburan itu. Menambah rasa takjub ketika Nayla melihatnya.

"Nay, baling-baling!" seru Ketrin penuh semangat — menunjuk ke arah baling-baling yang berputar.

"Enggak, ah, aku takut," tolak Nayla.

"Takut apaan?" tanya Ketrin berkerut kening, "cuma baling-baling, Nay. Lo, nggak bakalan dilempar buat dibanting."

"Itu tinggi, loh, Rin," sahut Nayla.

"Ya harus tinggi dong, Nay," balas Ketrin pula, "kalau nggak tinggi, itu baling-baling gimana muternya."

"Naik yang lain aja deh," ucap Nayla sembari melihat permainan yang disediakan di sana. "Ah, yang itu."

Ketrin mengikuti kemana tangan Nayla mengarah. Seketika Ketrin dibuat tercengang dengan kenyataan yang ia dapati.

"Komedi putar?" tanya Ketrin memastikan, berpikir jika ia mungkin saja salah, namun melihat Nayla mengangguk, Ketrin kesal juga akhirnya. "Lo kira gue bocah SD?"

"Naik itu nggak harus bocah SD kali, Rin," sahut Nayla.

"Oke, kita naik itu," balas Ketrin menyetujui, namun dengan syarat, "tapi sebelum itu, naik baling-baling dulu."

"Aku nggak—" penolakan Nayla terjeda begitu Ketrin menarik tangannya, "mau," ucapnya namun sepasang kakinya sudah ikut melangkah bersama Ketrin.

Nayla tidak dapat berbuat apa-apa. Ketrin pun tidak berniat melepaskan tangannya, khawatir jika Nayla akan melarikan diri nantinya.

"Pesan tiket dulu," ucap Ketrin pada Nayla, "karena yang pengen naik baling-baling itu aku. Jadi biar yang bayar."

Nayla tidak lagi menyahut, atau pun berniat untuk membantah, membiarkan Ketrin melakukan apa yang ia inginkan.

"Ayo, Nay," ajak Ketrin masih menggandeng tangan Nayla — sampai di dekat penjaga baling-baling itu.

Nayla dan Ketrin harus menunggu antrean sebelum menaiki baling-baling itu. Baru beberapa saat menunggu, kedatangan Alga bersama temannya mengalihkan perhatian kedua wanita itu.

DERMAGA PENANTIAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang