Part 19

15 4 0
                                    

"Hati-hati di jalan," ucap Alga begitu Nayla turun dari motornya.

Nayla tertawa pelan mendengar peringatan dari Alga. "Kamu yang harusnya hati-hati, Mas," sahutnya pula.

Alga ikut tertawa juga. "Ya udah, masuk sana."

Nayla menggeleng pelan. "Kamu pergi dulu. Aku masuknya nanti."

"Kok gitu?" tanya Alga. Nayla tersenyum, mengedikkan bahu saja. Alga lantas melanjutkan. "Ya udah, aku pulang, ya."

Nayla mengangguk saja. Alga lantas menyalakan motornya dan meninggalkan Nayla. Setelah motor Alga sudah menjauh, Nayla lantas beranjak dari tempatnya dan masuk ke dalam rumah.

Sesampainya di dalam rumah, Nayla mendapati sang ayah tengah menonton televisi di ruang tengah.

"Belum tidur, Yah?" tanya Nayla, tanpa dijawab pun Nayla sudah tau jawabannya. Nayla lantas duduk di samping sang ayah — ikut menonton juga.

"Belum," jawab Fatih.

"Bunda mana, Yah?" tanya Nayla lagi.

"Baru aja masuk kamar. Ngantuk katanya. Padahal baru jam sepuluh, ya ... Bunda kamu udah tua, sih," seloroh Fatih lalu tertawa kemudian.

Nayla ikut tertawa juga. Geleng-geleng mendengar candaan sang ayah.

"Pak Alga udah pulang?" tanyanya pula.

"Udah, baru aja," jawab Nayla.

Fatih manggut-manggut saja. "Sejak kapan kamu deket sama Pak alga?" tanyanya kemudian.

Nayla terdiam, bingung bagaimana menjawab pertanyaan dari sang ayah.

"Eeh..." Nayla berpikir, "udah lama, Yah," jawabnya. "Pak Alga juga, kan, seniornya Nay masa SMA. Jadi, ya, deketnya begitu doang."

Fatih manggut-manggut saja menanggapi jawaban putrinya.

"Nay," tegur Fatih. Nayla menatap ayahnya saja. "Besok tanggal merah, kan?" tanyanya jelas berbasa-basi saja. Nayla mengangguk saja menjawab pertanyaan ayahnya. "Kamu ketemu Baim, ya? Soalnya Ayah denger, lusa dia udah mau berangkat ke Jakarta."

Nayla terdiam, tidak langsung menjawab tawaran sang ayah. Nayla kebingungan, bagaimana ia harus menjelaskan. Apakah Nayla harus mengatakan kepada sang ayah jika ia dan Alga sudah berpacaran. Sungguh, Nayla merasa malu untuk mengungkapkan, terlebih lagi kepada sang ayah.

"Nay," tegur Fatih sebab Nayla hanya diam — melamun, tanpa menjawab pertanyaannya sama sekali.

Nayla tersentak, spontan menoleh.

"Ayah nanyain kamu, loh, ini," kata Fatih kemudian.

"Yah, apa nggak bisa kalau—"

"Kamu nggak mau?" tanya Fatih, Nayla menatap sang ayah saja tanpa berniat untuk mengiyakan atau sekedar menganggukkan kepala, "ya, udah, kalau begitu biar besok Ayah kasih tau orang tuanya Baim kalau kamu—"

"Nggak usah, Yah," sambar Nayla cepat, "biar Nay temuin aja, nggak pa-pa," katanya.

Fatih tersenyum dengan jawaban Nayla, mengusap kepala putrinya itu penuh sayang. Nayla balas tersenyum juga.

"Kalau begitu, Nay, masuk kamar dulu, ya, Yah," pamit Nayla. Fatih mengangguk saja, dan Nayla beranjak pergi setelahnya.

Nayla memasuki kamar, terduduk lemas di atas ranjang. Nayla kebingungan, apa yang seharusnya ia lakukan. Bagaimana cara Nayla menceritakan hal ini kepada Alga?

Nayla berpikir untuk diam saja, tanpa mengatakan apa-apa kepada Alga. Akan tetapi, bagaimana jika Alga justru mengetahui pertemuan Nayla dengan Baim dari orang lain? Pria itu akan sakit hati tentunya. Nayla menghela nafas, resah seketika.

DERMAGA PENANTIAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang