Part 12

22 4 0
                                    

Suara ketukan terdengar dari balik pintu ruangan Alga, dan dalam detik berikutnya tampak Nayla terlihat di sana.

"Masuk, Nay," ucap Alga mempersilahkan, dan Nayla pun mengikuti perintah dari atasannya itu.

Alga bangkit meninggalkan meja kerjanya. "Duduk, Nay," Alga kembali mempersilahkan.

Sama seperti sebelumnya, Nayla mengikuti perintah dari Alga, dan duduk pada salah satu sofa dalam ruangan pria itu — tepat di hadapannya.

"Kamu beneran baik-baik aja, Nay?" tanya Alga memastikan, padahal pria itu sudah mempertanyakan keadaannya sebelumnya.

"Baik, Pak," jawab Nayla.

"Nggak usah bersikap formal begitulah, Nay," ucap Alga, "cuma kita berdua aja di sini."

Nayla menghela nafas, lalu mengangguk menatap Alga, menyetujui.

"Mas, bisa nggak, nggak usah bersikap seperti tadi di depan Ketrin?"

Alga berkerut kening. "Emangnya aku gimana?" tanyanya balik.

"Mas, aku tau kamu khawatir denganku," ucap Nayla, tidak menjawab pertanyaan Alga, "tapi Ketrin juga nggak sepenuhnya salah."

"Aku bukan cuma menyalahkan dia," sahut Alga, kini memahami arah bicara Nayla, "tapi kamu juga," tunjuk Alga pada Nayla.

Nayla diam saja, tidak merespon. Atau lebih tepatnya tidak dapat melakukan pembelaan.

"Kamu tau kalau aku sangat peduli sama kamu, kan, Nay?" tanya Alga, namun Nayla hanya diam saja menatap Alga serius, "bahkan aku jauh lebih peduli sama kamu, dibandingkan diriku sendiri."

Tidak ada sahutan dari Nayla. Namun dalam hati merasa kebingungan. Merasa jika sikap Alga pada dirinya sudah sangat berlebihan. Bahkan Nayla tidak dapat menyimpulkan jika hubungan mereka hanyalah sebatas teman.

"Kamu nggak suka aku, kan, Mas?" tanya Nayla langsung. Tidak ada kalimat lain yang dapat Nayla artikan sebagai sikap Alga, selain memberi kesimpulan jika pria itu menaruh hati padanya.

Mendapatkan pertanyaan dari Nayla membuat Alga seketika tertegun. Terdiam seakan telah kehabisan kata.

"Kamu suka aku, Mas?" Nayla kembali melempar pertanyaan yang justru terdengar seperti pernyataan di telinga Alga.

"Mas—"

"Iya," Alga menjawab, membenarkan dugaan Nayla.

Seketika Nayla dibuat tertegun. Terkejut dengan pengakuan Alga yang tidak pernah Nayla duga sebelumnya.

"Aku suka kamu, Nay ... sejak lama," lanjut Alga.

Nayla tercengang dengan mulut sedikit terbuka. Nayla kehabisan kata, atau lebih tepatnya tidak bisa berkata-kata. Pengakuan Alga cukup mengejutkan bagi Nayla, dan Nayla bingung harus bersikap apa. Bahkan untuk menenangkan hatinya saja Nayla tidak tau harus bagaimana.

"Tenang aja, Nay," ucap Alga, "aku nggak minta apa-apa dari kamu ... cuma karena udah terlanjur kepergok, aku cuma pengen ngaku aja," tambahnya terkekeh kemudian.

"Hah," Nayla mendesah, menatap Alga tidak habis pikir, "kepergok apaan?" tanyanya kemudian. "Aku cuma nebak aja, Mas ... justru kamu yang buat aku jadi gagal fokus."

"Gagal fokus kenapa?" tanya Alga dengan kening berkerut.

Nayla seketika terdiam, mengumpat dalam hati. Seharusnya tidak memberi respon apa-apa, melainkan diam saja.

"Nay," tegur Alga.

"Apaan?" tanya Nayla ketus.

"Kamu marah?" tanya Alga dengan wajah tampak khawatir.

DERMAGA PENANTIAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang