"Aku anterin kamu pulang!"
Nayla terperanjat saat tangan Alga menarik tangannya. Alga bahkan tidak peduli ketika Nayla memanggil dan berusaha melepaskan diri. Pegangan itu Alga lepaskan ketika tiba di tempat parkir — di mana motor Alga berada.
Nayla meringis merasakan pedih akibat cekalan tangan Alga, tampak pergelangan tangan wanita itu memerah.
"Nay," Alga panik sendiri saat melihat pergelangan tangan Nayla memerah akibat perbuatannya, meraih tangan itu kembali untuk melihat bagaimana kondisinya. "Sakit?" tanyanya.
Nayla tidak menjawab, justru menarik tangannya hingga lepas. Memasang wajah cemberut sembari meniup pergelangan tangannya. Melihat ekspresi Nayla, bukannya merasa bersalah, Alga justru tersenyum dibuatnya.
"Kamu kenapa, sih, Mas?" tanya Nayla kesal. Tapi, sebelum itu Alga menahan sudut bibirnya agar tidak menyunggingkan senyum saat Nayla menoleh padanya. "Kan, sakit." Nayla mengeluh, lalu kembali meniup lengannya.
"Maaf, Nay," sahut Alga, "aku nggak bermaksud kayak gitu ... aku niatnya cuma pengen nganterin kamu pulang. Gitu aja."
"Nggak usah," Nayla menolak dengan cepat, ekspresi wajahnya masih sangat kesal. "Aku udah janji bakalan pulang sama Ketrin."
"Tapi, kan, rumah kamu sama Ketrin nggak searah, Nay."
"Emang sama Mas searah?" balas Nayla pula membuat Alga terdiam seketika. Seharusnya ia memberikan alasan lain agar Nayla bisa pulang bersamanya. "Rin!" seru Nayla memanggil Ketrin yang baru saja keluar dari gedung kantor.
Ketrin yang mendengar Nayla memanggil, lantas berlari kecil dan berhenti di dekat Nayla.
"Eh, ada Pak Alga juga ternyata ... mau pulang, Pak?" tanya Ketrin berbasa-basi saja.
"Hum," Alga bergumam saja, jelas tampak tidak senang. Selalu saja Ketrin yang mengganggu waktu berduaan Alga bersama Nayla. "Niatnya mau nganterin Nayla." Alga menjelaskan. "Kamu mau nganterin Nayla pulang?" tanya Alga, sepasang matanya menatap lekat Ketrin penuh ancaman.
Mendapati tatapan demikian dari Alga, tentu Ketrin merasa cemas. Khawatir jika ia sudah melakukan kesalahan, dan tidak mengetahui apa kesalahan itu. Tapi, saat Alga menajamkan mata, melirik ke arah Nayla, akhirnya Ketrin tau makna dari tatapan Alga terhadapnya. Ternyata tatapan itu hanya isyarat saja, bukan karena Ketrin benar-benar melakukan kesalahan. Tapi, kemungkinan akan benar-benar menjadi kesalahan kalau Ketrin tidak juga segera menghindar.
"Ah, sebenarnya...." Ketrin tidak lantas menjawab Alga, menoleh pada Nayla, "Nay, sorry, kayaknya gue nggak bisa nganterin lo hari ini, deh. Soalnya sepupu gue nelpon tadi, mau datang katanya. Jadi, sekarang gue buru-buru."
"Eh, tapi, Rin...."
Nayla tidak melanjutkan perkataannya sebab Ketrin sudah lebih dulu berlalu meninggalkannya dan berjalan menuju tempat parkir motornya berada. Melambaikan tangan sebelum akhirnya motor Ketrin melaju meninggalkan area perkantoran.
"Ketrin udah pergi. Jadi, kamu pulang sama aku, ya." Alga baru saja berbalik dan hendak menghidupkan motor saat suara Nayla terdengar dan menghentikan.
"Aku pulang bareng Ayah aja, Mas," Nayla lagi-lagi menolak.
Alga menghela nafas dengan sepasang terpejam perlahan, lalu menatap Nayla. "Cuma mau nganter kamu pulang aja kok sudah banget, sih, Nay," keluhnya. "Cuma nganterin pulang. Aku nggak bakalan ngapa-ngapain kamu. Pekerjaanku yang jadi taruhannya kalau aku macam-macam sama kamu."
Nayla terdiam. Sesungguhnya merasa bersalah sebab sudah membuat Alga berpikir demikian. Alasan Nayla menolak karena ia merasa tidak aman di samping Alga. Bukan karena pria itu akan macam-macam terhadapnya, melainkan jantung Nayla yang tidak pernah berdetak normal ketika di dekat pria itu. Nayla khawatir ia sendiri yang akan mempersulit dirinya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERMAGA PENANTIAN.
RandomNayla Amira, gadis berusia 27 tahun. Tiga tahun hidupnya, ia habiskan hanya untuk menantikan kepulangan sang kekasih. Sampai ia tidak menyadari telah tenggelam dalam sebuah harapan dan mengabaikan kehidupannya. __________ Alga Wijaya, pria berusia...