Part 8

28 8 1
                                    

Hati terasa tak tenang. Suasana terasa tak nyaman. Pandangan hanya mampu menyapu ruangan yang hanya diisi sepasang insan. Duduk berhadapan dengan meja sebagai pembatas antara keduanya. Nasi kotak juga jus buah tersedia di atas meja. Namun Nayla sama sekali tidak tertarik untuk menyentuhnya.

"Ayo, makan."

Suara ajakan itu seakan menegur Nayla, menyadarkannya dari lamunan. Namun bukan langsung menyentuh makanannya, Nayla justru memperhatikan Alga yang tengah nikmat menyantap makanan yang ia pesan.

Ya, pada akhirnya Nayla tidak berhasil menolak tawaran Alga, dan pada akhirnya keduanya makan siang bersama, berdua, dalam ruangan Alga.

_________

"Makasih, Pak, tapi saya makan sendiri aja." Nayla berusaha menolak. Tak ingin terpengaruh dengan bisikan Ketrin, meski wanita itu memasang wajah bersalah.

"Makan bareng saya dulu. Terima kasihnya nanti," sahut Alga tersenyum tipis pada Nayla.

Nayla tidak langsung menyahut. Memandangi Alga memperjelas penolakannya. Namun bukannya menyerah, Alga justru berkata.

"Makanannya udah saya pesan ... kita makan di ruangan saya aja."

Nayla terkejut. Tampaknya Alga sudah memperhitungkan ketidaknyamanan Nayla hingga memutuskan memesan makanan dari luar, dan makan siang di ruangannya untuk menghindari gosip sebab saat jam makan siang, kantor dalam keadaan sepi.

"Tapi, Pak—"

"Ayo, makanannya udah ada di ruangan saya." Alga menyela, lantas menarik lengan Nayla dan membawanya masuk ke ruangannya.

Di samping meja kerjanya, Ketrin tampak terpukau dengan pemandangan di depannya. Cukup terkejut juga melihat sikap Alga pada Nayla, seakan keduanya memiliki hubungan di luar kantor, selain sahabat tentunya.

___________

"Gimana mau keluar dari sini kalau kamu nggak buru-buru makan-makanannya," kata Alga, lagi-lagi menegur Nayla.

Nayla lagi-lagi diam, hanya menatapi Alga yang berbicara tanpa menoleh ke arahnya.

"Ayo, makan," ajak Alga lagi, mulai membuka penutup nasi kotak milik Nayla, "nanti keburu orang-orang kantor masuk," tambahnya.

Alga memberikan sendok langsung ke tangan Nayla, lalu kembali ia menikmati makan siangnya.

"Mas."

Alga tidak menyahut, sambil mengunyah makanan dimulutnya, Alga mengangkat kepala menatap Nayla.

"Jangan kayak gini, Mas," kata Nayla saat pandangan keduanya bertemu, "aku nggak enak sama Ketrin. Aku juga nggak mau nantinya ada gosip yang enggak-enggak tentang kita berdua."

"Gosip yang enggak-enggak gimana maksud kamu?" tanya Alga, bersikap tak acuh, tak peduli akan kekhawatiran Nayla, "kita, kan, cuma makan, nggak ngelakuin apa-apa."

"Iya, memang ... tapi orang lain apa tau?"

"Oh, ya udah. Aku buka pintu bentar."

"Buat apa?" tanya Nayla saat Alga mulai beranjak dari duduknya.

"Biar orang tau kita lagi ngapain di sini," sahut Alga santai.

Nayla mendesah, menatap Alga memasang wajah lelah. "Bukan itu maksudku, Mas."

Alga tidak menyahut. Kembali duduk ke tempat semula, memandang Nayla memasang wajah serius.

"Kalau gitu makan yang bener," kata Alga membuat Nayla terpaku, "akhir-akhir ini aku liat kamu kayak orang capek. Makanan yang kamu ambil di kantin juga nggak pernah abis ... aku bukan mau mencampuri, tapi kalau kamu nggak nafsu makan, kamu bakalan sakit. Kalau kamu sakit, itu artinya kamu bakalan izin cuti. Kalau kamu izin cuti, udah pasti kerjaan kamu terbengkalai. Dan kalau kerjaan kamu udah terbengkalai, aku secara terpaksa harus menyerahkan kerjaan kamu ke orang lain, sedangkan mereka juga punya pekerjaan yang harus diselesaikan.

DERMAGA PENANTIAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang