Part 24

11 2 0
                                    

Bab baru di pagi hari, ihik.

Happy reading, ya😚

_________________

Nayla keluar dari dalam kamar dengan mata sembab. Tiba di meja makan, Nayla tersenyum menyapa Ayah dan Bundanya. Sedangkan kedua orang tua Nayla justru tampak cemas dibuatnya.

"Kamu mau kerja juga, Nay?" Bunda Midar menatap Nayla lembut. Nayla tidak menjawab, hanya mengangguk saja sebagai jawaban. "Apa nggak sebaiknya kamu libur dulu aja? Nanti Ayah yang ngasih tau Pak Alga kalau kamu nggak bisa masuk kerja."

Nayla tersenyum menatap bundanya. "Nggak bisa, Bunda. Nay, lagi ngisi data penduduk."

"Kan, ada Ketrin," sahut bunda Midar.

Nayla masih saja tersenyum. "Kalau pun bisa, Nay, nggak boleh seenaknya melempar pekerjaan sama orang lain, Bun. Ketrin mungkin nggak nolak, tapi, Nay yang nggak enak."

"Tapi, kamu..." Bunda Midar tak lanjut bicara, justru menatap ayah Fadil.

"Udahlah, Bun. Nay, pasti tau yang terbaik untuknya," ucap Ayah Fadil.

Bunda Midar menghela napas. Jika suaminya sudah berkata demikian. Apa lagi yang bisa ia lakukan. Selain mengkhawatirkan, tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Keputusan tetap ada ditangan Nayla.

*

Nayla meletakkan tas selempangnya di atas meja kerja. Melihat kehadiran Nayla, Ketrin terkejut juga. Sebelumnya menduga Nayla tidak akan masuk untuk bekerja.

"Nay," Ketrin menatap Nayla — khawatir.

"Aku baik-baik aja, Rin," ucap Nayla, tau jika Ketrin tengah mengkhawatirkannya.

Ketrin tak lagi mengatakan apa-apa. Lagi pula ia tidak ingin ikut campur. Sejujurnya Ketrin penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi pada Nayla, dan siapa Damas sebenarnya. Akan tetapi, Ketrin tau diri. Terlebih lagi disaat seperti ini, di mana Nayla terlihat masih bersedih.

"Kamu sampai ke rumah dengan selamat, kan, Rin?" Nayla membuka percakapan, menanyakan keadaan Ketrin setelah pulang dari rumahnya.

Ketrin menatap Nayla. "Aman. Kayak nggak tau gue gimana aja, lo," candanya.
Syukurnya Nayla tersenyum juga menanggapi candaan itu. Meski tidak selepas sebelum-sebelumnya, tapi setidaknya Nayla tampak lebih baik dari sebelumnya. Tidak seperti tadi malam, di mana ia menangis seolah menyesali sesuatu. Hal itulah yang membuat Ketrin penasaran, dan mengusik pikirannya.

Peduli? Ya, Ketrin memang peduli. Terlebih lagi ketika melihat sendiri bagaimana Nayla menangis. Akan tetapi, untuk permasalahan yang terjadi. Perasaan Ketrin saat ini lebih tepat jika dikatakan “ingin tau”.

Nayla mulai memainkan laptop,untuk memulai kerjanya ketika Ketrin memanggil. "Nay," ucapnya. Nayla menoleh. Namun, Ketrin justru menggeleng. "Enggak papa. Lanjut aja."

Ketrin mengalihkan perhatian. Sedang Nayla masih memperhatikan.

"Kamu pasti penasaran dengan apa yang terjadi, kan?" tanya Nayla. Ketrin langsung melirik. Tidak menyangkal perkataan Nayla, tapi tidak membenarkan juga. Ketrin hanya diam saja menatap Nayla. "Aku ceritain nanti pas makan siang."

Nayla mengalihkan pandangan dan kembali pada laptop di hadapannya, sedangkan Ketrin hanya diam menatap Nayla.

"Pagi, Pak."

Nayla tersentak, langsung menoleh ke arah sumber suara. Pelan, tapi cukup jelas sampai ke telinga. Buru-buru Nayla bangkit dari duduknya, dan berlari kecil menuju toilet. Melihat sikap Nayla, Ketrin berkerut kening. Namun, setelah melihat kedatangan Alga, ia akhirnya mengerti.

DERMAGA PENANTIAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang